Sistem Sekuler Kapitalistik, Sumber Intrik Penuh Kritik

Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)

Dalam peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2022, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), La Nyalla Mahmud Mattaliti, mengatakan bahwa ada keinginan pihak tertentu untuk memisahkan agama dan negara di Indonesia (nasional.tempo.co, 31/5/2022). Padahal Indonesia adalah negara berketuhanan yang Maha Esa. Demikian lanjutnya. Pernyataan tersebut dipaparkan dalam Simposium Nasional, "Gerakan Pembumian Pancasila" di Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, 30 Mei 2022 lalu.

Senada dengan La Nyalla, Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR RI, menegaskan bahwa, pentingnya organisasi massa dalam mengokohkan dan memantapkan ideologi Pancasila (nasional.tempo.co, 25/5/2022). 

Keinginan bersatu dalam satu visi dan misi adalah impian setiap bangsa. Guna menyatukan langkah mencapai kesejahteraan bersama. Namun, saat tujuan berbeda. Inilah menjadi sumber masalah.

Pemikiran politik dinilai sebagai sesuatu yang penuh kontroversial. Dipenuhi berbagai intrik. Tak ayal, keberadaannya pun dipenuhi berbagai kritik. Inilah arti politik dalam sistem sekuler. Sistem yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Wajar saja, hanya kezaliman dan kekacauan yang akan dituai. Persatuan dan kesatuan pun sulit dicapai. Karena berbeda fokus tujuan.

Sistem sekuler kapitalis yang kini diterapkan dalam kehidupan menjadikan tujuan hidup tak searah. Berbeda tujuan antara penguasa dan rakyatnya. Di satu sisi, penguasa bersifat diktator. Memanfaatkan segala sumberdaya yang ada demi kepentingan pribadi dan golongannya. Tentu ini pun menyalahi Pancasila, sebagai dasar negara. Dalam pasal yang tercantum dalam UUD 1945 disebutkan bahwa segala sumberdaya alam dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan hal tersebut, mustahil terlaksana dalam sistem sekuler kapitalis seperti saat ini. 

Di sisi lain, rakyat kelaparan. Nasib hidup pun tak ada yang menjamin.
Walhasil, rakyat menderita di tengah negara yang kaya sumber daya. 

Dalam Islam, sangatlah jelas. Bahwa pemimpin wajib mengurusi rakyatnya. Pemimpin sebagai ra'in (pengurus urusan umat). Syarat utama agar pemimpin dapat amanah mengurusi segala urusan umat adalah diterapkannya aturan Islam yang kaffah. Menyeluruh di segala bidang. Tak ada sekulerisasi di dalamnya. Seperti yang diungkapkan Ustdzah Chusnatul Jannah, Anggota Lingkar Studi Islam dan Peradaban. Dalam Islam, kekuasaan sangatlah penting. Tujuannya untuk menegakkan, memelihara dan mengemban dakwah Islam (27/4/2022). Karena hanya dengan syariat Islam-lah, kehidupan dapat sejahtera. Rakyat terjamin karena pemimpin yang amanah.

Ungkapan Ulama masyhur, yang artinya, 
 “Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah fondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak berfondasi, bakal hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga, akan lenyap.” (Abu Abdillah al-Qali, Tadrîb ar-Riyâsah wa Tartîb as-Siyâsah, 1/81).

Sehingga jelaslah, kekuasaan yang amanah hanya dapat diperjuangkan melalui sistem yang amanah dan terarah. Dan Islam-lah satu-satunya sistem yang amanah dan mensejahterakan. Syariat Islam dalam bingkai Khilafah manhaj An Nubuwwah. Sesuai teladan Rasulullah SAW. 

Kini, saatnya perjuangkan persatuan dan kesatuan umat dalam satu langkah. Dalam bingkai syariat Islam yang kaffah.  

Wallahu a'lam bisshowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak