Rugi Triliunan, Bansos Salah Sasaran




Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap )

Bantuan sosial atau bansos yang semestinya jadi jaring pengaman masyarakat kala pandemi merebak, banyak yang tak tepat sasaran. Ini diungkapkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester II tahun 2021.
Tak cuma itu, Kartu Prakerja yang menjadi program stimulus sekaligus pelatihan, juga terdapat pemborosan anggaran. 

Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan, hasil pemeriksaan prioritas nasional terkait pembangunan sumber daya manusia menemukan masalah program Kartu Prakerja.
Bantuan program stimulus plus insentif terhadap 119.494 peserta dengan nilai Rp 289,85 miliar, terindikasi tidak tepat sasaran.
"Ini karena diterima oleh pekerja atau buruh yang memiliki gaji atau upah di atas Rp 3,5 juta," ujar Isma.

BPK mengungkapkan terdapat Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), hingga Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sasaran sebesar Rp 6,93 triliun.
BPK juga menemukan KPM bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada tahun 2021. Selain itu, juga terdapat masalah identitas kependudukan tidak valid, KPM yang sudah nonaktif, hingga mereka yang sudah dilaporkan meninggal.

Dari sini tampak jelas bahwa persoalan data menjadi penyebab buruk dan semrawutnya penyaluran dana bansos. Data kemiskinan kurang validasi dan verifikasi, akibatnya, banyak data yang tidak akurat. Padahal, pembaruan data sangat penting agar bantuan tepat sasaran.

Kurangnya validitas data ini berkelindan dengan mental masyarakat yang oportunis khas kapitalistis sehingga mengambil dana bansos meski sebenarnya tidak berhak. Selain itu, ada juga faktor perilaku korup kepada para pengelola sehingga dana bansos jatuh ke tangan yang tidak berhak menerima.

Persoalan bansos tidak tepat sasaran tentu tidak terjadi tahun ini saja. Tahun lalu pun terjadi persoalan yang sama, padahal bansos bukanlah program baru di negeri kita. Bahkan kebijakan ini sudah ada sejak orde baru meski kini ada beberapa perubahan. Seharusnya, dengan pengalaman sekian tahun, ada kesiapan dalam penyaluran bansos sehingga tepat sasaran dan efektif mengurangi beban masyarakat miskin yang kekurangan.

Persoalan yang sering melanda birokrasi di negeri ini adalah ketidaksinkronan data antara satu instansi dengan instansi lain. Misalnya, data pemerintah pusat dan daerah, juga antara BPS dan Bappenas. Padahal, akurasi data adalah titik awal yang penting dalam penyelesaian problem kemiskinan. Jika datanya saja tidak valid, upaya pengentasan kemiskinan jelas tidak akan bisa berjalan secara optimal.

Integrasi data sangat penting untuk mewujudkan data tunggal yang bisa menjadi rujukan semua pihak agar kebijakan yang dibuat bisa selaras antar instansi atau lembaga. Sebenarnya, sudah ada KTP elektronik yang dirancang untuk membuat data kependudukan tunggal, tetapi penerapannya saja yang belum optimal.

Padahal, data merupakan sumber daya yang penting bagi sebuah negara, terlebih pada era digital seperti sekarang ini. Data yang bocor menunjukkan lemahnya sebuah negara, juga bisa menjadi santapan empuk musuh untuk merancang serangan terhadap negara.
Pada hakikatnya manajemen data adalah perkara administrasi yang bebas nilai. Namun, sikap penguasa dalam memperlakukan data ditentukan oleh ideologi yang diterapkan negara.

Di Indonesia, data masih belum diposisikan sebagai sumber daya penting sehingga sering terjadi kebocoran data seperti data pemilih milik KPU dan data peserta BPJS. Hal ini menunjukkan abainya negara dalam menjaga data sekaligus menunjukkan lemahnya negara dalam mengelola data. Ini juga menunjukkan Indonesia tidak memiliki kesadaran ideologis. Karena sebuah negara ideologis akan menjaga sumber dayanya, termasuk data.

Sementara itu, Khilafah yang berasaskan ideologi Islam memposisikan diri sebagai pihak yang sangat menghargai dan menjaga data. Hal ini berdasar dari perintah Allah Swt, pada para penguasa agar mengurusi (me-riayah) rakyat secara baik (makruf), berdasarkan hukum syara.

Ibnu Umar ra. berkata,"Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya."

Rasulullah juga bersabda, "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah yang kelak pada hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin."(HR Muslim)

Untuk mewujudkan kepengurusan atau riayah tersebut, mutlak perlu data yang valid tentang kondisi rakyat sehingga negara bisa memenuhi hajat mereka.
Khilafah menjadi negara terdepan pada masanya dalam perkara administrasi.
Pada masa depan, ketika Islam memimpin dunia, negara akan menerapkan sistem administrasi yang tercanggih sehingga memudahkan pengurusan urusan rakyat. Kartu tanda penduduk (KTP) akan memuat juga keterangan ekonomi seseorang terkategori kaya, fakir, ataukah miskin; keterangan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan nafkahnya, serta mustahik zakat ataukah bukan.

Data ini dapat terakses semua lembaga terkait sehingga menjadi data tunggal dan mencegah terjadinya ketidaksinkronan data antarlembaga.
Dengan demikian, negara akan mudah mendistribusikan zakat dan santunan negara bagi rakyat yang berhak. Tidak akan ada rakyat yang cemburu dan terzalimi. Tidak perlu tembok rumah warga ditulisi keterangan sebagai warga miskin penerima bansos. Cukuplah data itu tersimpan di dalam KTP sehingga tidak menimbulkan rasa minder pada orang tidak mampu sekaligus menimbulkan sanksi sosial masyarakat yang seharusnya tidak terjadi.

Selain itu, penerapan sistem Islam akan memunculkan suasana ketakwaan di tengah masyarakat. Rakyat, aparat, konglomerat, maupun pejabat adalah orang-orang yang takut pada Allah Swt, sehingga tidak akan mengambil harta yang bukan haknya.

Terkait pelayanan publik, prinsip administrasi dalam Khilafah adalah pertama, birokrasi mudah (efektif dan efisien), tidak berbelit-belit, dan bertele-tele. Kedua, cepat dalam penanganan. Ketiga, kemampuan dan kapabilitas orang-orang yang menangani urusan-urusan rakyat.
Dengan tiga prinsip ini, pelayanan terhadap rakyat akan menjadi paripurna. Tidak akan terjadi kebijakan yang salah sasaran, seperti buruk dan semrawutnya penyaluran bansos ini.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak