Perempuan Bekerja Sejatinya Bukan untuk Cuan



Oleh : Ni’mah Fadeli
 (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)


DPR telah menyepakati untuk membahas lebih lanjut Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi undang-undang dalam Rapat Badan Legislasi. Salah satu hal baru yang menarik perhatian masyarakat dalam RUU KIA adalah aturan cuti bagi ibu hamil dan melahirkan yang diusulkan 6 bulan lamanya. Ibu hamil dan melahirkan yang sedang menjalani cuti tersebut akan memperoleh upah penuh hingga bulan ketiga dan untuk selanjutnya berhak menerima upah sebesar 70 persen pada bulan keempat hingga masa cuti berakhir. Guna menjamin pemenuhan hak ibu melahirkan, RUU KIA juga memberikan cuti bagi suami sebagai pendamping yaitu paling lama 40 hari ketika istri melahirkan (detiknews, 20/06/2022).

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Widjaja Kamadani menyebut jika wacana aturan baru dalam RUU KIA tersebut akan memberatkan pengusaha. Pengusaha akan menanggung beban yang besar baik itu finansial yaitu biaya tenaga kerja maupun non finansial yang menyangkut rekrutmen dan pelatihan tenaga pengganti. Shinta meminta pertimbangan yang matang dan objektif terkait manfaat dan beban dari rencana kebijakan tersebut. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ibnu Multazam mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima masukan terkait potensi diskriminasi maupun penolakan perusahaan terhadap RUU KIA baik itu dari pihak pengusaha maupun dari masyarakat itu sendiri. (riauonline, 22/06/2022).

Jumlah perempuan bekerja semakin hari memang semakin banyak. Sebagian besar perempuan bekerja adalah karena desakan ekonomi meski ada juga yang untuk eksistensi. Bahkan tak sedikit dari perempuan yang harus menjadi tulang punggung keluarga. Maka ketika RUU KIA digulirkan tak sedikit perempuan yang khawatir akan kehilangan mata pencaharian karena perusahaan akan lebih memilih pekerja laki-laki daripada perempuan. Atau perusahaan kemungkinan hanya mau menerima perempuan yang masih belum menikah dalam perekrutan karena tak mau rugi.

Kapitalis yang menguasai dunia saat ini memang selalu mengedepankan untung rugi dalam hal materi. Jika sesuatu itu dirasa menguntungkan secara materi maka akan dilaksanakan, sebaliknya jika akan menimbulkan kerugian maka akan diberhentikan. Perusahaan atau pemilik modal tentu tak mau menanggung kerugian jika harus membayar karyawan yang tidak bekerja karena cuti. Sementara perempuan juga tak ingin kehilangan penghasilan karena semua kebutuhan hidup sungguh tak murah. Selain itu juga adanya pandangan bahwa perempuan harus setara dengan laki-laki, termasuk juga dalam urusan menghasilkan cuan atau penghasilan.

Dalam Islam tak pernah ada larangan perempuan untuk bekerja, namun harus diingat bahwa tugas utama perempuan adalah sebagai pengurus rumah tangga. Maka Islam memiliki sistem yang benar dan lengkap termasuk juga menyangkut perempuan yang sering dipandang kaum feminis selalu mendapat diskriminasi. Tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ibadah. Kewajiban dalam rukun Islam berlaku baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Allah memang menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda untuk berpasangan dan bekerja sama. Laki-laki memiliki kewajiban untuk menafkahi perempuan, sementara perempuan memiliki kewajiban untuk mendidik anak dan menjaga harta suami. Islam tak pernah membebani perempuan untuk mencari nafkah karena hal itu menjadi tanggungan sang wali. Islam juga tak pernah melarang perempuan memiliki penghasilan sendiri entah itu dalam bidang kesehatan, perdagangan, pendidikan dan seterusnya. Profesi perempuan dalam Islam harus disesuaikan agar tidak mengabaikan kewajiban utamanya.

Untuk memastikan semua sesuai dengan syariat maka harus ada peran negara. Pemimpin yang paham syariat Islam harus memastikan lapangan pekerjaan cukup dengan penghasilan memadai untuk setiap wali atau kepala keluarga agar perempuan yang menjadi tanggungannya tak harus ikut lelah dalam mencari penghasilan dalam memenuhi kebutuhan. Perempuan yang bekerja adalah dalam rangka mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dan bukan untuk mencari sebanyak-banyaknya cuan atau demi eksistensi untuk melawan diskriminasi.

Negara juga akan melarang pekerjaan yang mengeksploitasi perempuan dan mengatur jam kerja agar fitrah perempuan untuk hamil, melahirkan dan menyusui dapat berjalan tanpa perempuan khawatir penghasilan keluarga berkurang. Ketika negara sudah menerapkan segala aturan hidup sesuai syariat Islam maka akan tercipta keberkahan dalam kehidupan. Tak usah membongkar pasang kebijakan dalam mengatur negara demi mencapai kesejahteraan rakyat karena segala aturan dalam sistem Islam memang berasal dari As Salam, Yang Maha Pemberi Kesejahteraan, Allah Subhanallahu Wa Ta’ala.

Wallahu a’lam bishawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak