Oleh : Ummu Audah
(Ibu rumah Tangga)
Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI ) akan membahas lebih lanjut Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi undang-undang. (Kompas.com 19/06/2022)
Pro kontra dari berbagai kalangan pun tidak bisa dielakkan. Sebagian masyarakat mengkhawatirkan jika RUU KIA ini benar-benar akan disahkan menjadi undang-undang, bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan akan berfikir seribu kali untuk menerima karyawan perempuan. Pada poin inilah sebagian besar masyarakat menganggap RUU ini berpotensi diskriminasi terhadap kaum hawa.
Sebagian pihak yang setuju beralasan bahwa dengan adanya undang-undang yang memberikan waktu cuti yang lebih panjang kepada ibu yang melahirkan, yaitu yang tadinya satu bulan menjadi enam bulan, diharapkan akan sangat berdampak bagi meningkatnya kualitas ana-anak di masa depan, demi berkualitasnya peradaban Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum, di negeri yang sebenarnya oleh Allah swt dikaruniai sumber daya alam yang melimpah ini, kondisi ibu dan anak masih jauh dari kata sejahtera. Masih banyak yang belum bisa memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan. Dan juga kebutuhan kesehatan, pendidikan dan keamanan adalah sesuatu yang sulit dijangkau oleh mayoritas penduduk negeri ini, tidak hanya kaum ibu dan anak saja bahkan kaum pria pun merasakan hal yang sama.
Di negeri ini jumlah angka kematian Ibu, gizi buruk dan stunting masih tinggi. Hal ini adalah sebagai dampak kemiskinan yang masih melilit mayoritas rakyat.
Ironinya, pemerintah selalu menyampaikan laporan bahwa angka kemiskinan di negeri ini terus melandai. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan fakta sebaliknya. Hampir setiap saat kita disuguhi berita tentang betapa masih banyaknya penduduk negeri kita yang tercinta ini yang masih berada di bawah angka kemiskinan.
Pandemi covid-19 seringkali digunakan oleh pengusa negeri sebagai kambing hitam penyebab kemiskinan di tanah air ini. Padahal, jauh sebelum pandemi ada, kemiskinan sudah menjadi momok yang menakutkan. Padahal negeri ini adalah negeri yang kaya raya akan berbagai macam sumber daya alam. Sungguh tidak bisa dinalar, bagaimana bisa banyak rakyatnya yang masih berada dalam garis kemiskinan?
Jika kita analisa, penyebab kemiskinan yang sudah menjadi penyakit akut negeri ini adalah diterapkan sistem ekonomi kapitalis liberal. Sistem yang sangat memanjakan para kapital dan sangat merugikan rakyat.
Dengan diterapkannya sistem kapitalisme ini, negara kehilangan peran utamanya sebagai pemenuh dan pengatur kebutuhan rakyat. Justru mereka hadir untuk mencari keuntungan dari rakyat. Yaitu dengan memandang rakyat sebagai konsumen bukan sebagai pihak yang harus dipenuhi kebutuhannya.
Sistem ini juga memberi ruang bagi segelintir orang untuk mengusai kekayaan negeri ini yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Termasuk di dalamnya untuk menyejahterakan ibu dan anak.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemangku kebijakan seringkali bukan solusi sampai ke akarnya.
Misalnya bantuan langsung tunai yang digadang-gadang bisa menyelesaikan masalah terpuruknya ekonomi rakyat akibat pandemi, itu hanya kebijakan tambal-sulam, tanpa menyentuh akar masalah sebenarnya kenapa ekonomi rakyat bisa terpuruk. Dan terkesan pencitraan. Bahkan dalam Rancangan Undang- Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) ini juga tercium aroma pencitraan. Mereka ingin tampil sebagai pihak yang memperhatikan Ibu dan Anak. Padahal masalah yang dihadapi ibu tidak hanya mendapatkan perlindungan ketika melahirkan dan keguguran saja. Jika mereka memang benar-benar memperhatikan masalah kesejahteraan ibu dan anak pada khususnya dan rakyat pada umumnya tentunya solusi yang ditawarkan adalah solusi sampai ke akarnya.
Sesungguhnya ekonomi rakyat bisa terpuruk karena diterapkannya sistem ekonomi kapitalis, maka siapapun yang ingin memberikan solusi kemiskinan di negeri ini, maka tak lain dan tak bukan jawabannya adalah campakkan sistem ekonomi kapitalisme dan ganti dengan sistem yang menyejahterakan yaitu sistem ekonomi Islam.
Dengan sistem ekonomi Islam, kekayaan alam yang merupakan harta milik umum, akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan mencipkan kesejahteraan rakyat. Penguasa akan memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pemenuh kebutuhan rakyat. Termasuk di dalamnya ibu dan anak. Wallahu a’lam bi showab.