(Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga)
Dalam sejarah peradaban bangsa, pemuda merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan atau kehancuran bangsa dan negara banyak tergantung pada kaum mudanya sebagai agent of change (agen perubahan). Pada setiap perkembangan dan pergantian peradaban selalu ada darah muda yang memeloporinya, namun pemuda sekarang ini telah kehilangan jati dirinya, terutama dalam wawasan berfikir, bertindak, dan dalam hal pendidikan baik itu pendidikan kejiwaan ( psykologi ) sampai pada pendidikan politik.
Selain sebagai agen perubahan, pemuda juga sebagai agen pembangunan, yang mana pemuda harus memilki peran dan tanggung jawab dalam upaya melancarkan atau melaksanakan berbagai macam pembangunan diberbagai macam bidang, bukan hanya pembangunan secara fisik atau non fisik saja, tetapi potensi dan produktifitas yang ada pada diri generasi muda.
Namun, di tengah besarnya potensi generasi muda kita, ada sebuah keprihatinan mendalam menyelimuti masyarakat. Kekerasan dan pergaulan bebas, tawuran antar pelajar, seks bebas, hamil diluar nikah, aborsi, perkosaan, pelecehan seksual, peredaran VCD porno, LGBT di kalangan remaja, narkoba dan HIV/AIDS seakan menjadi perkara lumrah yang mewarnai sebagian besar generasi ini. Pembajakan potensi kaum milenial ini pun kerap dilakukan dengan iming-iming semu individulis hedonis
Tak dapat disangkal potret buram ini merupakan buah penerapan sistem sekuler liberal. Sistem pemuja kebebasan ini telah membuka kran-kran kemaksiatan di tengah masyarakat yang difasilitasi oleh negara melalui kebijakan ekonomi, sosial, hukum, budaya dan pendidikan yang notabene bukan menjadikan halal-haram sebagai standarnya. Walhasil, generasi muda yang seharusnya menjadi aset terbesar dan tak ternilai harganya itu pun tercabik-cabik oleh kerakusan kapitalis liberal.
Di sisi lain, potensi pemuda yang luar biasa justru dibajak untuk sekedar memuluskan agenda kapitalis dengan berbagai programnya. Sosok – sosok pemuda “sukses” ditampilkan untuk menarik pemuda berbondong – bondong mengikuti. Prestasi akademik, prestasi jabatan dan jenjang karir, prestasi finansial dan prestasi – prestasi keduniaan lainnya. Bukan tidak boleh, hanya saja jika potret ini satu – satunya yang hendak diraih, maka potensi besar pemuda untuk peradaban justru terkubur semakin dalam. Karena mereka sudah merasa berbuat lebih, tapi nyatanya mereka belum berperan mengukir peradaban.
Dalam Islam, pemuda merupakan salah satu piranti penting yang dimuliakan, dijaga bahkan diberdayakan demi kepentingan dan keselamatan peradaban dunia akhirat. Islam memahami betul potensi besar yang dimiliki oleh kaum muda dengan jiwa yang penuh semangat, optimisme, percaya diri, penuh energi, penuh impian dan cita-cita. Para pemuda di setiap zaman dan ruang merupakan ujung tombak yang memiliki peran dan andil besar dalam Islam.
Menurut Dr.Makhfudli, S.kep, Ns, M, keb. Trop, sebagai pemuda islam diera milenial ini peranannya ditengah masyarakat adalah sebagai generasi penerus yang mana banyak pemuda lupa akan kewajibannya. Seperti juga yang dikatakam oleh Wakil Dekan 1 Fakultas Vokasi Universitas Ailanggsa Dr.Tika Widiastuti S.M.Si bahwa sebagai muslim harus paham betul apa tanggung jawab kita kepada Allah, kepada sesama manusia dan dimanapun kita berada. Dengan adanya peran pemuda, perjuangan penegakan kembali aturan Allah dimuka ini akan berlangsung giat hingga Islam kembali tegak.
Dalam sejarah perjuangan dakwah dan pengembangan Islam, pemuda berperanan sangat penting. Pemuda merupakan garda terdepan perjuangan meraih cita-cita. Perbaikan situasi dan keadaan masyarakat yang porak poranda selalu menghadirkan sosok pribadi tangguh yaitu para nabi dan rasul. Mereka diutus Allah untuk menyampaikan ajaran agama. Mereka terpilih dari kalangan pemuda yang rata-rata berusia sekitar 40 tahun. Dalam Al-Quran terdapat banyak kisah keberanian pemuda. Rasulullah Muhammad SAW, ketika diangkat menjadi rasul berumur 40 tahun.
Rasulullah SAW dalam memperjuangkan dan mendakwahkan islam, dibantu oleh para pemuda dantaranya Yang paling muda Ali bin Abi Thalib dan zubair bin Awwam. Ketika keduanya baru berumur 8 tahun,Thalhah bin Ubaidillah (11 tahun), Al-Arqam bin Aabi Al-Arqam (12), Abdullah bin Mas’ud (14), Jafar bin Abi Thalib (18), Zain bin Haritsah (20), Utsman bin Affan (20), Mush’ab bin Umair (24), Umar bin Khaththab (26), Abu Ubaidah Ibnu Jarah (27), Bilal bin Rabbah (30), Abu Salamah (30), Abu Bakar Ash-Shiddiq (37), Hamzah bin Abdul Muthalib (42), dan Ubaidah bin al Harist yang paling tua (50). Mereka semua pemuda yang gagah berani yang hidupnya hanya didedikasikan untuk Islam, mereka siap berkorban tenaga, harta bahkan nyawa dalam berdakwah dan menyebarkan Islam.
Generasi pemuda milenial seharusnya mengidolakan nabi muhammad SAW bukan yang lain supaya menjadi pemuda yang berilmu, yang bisa membedakan mana yang benar dan yang salah, dan membatasi pergaulan dengan lawan jenis serta bisa mempengaruhi masyarakat dengan pengaruh yang baik. Seperti perkataan dari imam syafi'e " Demi Allah, hidupnya pemuda itu dengan Ilmu dan taqwa, jika keduanya tidak ada, maka keberadaannya dianggap tidak ada ".
Seorang pemuda yang melakukan pelecehan, ingin mengundang perhatian dan banyak membuat kekacauan dunia, itu semua pengaruh dari era globalisasi. Rasulullah bersabda " engkau habiskan untuk apa masa mudamu? tidak bergeser kaki anak adam " manusia " pada hari kiamat nanti dihadapan rabb Nya ( HR.Tirmizi no.2340).
Wallâhu a‘lam bish-shawâb.