Pentingnya Amar Makruf Nahi Mungkar



 Oleh: Ummu Afkar

Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah


Pemerintah dan DPR akan mengesahkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat. Dalam RKUHP tersebut terkandung pasal yang mengancam warga negara yang dianggap melakukan penghinaan terhadap Pemerintah, Gubernur, DPR dan Polisi. Warga yang disangka melakukan tindakan tersebut diancam hukuman penjara. Sehingga hal ini dapat menyebabkan masyarakat takut untuk berpendapat apalagi mengkritik. 

Jika RKUHP ini jadi disahkan, kekuasaan Pemerintah dan DPR makin otoriter. Keduanya makin sulit dikritik. Inilah tipudaya demokrasi, mengklaim kedaulatan di tangan rakyat, tetapi justru membungkam suara kritis rakyat terhadap penguasa. . 

Di dalam Islam sudah diajarkan aktivitas muhâsabah (mengoreksi kesalahan) sesama Muslim yang pahalanya besar di sisi Allah SWT. Itulah amar makruf nahi mungkar yang menjadikan umat ini mendapat gelar umat terbaik dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:

"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan mengimani Allah".(TQS Ali Imran [3]: 110).

Amar makruf nahi mungkar yang terbesar adalah yang ditujukan kepada penguasa, yakni mengoreksi kezaliman yang mereka lakukan terhadap rakyat. Begitu mulianya amal ini sehingga disebut oleh Nabi saw. sebagai jihad yang paling utama. 

"Jihad yang paling utama adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa zalim" (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Dailami).

Sering orang mendiamkan kemungkaran penguasa dengan dalih menaati ulil amri atau menyebut hal itu sebagai amal menutupi aib sesama Muslim. Padahal mendiamkan kemungkaran penguasa adalah kemungkaran yang besar. Pasalnya, obyeknya adalah kebijakan mereka yang zalim pada rakyat, bukan pribadi mereka. Kebijakan zalim tersebut seperti memperjualbelikan kepemilikan umum (BBM, gas, air, listrik, dll) kepada rakyat, padahal itu adalah hak mereka; menyerahkan kepemilikan SDM kepada pihak asing-aseng, dan lain-lain. 

Sesungguhnya Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di tengah-tengah umat hari ini adalah warisan dari kaum imperialis Belanda. Sementara Belanda menggunakan undang-undang pidana tersebut berdasarkan turunan dari code penal Prancis, dan Prancis adalah negara yang melakukan kodifikasi terhadap hukum Romawi. 

Ironis, di tengah kriminalisasi terhadap seruan penerapan syariah dan khilafah karena dianggap ide asing, transnasional, justru negeri ini memberlakukan undang-undang pidana yang berasal dari negara asing, bahkan imperialis. Hal inilah yang telah diingatkan Nabi saw.:

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah saw., “Apakah mereka itu mengikuti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi.” (HR al-Bukhari).

Padahal Allah SWT telah menunjukkan kepada umat ini syariah-Nya yang pasti memberikan kebaikan dan membuka banyak keberkahan. Sudah seharusnya umat kembali pada syariah Islam sebagai bukti keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah SWT. Mereka wajib meyakini bahwa tidak ada aturan terbaik selain syariah-Nya. 


WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak