Oleh: Zakiyatul Faikha, S.T.
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Demi pemulihan perekonomian negara, pemerintah memunculkan berbagai program selama pandemi merebak. Diantara program-program yang dibuat oleh pemerintah adalah bantuan sosial dan program kerja.
Bantuan sosial (bansos) semestinya menjadi jaring pengaman masyarakat, apalagi dengan kondisi masyarakat yang masih jauh dari kata sejahtera. Hanya saja mulai bermunculan kasus bansos yang salah sasaran. Hal ini diungkap oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester II 2021. Dikutip dari Kumparan (25/5/2022), Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan, hasil pemeriksaan prioritas nasional terkait pembangunan sumber daya manusia menemukan masalah program Kartu Prakerja. Bantuan program stimulus plus insentif terhadap 119.494 peserta dengan nilai Rp 289,85 miliar, terindikasi tidak tepat sasaran. ”Ini karena diterima oleh pekerja atau buruh yang memiliki gaji atau upah di atas Rp 3,5 juta," ujar Isma.
Disinyalir adanya indikasi bansos yang tidak sesuai ketentuan dalam penyalurannya disebabkan soal integritas data. Ini adalah permasalahan yang kerap terjadi di pemerintahan. Di kutip dari SINDOnews.con (Sabtu, 4/6/2022), bahwa BPK menyebut ada indikasi tiga jenis bansos, yakni PKH (Program Keluarga Harapan), BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), dan BST (Bantuan Sosial Tunai), yang tidak tepat sasaran sebesar Rp6,93 triliun. BPK juga menemukan KPM bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada tahun 2021. Selain itu juga terdapat masalah identitas kependudukan yang tidak valid. KPM (Keluarga Penerima Manfaat) yang sudah non aktif hingga mereka yang sudah dilaporkan meninggal. Tidak hanya Itu, kartu prakerja yang menjadi program stimulus sekaligus pelatihan juga terdapat pemborosan anggaran.
Salah siapa?
Setiap pemberian bansos, alasan permasalahan penyesuaian data kerap terjadi. Terdapat beberapa faktor penyebab dari ketidakakuratan data. Pertama, Data tidak terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP. Kedua, Lemahnya proses verifikasi data dan validasi data yang dilakukan oleh negara.
Masalah penyimpangan dana bansos dan bantuan insentif lainnya bukan semata-mata kesalahan pelaksana kebijakan ditingkat bawah. Tapi lebih pada kesalahan paradigma dalam mengurusi urusan rakyat oleh penguasa selaku pembuat kebijakan. Di dalam sistem demokrasi, penguasa tidak menjalankan tugasnya sebagai pengurus urusan umat. Melainkan menjadikan rakyat sebagai objek eksploitasi demi meraih keuntungan.
Insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada peserta kartu prakerja tidak akan cukup memberikan modal bagi rakyat untuk berwirausaha. Namun hanya bias untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Dalam hal ini negara seakan-akan berperan besar demi mengurangi angka pengangguran. Faktanya, negara belum menjamin apa-apa kepada rakyatnya. Keseriusan negara dalam memastikan bantuan sampai kepada rakyat tidak nampak. Yang ada justru diselewengkan sebagaimana yang terjadi pada korupsi bansos ini. Di lain sisi negara justru tampak loyal terhadap oligarki. Sehingga memberikan kemudahan terhadap kepentingan asing, dan mempersulit kepentingan rakyat, seperti yang tampak pada program bansos ini.
Sejahtera dengan Islam
Buruknya sistem pelayanan rakyat didalam sistem demokrasi kapitalisme menunjukkan gagalnya sistem buatan manusia. Berbanding terbalik dengan sistem buatan sang kholiq, yang mampu memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar bagi rakyatnya. Karena yang demikian itu adalah tanggung jawab penguasa, yaitu sebagai pelaksana syariat dalam memberikan jaminan kebutuhan dasar kepada rakyat melalui mekanisme yg jelas.
Negara akan memampukan kepala keluarga dalam bekerja demi memenuhi kebutuhan dasar bagi keluarganya, seperti sandang, pangan, dan papan. Artinya lapangan pekerjaan akan dibuka oleh negara dengan seluas-luasnya bagi rakyatnya. Bahkan tidak akan ada satupun rakyat khususnya laki-laki yang mempunyai kemampuan untuk tidak bekerja. Negara juga wajib memenuhi kebutuhan dasar lainnya secara langsung berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah bahkan gratis kepada rakyat. Negara harus memastikan bantuan sosial kepada masyarakat tepat sasaran, yakni melakukan pengawasan dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi.
Pelaksanaan kebijakan kesejahteraan rakyat dapat terjadi di sistem islam. Sebab negara yang menerapkan sistem Islam secara Kaffah tentunya akan menerapkan sistem ekonomi Islam, yang akan mengembalikan kepemilikan harta publik kepada pemiliknya yaitu rakyat. Dengan demikian negara akan mengelola harta tersebut dengan cara membangun industri-industri yg mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Dengan penerapan sistem kapitalisme, maka peran-peran tersebut tidak akan bisa terlaksana. Karena dalam membantu rakyat negara masih ala kadarnya, dalam mengurusi kebutuhan rakyat pun sekehendak hatinya, bahkan dalam menangani pandemi.
Oleh karenanya, dalam mengatasi permasalahan tidak cukup dengan solusi parsial. Akar masalah yang terjadi hari ini karena diterapkannya sistem kapitalisme demokrasi. Meskipun dibuat model dengan strategi dan kebijakan apa pun, jika paradigma kepemimpinan dan pengurusan urusan rakyat tetap berkiblat pada kapitalisme, maka posisi rakyat akan selalu dikesampingkan. Kesehatan, kesejahteraan, pengangguran, kemiskinan, dan segudang problem sosial lainnya akan terus membayangi negeri ini selama kapitalisme masih tegak berdiri kokoh.
Dengan demikian, hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah yang menjadikan Islam sebagai pilar negara yang mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dasar rakyatnya dalam rangka menjamin kesejahteraan nya.
Wallahu a’laam
Tags
Opini