Oleh : Erna Noviyanti,
praktisi kesehatan
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Noch Tiranduk Mallisa menyatakan uji coba penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan dilakukan pada bulan Juli mendatang. Uji coba penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan itu akan dilakukan pada rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan. Pelaksanaan KRIS merupakan amanah Undang - Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan ini bertujuan untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang sama bagi peserta program tersebut.
KRIS menetapkan sembilan kriteria wajib dari 12 kriteria yang disepakati. Empat kriteria wajib pertama mensyaratkan bahan bangunan rumah sakit tidak memiliki porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur dengan minimal dua setop kontak, serta nurse call yang terhubung dengan ruang jaga perawat. Lima kriteria sisanya mewajibkan tersedia meja nakas, stabilnya suhu ruangan 20-26 derajat celsius, ruangan terbagi jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi, noninfeksi, dan bersalin), pengaturan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, serta tirai atau partisi rel dibenamkan atau menempel plafon dan bahan tidak berpori. Sementara itu, tiga kriteria yang dapat dilakukan secara bertahap yakni ketersediaan kamar mandi di dalam ruangan, kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.
Bagaimana dengan perubahan besaran iuran? Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri mengatakan, besaran iuran nantinya akan disesuaikan dengan besaran gaji peserta. Ia menjelaskan, saat ini pihaknya sedang menyelesaikan perhitungan iuran dengan data-data klaim. Selain itu, Asih bilang, perhitungan iuran juga dilakukan berdasarkan data survei.
Pelaku industri asuransi kesehatan juga menantikan skema baru koordinasi manfaat dalam program jaminan kesehatan nasional (JKN) berbasis kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan kelas rawat inap standar (KRIS). Pemodelan CoB bakal dirancang agar tidak ada duplikasi pembayaran premi bagi masyarakat peserta BPJS Kesehatan sekaligus peserta asuransi kesehatan swasta ketika mengakses manfaat atau layanan tambahan yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Direktur PT Asuransi Sinar Mas Dumasi MM Samosir menyambut baik rencana Kementerian Kesehatan untuk menerapkan KRIS dan memperbaiki skema CoB. Dengan adanya wacana tersebut, dia berharap asuransi kesehatan swasta dapat turut berpartisipasi secara luas dalam menanggung layanan atau manfaat tambahan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan ini apakah bisa memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang sama? Faktanya, meskipun pelayanan kesehatan antar peserta BPJS akan sama, tetapi diskriminasi pun akan tetap ada. Skema pelayanan kesehatan masih berkelas, karena tidak semua layanan kesehatan ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Asuransi kesehatan swasta bisa ikut berpartisipasi di layanan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dengan skema Coordination of Benefits (CoB). Oleh sebab itu, penghapusan kelas bukanlah solusi atas diskriminasi, kembali lagi pada kemampuan rakyat dalam mengakses layanan kesehatan.
Disamping itu, kondisi perekonomian rakyat yang kian merana. Jangankan untuk membayar iuran BPJS, untuk makan sehari-hari saja susah. Bukan tidak mungkin akan banyak rakyat menunggak iuran BPJS karena tidak bisa membayar. Aturan yang menjadikan kartu BPJS sebagai syarat mendapatkan sejumlah layanan publik, bisa jadi mengakibatkan penunggakan akan semakin besar karena rakyat dipaksa mendaftar walau tidak sanggup membayar iuran.
Ideologi Kapitalisme yang diterapkan saat ini di dunia, menjadikan tolak ukur di dalam sistem kehidupan adalah untung rugi. Termasuk negara di dalam mekanisme pemenuhan kebutuhan rakyat. Apalagi kesehatan adalah bisnis yang menggiurkan sehingga wajar adanya Kapitalisasi di dalam pelayanan kesehatan, harga bahan, alat dan obat yang semakin mahal. Ditambah negara tidak lagi menjadi pemain tunggal sebagai penyelenggara sistem kesehatan untuk rakyat. Konsep inilah yang sebenarnya menjadi penyakit bagi sistem kesehatan hari ini.
Skema iuran seperti apa pun, jika basis pengaturan layanan kesehatan didasari atas kapitalisasi pastinya akan diskriminatif. Siapa yang mampu membayar lebih, ia yang akan mendapatkan pelayanan lebih baik. Di samping itu butuh biaya besar bagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk menyempurnakan layanan sesuai dengan KRIS yang menetapkan 9 kriteria wajib dari 12 kriteria yang disepakati. Kapitalisme sejatinya telah gagal memberi perlindungan dan jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat.
Dalam Islam kesehatan termasuk masalah cabang yang penting diperhatikan karena menopang kelangsungan peradaban sebagaimana pendidikan. Fasilitas-fasilitas kesehatan masuk pada kepemilikan umum, dengan negara sebagai pengelola untuk menjamin semua individu rakyat memiliki akses yang sama dan mudah untuk mendapatkannya. Sejarah mencatat bagaimana kesehatan di dalam sistem Islam yang pernah diterapkan hingga ribuan tahun. Dalam Negara Islam Pelayanan kesehatan dilingkupi nilai sosial dan kemanusiaan yang sangat tinggi, tidak ada diskriminasi, gratis dan berkualitas. Pembiayaan sepenuhnya bersumber dari baitul mal, bukan dibebankan kepada rakyat melalui pembayaran iuran. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW, demikian pula khalifah sesudahnya.
Sistem kesehatan Islam tidak hanya menyejahterakan pasien tetapi juga tenaga kesehatan. Adapun rahasia kesuksesan para Khalifah dalam memberikan pelayanan kesehatan publik yang berkualitas dan tanpa diskriminasi, adalah kehadirannya sebagai pelaksana hukum syariah kaffah yang mewujudkan sistem kehidupan Islam. Karenanya, sistem kesehatan Islam tidak bisa berdiri sendiri tanpa ditopang sistem ekonomi Islam dan sistem pemerintahan Islam serta dukungan sistem-sistem yang lain.
Tags
Opini