Oleh: Ita Mumtaz
Harga si pedas terus melonjak semakin tinggi. Saat ini mencapai kisaran Rp100.000 per kilogram. Kenaikan harga cabai ini disebabkan berkurangnya produksi akibat banyaknya yang mati sebelum panen serta kekosongan masa tanam akibat cutlrah hujan yang datang lebih awal.
Sebenarnya bukan kali ini saja terjadi siklus kenaikan bahan pangan pertanian, termasuk cabai. Sekilas memang penyebab terbesar adalah faktor alam, yakni curah hujan yang cukup intens kemudian berimbas pada kurangnya pasokan sementara permintaan cukup tinggi. Sesuai fakta di lapangan, maka apabila barang dan jasa yang ditawarkan jumlahnya melimpah, permintaannya sedikit, maka harga akan turun. Sebaliknya barang dan jasa yang ditawarkan jumlahnya sedikit, permintaannya besar, maka harga akan naik.
Jika ditelisik lebih dalam, faktor kenaikan harga cabai sebenarnya adalah mahalnya biaya input produksi. Yakni biaya pengadaan pupuk dan pestisida yang tidak murah. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menanam sangat tinggi. Semua tanaman pertanian membutuhkan biaya pupuk, tenaga, obat-obatan, benih dan alat pendukung produksi yang harganya tak terjangkau bagi sebagian petani.
Untuk benih, petani sering menyediakan sendiri tanpa mendapatkan subsidi dari pemerintah. Terkadang ada subsidi, namun pendistribusiannya selalu bermasalah. Begitu pula harga pupuk dan obat-obatan menjadi kendala yang sangat berarti. Sementara hama dan penyakit selalu menjadi musuh petani yang senantiasa siap menyerang tanaman.
Pemerintah selalu berlepas tangan dalam hali ini, yakni menyerahkan pada kemandirian petani dan mekanisme pasar. Artinya membebankan masalah sepenuhnya kepada petani. Karena biaya produksi sangat tinggi, harganya tentu saja mengalami penyesuaian.
Namun ketika masa panen raya tiba serentak, harga cabai mengalami anjlok drastis sehingga tidak bisa menutupi mahalnya harga produksi, bahkan merugi. Fluktuasi harga komoditas pangan di tingkat usaha petani inilah yang akhirnya menyebabkan pendapatan petani paling rendah dibandingkan pendapatan pelaku di sektor usaha lainnya.
Selama ini pemerintah memang tak berpihak pada kepentingan petani. Tidak ada kebijakannya yang melindungi hasil pertanian lokal. Padahal petani sejatinya adalah pemeran utama dalam upaya ketahan pangan negara. Kesejahteraan yang didamba pun masih jauh panggang dari api.
Pemerintah justru lebih berpihak pada para pemilik modal besar dalam sektor pertanian. Perlakukannya kepada rakyat tak lagi sebagai pelindung dan pengayom umat. Inilah ciri khas sistem kepemimpinan kapitalisme, kebijakan selalu melihat untung rugi.
Seharusnya negara turun tangan memberikan bantuan secara langsung atau subsidi berbagai fasilitas utama dan penunjang pertanian. Baik berupa modal, benih, pupuk, obat-obatan, dan teknologi. Karena dalam baitul mal terdapat Diwan ‘atha (seksi santunan) yang memang menangani masalah bantuan dan subsidi tersebut. Sumber pendapatannya diambil dari kepemilikan negara (fa’i dan kharaj). Tujuannya mendorong petani melakukan intensifikasi dan ekstentifikasi pertanian. Dengan ini negara pun mampu berswasembada pangan. Sehingga tidak ada ketergantungan pada asing yang beresiko dijajah secara ekonomi dan politik seperti saat ini.
Nqgara juga harus mengkondisikan harga komoditas pertanian sesuai mekanisme pasar secara alamiah. Wujud pasar dalam Islam, merupakan refleksi dan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Islam mengatur bagaimana keberadaan pasar tidak merugikan antara satu dengan yang lain. Harga komoditas pertanian tergantung kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran secara alamiah antara para petani dan konsumen.
Untuk memastikan berjalannya aktivitas ekonomi di pasar sesuai syariat Islam, negara menempatkan qadhi hisbah (al-muhtasib). Al-Muhtasib inilah yang memiliki kewenangan memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan terhadap syariat secara langsung, tanpa memerlukan sidang pengadilan. Sejumlah polisi ditetapkan berada di bawah wewenangnya untuk mengeksekusi perintahnya dan menerapkan keputusannya saat itu juga.
Penerapan aturan di sektor pangan ini harus berjalan di atas koridor sistem ekonomi Islam. Dengan konsep khasnya, bahwa negaralah yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu secara sempurna. Maka seluruh pasokan pangan harus berada di bawah kontrol negara. Wallahu’alam bish-shawab.
Tags
Opini