Oleh: Nurul Amalia
Legiman, pengemis yang sempat viral tahun 2019 lalu karena mengaku sebagai miliarder yang memiliki tabungan senilai 900 juta serta aset rumah dan tanah senilai 525 juta kembali terjaring razia penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP Pati, Jawa Tengah saat menjelang Ramadhan tiba. (Detik Jateng, 02/04/2022)
Walaupun banyak pihak menyangsikan klaim Legiman 3 tahun lalu, tapi kepala Satpol PP Pati menyebutkan jika hasil yang didapat Legiman dari mengemis bisa mencapai 1 juta per hari. Terbukti dari dua kali tertangkap, selalu didapati jumlah uang yang cukup banyak dari hasil mengemis.
Berita pengemis yang ternyata kaya sudah berkali-kali masuk media. Februari lalu di beritakan satu keluarga yang terorganisir sebagai sindikat pengemis di wilayah Sampit, Kalimantan Tengah. Sepasang pasutri sengaja menjadikan anak-anaknya sebagai pengemis untuk meraih pundi-pundi rupiah hingga mampu membeli barang mewah seperti mobil dan motor.
Di tengah kehidupan yang kian sulit, berbagai cara instan untuk mendapatkan uang memang banyak diminati. Tak peduli dengan rasa malu dan harga diri, terpenting meraup keuntungan yang banyak agar kebutuhan serta keinginan terpenuhi. Di negeri penganut sistem ekonomi kapitalisme, akhirnya negara hanya hadir sebagai penetap kebijakan yang sering kali kebijakannya tidak pro rakyat. Karena sistem kapitalisme memang diatur agar menguntungkan para pemilik modal saja. Seperti kasus minyak goreng hingga kenaikan bahan kebutuhan pokok yang sudah tradisi, dianggap sebagai tren musiman semata. Alih-alih mencari solusi tuntas untuk memutus rantai kenaikan harga yang berulang setiap tahunnya, penguasa malah biasa saja menanggapinya.
Padahal itulah awal dari terbentuknya mental instan masyarakat negeri ini. Fakta bahwa kehidupan di sistem kapitalis sungguh menyulitkan, tak ada jaminan yang ditawarkan negara pada rakyat, terutama yang kurang mampu secara finansial. Rakyat dibiarkan memenuhi segala kebutuhannya sendiri mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, bahkan keamanan. Maka tak heran, jika saat ini banyak bermunculan orang yang berkarakter ingin serba instan terutama dalam memperoleh kekayaan seperti kasus Legiman dan lainnya yang sudah disebutkan di atas.
Etos kerja dan memaksimalkan ikhtiar adalah hal yang diajarkan dalam Islam dan wajib diamalkan bagi setiap muslim terutama laki-laki sebagai pencari nafkah dalam rumah tangga. Muslim sangat dianjurkan untuk menjauhi perbuatan meminta-minta (mengemis) terlebih jika keadaan fisiknya masih sehat dan mampu untuk bekerja.
Rasulullah saw. pernah memberikan dua dirham kepada seorang pengemis, 1 dirham untuk membeli makanan dan sisanya untuk membeli kapak. Kapak itu dijadikan alat untuk mengambil dan membelah kayu bakar untuk dijual agar pengemis mempunyai penghasilan dan berhenti dari aktivitas meminta-minta.
Dalam beberapa hadits, Rasulullah saw. juga menyampaikan bahwa bekerja ialah jauh lebih baik dari meminta-minta. Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-'Awwam ia berkata, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya. Dan dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak." (HR. Al-Bukhari)
Islam memandang bahwa bekerja menafkahi keluarga adalah suatu perbuatan yang sangat mulia dan tercatat pahala yang besar bagi pelakunya. Seperti sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam, "Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah Ta'ala." (HR. Ahmad)
Hal ini tentu perlu pengaturan negara untuk menerapkan sistem ekonomi Islam beserta syariat lainnya secara kaffah. Dengan demikian, akan terjamin kebutuhan pokok seluruh masyarakat. Tidak ada kesenjangan sosial seperti dalam sistem rusak saat ini. Bagi yang tetap mengemis, padahal ia masih mampu bekerja, maka negara menyiapkan sanksi yang mengedukasi dan berefek jera.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini