Oleh: Hamnah B. Lin
Sinyal kenaikan tarif listrik semakin kuat. Apalagi, kenaikan tarif tersebut sudah disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengungkap, Presiden Jokowi telah memberi restu kenaikan tarif listrik untuk golongan 3.000 VA ke atas. Hal itu sebagai respons pemerintah atas lonjakan komoditas energi.
"Bapak Presiden atau kabinet sudah menyetujui kalau untuk berbagi beban, untuk kelompok rumah tangga yang mampu, yaitu direpresentasikan dengan mereka yang langganan listriknya di atas 3.000 VA, boleh ada kenaikan tarif listrik, hanya di segmen itu ke atas," kata Sri Mulyani saat rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, 19 Mei 2022 lalu.
Jika melihat pengalaman ke belakang, penyesuaian tarif itu diumumkan sekitar sebulan sebelum diterapkannya tarif baru. Sebagai contoh, untuk tarif pelanggan non subsidi April-Juni 2021 dipublikasikan di laman Kementerian ESDM pada 8 Maret 2021. Kemudian, tarif listrik Januari-Maret 2021 dipublikasikan 4 Desember 2020.
Dengan pengalaman tersebut, seharusnya tarif listrik untuk Juli-September 2022 seharusnya bisa diketahui pada awal Juni ini.
Berdasarkan keterangan dari laman Kementerian ESDM, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2020 apabila terjadi perubahan indikator makro ekonomi seperti kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi dan harga patokan baru bara (HPP) yang dihitung tiga bulanan, maka dilakukan penyesuaian tarif tenaga listrik.
Patut diketahui, saat ini terdapat 37 golongan tarif di mana 13 golongan di antaranya menerapkan mekanisme tariff adjusmen atau non subsidi. Namun, pemerintah menahan penyesuaian tarif sejak tahun 2017.
Sehingga pemerintah beralasan, kenaikan TDL tersebut wajar karena sejak 2017 tidak pernah melakukan penyesuaian tarif listrik kendati harga bahan bakar minyak naik dan kurs rupiah melemah. Oleh karenanya, demi memenuhi gap harga keekonomian dan tarif listrik yang tidak mengalami penyesuaian, pemerintah membayarkan dana kompensasi kepada PT PLN.
Alasan ini sepintas memang benar, bahwa pemerintah selama ini menanggung beban berat atas subsidi yang telah diberikan kepada rakyatnya. Maka pemerintah ingin berbuat adil, dengan berbagi beban berat ini dengan rakyatanya. Benarkah pola pikir semacam ini yang harusnya muncul dari penguasa atau pemimpin sejati? Tepatkah hanya subsidi yang diberikan kepada rakyat? Mungkinkah kita bisa mendapatkan tarif harga listrik yang murah bahkan gratis?
Jika kita melihat data Badan Geologi Kementerian ESDM, cadangan batu bara Indonesia mencapai 26,2 miliar ton. Dengan produksi batu bara sebesar 461 juta ton tahun lalu, diperkirakan umur cadangan batu bara masih 56 tahun lagi apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru ( Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2018 ).
Bahkan, jika batu bara tersebut hanya digunakan untuk keperluan pembangkit listrik dalam negeri, cadangan tersebut bisa bertahan ratusan tahun. Namun sayang, sumber daya batu bara tersebut tidak digunakan sepenuhnya untuk pembangkit listrik dalam negeri, melainkan 75% justru untuk dieksport.
Betapa tidak, Indonesia merupakan negara pengekspor batu bara termal terbesar dunia. Kementerian ESDM menetapkan target produksi batu bara 2022 mencapai 663 juta ton yang diperuntukkan untuk konsumsi domestik/domestik market obligation (DMO) sebesar 165,7 juta ton, sedangkan sisanya 497,2 juta ton akan mengisi pasar ekspor.
Namun faktanya, banyak pengusaha batu bara yang tidak mematuhi aturan DMO tersebut, karena harga jual batu bara keluar negeri lebih tinggi. Siapa yang tidak tergiur dengan keuntungan besar ini. Dan setali tiga uang, pemerintah sendiri juga tidak tegas dengan adanya eksport -eksport ilegal. Karena ternyata penguasa sendiri adalah pengusaha batu bara itu sendiri. Atau penguasa sendiri senantiasa berkelindan dengan pengusaha.
Dan diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi oleh negeri ini nyatanya adalah akar masalah kenapa tarif listriki mahal. Sistem tersebut menyebabkan liberalisasi pada tata kelola listrik, baik sumber energi primer maupun layanan listriknya.
Pertama, liberalisasi sumber energi primer. Disahkannya UU 3/2020 sebagai Perubahan terhadap UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara makin memudahkan penguasaan tambang batu bara oleh korporasi.
Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia menyebut revisi UU Minerba dapat menjadi angin segar bagi emiten pertambangan. Salah satu poin dari revisi ini adalah mengenai otoritas manajemen dan perizinan, yakni pemerintah pusat memiliki otoritas untuk pemberian izin dan pengawasan pertambangan.
UU 22/2001 juga menjadi payung hukum legalisasi penguasaan terhadap ladang minyak dan gas (migas) di Indonesia. Akibatnya, hampir 80% ladang migas Indonesia dikuasai asing (ugm.ac.id, 26/9/2013).
Kedua, liberalisasi (komersialisasi) layanan listrik. Kekacauan pengelolaan listrik terjadi sejak 1992 ketika swasta mulai diperkenankan turut serta dalam bisnis penyediaan listrik dengan dikeluarkannya Keppres 37/1992. Saat itu, digembar-gemborkan bahwa kita akan kekurangan pasokan listrik sehingga perlu membuka pintu lebar-lebar bagi swasta untuk membangun pembangkit baru. Sejak itu, berdirilah berbagai pembangkit swasta untuk membantu suplai listrik PLN.
Liberalisasi ini diperkuat UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan dan terjadilah vertical unbundling (pemecahan secara fungsi, yaitu pembangkit, transmisi, dan distribusi). Dengan demikian, pembangkit, transmisi, distribusi, hingga ritel/penjualan ke konsumen dapat dilakukan sepenuhnya oleh swasta.
Ahmad Daryoko selaku pakar kelistrikan mengatakan sebenarnya sudah terjadi vertical unbundling dan liberalisasi kelistrikan di PLN Jawa-Bali. Hanya saja, biaya akibat liberalisasi listrik di wilayah ini—berupa multi-transfer pricing cost saat ini—masih ditanggung PLN.
Lantas jika PLN kehabisan uang untuk menananggung biaya liberalisasi ini, tentu akhirnya PLN menanggung hutang banyak. Hingga hari ini pun utang PLN kian menumpuk. Merujuk laporan keuangan PLN kuartal I/2020, PLN memiliki utang jangka panjang Rp537 triliun dan utang jangka pendek Rp157,79 triliun. Dengan demikian, total utang PLN adalah Rp694,79 triliun. (Okezone, 30/8/2020).
Tidak cukup itu, untuk guna meningkatkan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik dalam negeri, pemerintah mendorong peran swasta untuk ikut serta dalam penyediaan tenaga listrik, sebagaimana tercantum dalam PP 14/2012.
Jika melihat laporan keuangan PT PLN 2014—2019, pembelian tenaga listrik meningkat cukup tinggi, pada 2019 pertumbuhannya mencapai 81% dibandingkan 2014. Besarnya pembelian listrik kepada pihak swasta juga disebabkan dari kesepakatan jual listrik swasta itu mengandung klausul Take or Pay (TOP).
PLN pun terkena kewajiban untuk membeli listrik swasta sesuai kapasitas yang ada dalam kontrak. Akibatnya, PLN tidak bisa menurunkan kapasitas yang dibeli dari listrik swasta dan tetap dibeli walaupun PLN tidak bisa menyalurkannya kepada masyarakat.
Sungguh pengelolaan yang amat merugikan, karena peran swasta dan adanya kontrak-kontrak kerja yang makin membuat negeri ini tidak merdeka mengatur kebijakannya. Pengelolaan hajat hidup rakyat ini seharusnya serius ditangani, karena jika tidak maka penguasa telah melakukan kedzaliman dan tidak amanah terhadap janji yang dilontarkan kepada rakyatnya. Akankah kita menemukan pengelolaan yang smart dan adil ?
Islam sebagai agama sekaligus mabda yang melahirkan peraturan guna mengatur seluruh aspek kehidupan ini, memiliki seperangkat aturan yang sangatlah sempurna. Melalui sistem pemerintahannya, khilafah menjalankan seluruh syariat yang berasal dari Allah SWT Sang Pencipta Sang Pengatur kehidupan.
Dalam pandangan Islam, listrik merupakan milik umum, dilihat dari dua aspek, yaitu pertama, listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk dalam kategori “api” yang merupakan milik umum.
Nabi saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Juga termasuk dalam kategori “api” tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik, seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.
Kedua, sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik, baik oleh PT PLN maupun swasta, sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar, seperti migas dan batu bara. Ini juga merupakan milik umum.
Abyadh bin Hammal ra. bercerita, ia pernah datang kepada Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam, lalu beliau saw. memberikannya. Ketika ia pergi, seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda apa yang Anda berikan? Tidak lain Anda memberinya laksana air yang terus mengalir.” Rasul lalu menariknya dari Abyadh bin Hammal. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dll.)
Riwayat ini berkaitan dengan barang tambang garam, bukan garam itu sendiri. Awalnya, Rasul saw. memberikan tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, ketika beliau diberi tahu tambang itu seperti ‘laksana air yang terus mengalir’, seketika Rasul menariknya kembali dari Abyadh.
“Laksana air yang terus mengalir” artinya cadangannya besar sekali sehingga menjadikan statusnya sebagai milik umum. Dengan demikian, pengelolaan listrik dan tambang energi primer (batu bara dan migas) sebagai penghasil energi listrik tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta, apa pun alasannya.
Negara akan bertanggungjawab mengelola sumber daya alam mulai dari hulu hingga hilir. Memastikan betul bahwa seluruh rakyatnya mendapatkan aliran listrik. Memastikan betul kepada setiap individu rakyatnya mendapatkan pelayanan listrik secara mudah, murah bahkan gratis. Karena dalam sistem khilafah, seluruh pengelolaan semata melayani rakyat, bukan sebagai regulator atau bahkan penjual barang dan jasa kepada rakyatnya. Murni semuanya ikhlas sebagai bentuk tanggungjawabnya sebagai pemimpin umat.
Juga tidak memberikan peluang kepada swasta, baik swasta dalam negeri maupun asing, karena listrik atau api adalah milik umum. Maka pengelolaannya mutlak ditangan negara, digunakan sebesar-besarnya untuk kesejateraan rakyatnya. Demikian gambaran kecil pengelolaan dalam Islam yang pastinya akan membawa maslahat bagi seluruh alam. Perjuangkan sistem ini agar tegak kembali menaungi negeri tercinta ini.
Wallahu a'lam.