Revisi RUU P3: Akal-Akalan Memperkuat UU Ciptaker



Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)

DPR secara resmi telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) dalam Rapat Paripurna DPR ke-23 masa sidang V tahun sidang 2021-2022, Selasa (24/5).
Revisi UU PPP ini nantinya akan menjadi landasan hukum untuk memperbaiki UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Said Iqbal mengancam tiga juta buruh akan mogok nasional alias setop produksi selama tiga hari dan tiga malam apabila pemerintah dan DPR RI melanjutkan pembahasan perbaikan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disyaratkan Mahkamah Konstitusi (MK) secara kejar tayang. 

"Kami akan mengorganisir mogok nasional, setop produksi. Tiga juta buruh akan terlibat di dalam pemogokan tersebut di 34 provinsi meluas di 480 kabupaten kota. Meluas, tidak menutup kemungkinan bersama teman-teman mahasiswa," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, pada konferensi pers Sabtu (4/6).

Ia mengatakan bahwa jika pemerintah dan DPR tetap memaksakan pembahasan kilat Omnibus Law UU Ciptakerja, partai buruh bersama empat konfederasi serikat buruh terbesar, 60 federasi serikat buruh tingkat nasional dan serikat petani Indonesia akan mengorganisir pemogokan, yang mereka sebut sebagai sebut mogok nasional.

Said mengatakan, DPR kejar tayang dan mementingkan "pengusaha hitam" yang memanfaatkan omnibus law untuk kepentingan pribadi. Dengan masuknya omnibus law dalam revisi UU P3, maka pembahasan tentang omnibus law Cipta Kerja akan dilanjutkan. Akal-akalan yang dimaksud adalah untuk memasukan omnibus law sebagai sebuah metode yang dibenarkan dalam pembentukan undang-undang.
"Revisi UU P3 bagi partai buruh dalah akal-akalan hukum, bukan kebutuhan hukum, tambahnya.

Penolakan buruh terhadap UU Cipta Kerja hingga RUU tersebut telah disahka, sejatinya menunjukan bahwa UU tersebut memang sarat dengan kezaliman, sebab UU tersebut hanya memuluskan jalan investor untuk meraih keuntungan. Sementara rezim meminggirkan peran buruh, hal ini terlihat dari banyak pasal UU tersebut sebagai upaya untuk menggenjot investasi, karenanya semua hal yang menghambat investasi wajib dihilangkan dengan membuat regulasi baru yang bisa mengganti berbagai regulasi lama secara serentak. 

Untuk klaster ketenagakerjaan, dari pasal-pasal yang ada, dianggap
kurang menarik minat investasi akibat tingginya upah buruh dan banyaknya tuntutan buruh.
Alhasil dalam UU Cipta Kerja, formula penghitungan upah minimum pekerja akan dihitung berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi sesuai pasal 88D UU Cipta Kerja.

Penggunaan frasa "dapat" Dalam penetapan upah buruh minimum Kabupaten/Kota (UMK), sangat merugikan buruh karena penetapan UMK bukan kewajiban sehingga bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK, hal ini mengakibatkan upah buruh atau pekerja begitu murah. 
Perlu disadari, bahwa kezaliman dan kejahatan regulasi ini lahir dan akan terus berulang lahir dari rahim sestem demokrasi. 

Sistem demokrasi adalah tanah subur yang menumbuhkan model pemerintahan korporatokrasi. Maka harapan perubahan mendasar hanya akan terwujud bila demokrasi ditinggalkan dan dengan mantap elemen bangsa di negeri mayoritas muslim ini mengadopsi sistem Islam sebagai penggantinya. 
Sistem Islam yang dimaksud disini adalah Khilafah Islamiyah. Sistem Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara sempurna.

Terkait jaminan seluruh kebutuhan dasar rakyat termasuk kebutuhan sekundernya baik individu maupun kelompok, merupakan hak seluruh rakyat negara Khilafah. Baik muslim maupun non muslim, kaya atau pun miskin, laki-laki maupun perempuan dan Khilafah wajib memenuhi kebutuhan dasar dan sekundernya.
Meski terpenuhinya jaminan kebutuhan dasar dan sekunder seluruh rakyat negara Khilafah baik sebagai individu maupun kelompok merupakan kewajiban negara, tetapi rakyatnya mendapat jaminan tersebut diberikan melalui mekanisme syariat. 

Jaminan kebutuhan dasar dan sekunder individu warga negara bisa diwujudkan dengan bekerja bagi pria dewasa. Bagi anak-anak, wanita, dan orang tua jaminan diberikan oleh pria dewasa yang mampu dan berkewajiban untuk menanggung nafkah mereka. Jika tidak mampu atau tidak ada keluarga yang bisa menanggungnya, maka kerabat dan tetangga dekat berkewajiban untuk membantunya, jika keberadaan mereka pun tidak ada, maka negaralah yang berkewajiban untuk menanggungnya.

Oleh karena itu, negara Khilafah mempunyai kewajiban untuk membuka lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha bagi seluruh rakyatnya.
Sementara untuk kebutuhan kolektif masyarakat seperti jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi warga negara, Khilafah berkewajiban menyediakan bagi seluruh rakyatnya dengan gratis dan cuma-cuma yang pembiayaannya bersumber dari seluruh pendapatan Khilafah.

Terkait buruh dalam akad ijarah (perburuhan) terdapat beberapa rukun yang wajib diperhatikan.
Pertama, dua pihak berakad yakni buruh dan majikan tau perusahaan.  Kedua, ijab kabul dari dua belah pihak yakni buruh sebagai pemberi jasa dan majikan atau perusahaan sebagai penerima manfaat atau jasa. Ketiga upah tertentu dari pihak majikan atau perusahaan. Keempat, jasa atau manfaat tertentu dari pihak buruh atau pekerja.
Akad yang telah disepakati wajib dilaksanakan oleh kedua belah pihak yang berakad. 

Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt,
"Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu,"(Qs. al-Maidah : 1). 
Buruh atau pekerja wajib memberikan jasa sebagaimana yang disepakati bersama dengan pihak majikan. Ia pun terikat dengan jam dan hari kerja maupun jenis pekerjaannya. Sebaliknya, sejak awal majikan atau perusahaan wajib menjelaskan kepada buruh atau pekerja tentang jenis pekerjaannya, waktu kerjanya, serta besaran upah dan hak-hak mereka. 

Islam menetapkan upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah, namun besaran upah disesuaikan dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja, dan tempat bekerja. Misalnya tukang gali sumur yang bekerja di bawah lapisan tanah yang keras, semestinya mendapat upah yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja serupa dilapisan tanah yang lunak. 

Negara juga wajib turun tangan menyelesaikan persrelisihan buruh dengan perusahaan atau majikan. Termasuk dalam masalah upah. Negara tidak boleh berpihak terhadap salah satu pihak, akan tetapi negara harus menimbang dan menyelesaikan masalah kedua belah pihak secara adil sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Hanya Khilafah yang mampu mensejahterakan buruh atau pekerja melalui aturan yang bersumber dari syariat Islam.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak