Oleh : Ummu Khielba
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Tenaga honorer kembali dibuat gundah gulana. Pasalnya pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023. Hal ini tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (detik.com, 5/6/2022).
Anehnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, kebijakan penghapusan pekerja honorer tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka (Republika.co.id, 6/6/2022). Tentu ini pernyataan yang menggelitik. Benarkah kebijakan ini dilakukan demi kesejahteraan tenaga honorer?
Perlu diketahui, saat ini masih terdapat THK-II (tenaga honorer kategori II) sebanyak 410.010 orang. Di antaranya ialah tenaga pendidik sebanyak 123.502 orang, tenaga kesehatan 4.782, tenaga penyuluh 2.333, dan tenaga administrasi 279.393 orang. Bisa dibayangkan bagaimana nasib ribuan orang ini jika kebijakan penghapusan honorer dijalankan? Tentu mereka terancam kehilangan pekerjaan.
Memang pemerintah menyatakan tidak serta merta mereka diberhentikan. Pemerintah memberi mereka waktu hingga 28 November 2023 agar mereka yang terdampak ini dipetakan, yakni tenaga honorer yang memenuhi syarat dan kualifikasi diberi kesempatan satu kali untuk mengikuti tes CPNS maupun PPPK 2023. Tapi, bukankah sudah jamak diketahui betapa rumitnya untuk bisa lolos CPNS dan PPPK? Itu pun formasi yang dibutuhkan jauh lebih sedikit dibanding jumlah orang yang membutuhkan pekerjaan. Lantas bagaimana nasib mereka yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai PNS maupun PPPK?
Ketidakpastian tenaga honorer terjadi terus berulang tanpa solusi keberpihakan pada mereka, malang nasib para honorer. Pun ada dana BOS, ternyata Mulai tahun 2020 guru honorer bisa mendapatkan gaji dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dengan ketentuan dan syarat yang harus terpenuhi. Namun, seiring berjalannya waktu, program tersebut pun menuai berbagai reaksi, di antaranya pendapat bahwa dana BOS seharusnya digunakan untuk keperluan mendesak sekolah. Tatkala, dana BOS ini harus dibagi untuk menggaji guru honorer, maka kebutuhan mendesak sekolah tidak bisa tercover oleh dana BOS ini.
Kebijakan pemerintah ini hanya berfokus menyelesaikan masalah penumpukan jumlah guru honorer agar tidak memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat. Padahal bila dipraktikkan kebijakan ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan, menimbulkan masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah. Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat terhadap kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru. Ini juga mencerminkan rendahnya perhatian terhadap nilai sektor Pendidikan bagi pembangunan SDM.
Guru adalah pencetak generasi unggul tangguh yang mampu mengasah aqliyah dan nafsiyahnya. Jika mereka masih bermasalah dalam kesejahteraan kehidupannya apakah akan tuntas proses pembelajaran terhadap anak didiknya? Sistem kapitalisme sekuleris saat ini tidak mampu mewujudkan kemandirian ekonominya karena masih berharap pada sistem ribawi dan liberalisme yang memudahkan para korporasi mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Kesejahteraan hakiki seorang guru hanya ada dalam sistem Islam dalam bingkai khilafah. Bagaimana seorang khalifah memuliakan semua guru. Gajinya cukup fantastis. Sudah masyhur kita ketahui pada masa Khalifah Umar bin al Khattab, para guru digaji 15 dinar (setara 63.75 gram emas) perbulannya. Pada Masa Shalahuddin al-Ayyubi, gaji guru lebih fantastis lagi. Di dua madrasah yang didirikannya, gaji guru berkisar antara 11—40 dinar (setara 46,75 - 170 gram emas). Dengan gaji yang besar ini guru bisa fokus mengajar, tanpa harus kerja sampingan untuk mendapatkan tambahan pendapatan.
Contoh seperti ini bisa dilakukan jika negara sudah memiliki kemandirian finansial, karena pendapatan negara dari sektor riil dan pos pendapatan baitul mal melimpah karena terkelola secara sistemik. Demikianlah sistem islam bisa mensejahterkan tenaga kerja. Tidakkah kita rindu?
Wallahu A’lam