Oleh : Ummu Fairuz
Entah apa yang terjadi di negeri ini. Korupsi yang sudah seperti tradisi kini terjadi lagi. Kasus kali ini menjerat Bupati Bogor Ade Yasin yang diduga melakukan suap kepada anggota tim audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tersangka yang terdiri dari pejabat dan ASN Pemkab Bogor termasuk Ade Yasin, juga empat anggota tim audit BPK telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini berawal dari Ade yang mendapat laporan bahwa laporan keuangan Pembkab Bogor jelek bahkan bisa berdampak pasa kesimpulan disclaimer. Sehingga Ade menginginkan agar laporan keuangan Pemkab Bogor mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Untuk itu, Ade pun mengeluarkan suap dengan total sebesar 1,24 Miliar yang digunakan sebagai uang pelicin bagi para auditor untuk pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor 2021.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko, menegaskan bahwa dinasti politik yang dibangun dari biaya kontestasi politik yang mahal hanya melahirkan pimpinan daerah yang korup. Ia juga mengatakan bahwa politik dinasti sulit diberantas karena berkaitan dengan hak memilih dan dipilih. Tetapi bisa masuk dengan pengaturan konflik kepentingan dan pendidikan politik warga. Hal ini dikatakan Wawan kepada reporter tirto.id 28/4/2022.
Dalam sistem Kapitalis-Demokrasi yang diterapkan saat ini memang sangat sulit untuk memberantas segala bibit tindakan koruptif karena standar perbuatannya bukan baik atau buruk melainkan materi. Yang dipikirkan hanya soal untung atau tidak, biaya kontestasi politik yang mahal juga tidak adanya hukum tegas bagi para koruptor membuat korupsi semakin marak terjadi. Korupsi yang mengakar ini lah yang menjadi biang kemiskinan dan beban ekonomi masyarakat.
Dalam syari'at Islam, suap menyuap hukumnya haram. Suap merupakan salah satu bentuk risywah, dan pengertian risywah sendiri ialah pemberian yang diberikan kepada orang lain dengan maksud meluruskan perbuatan tercela. Tujuan lainnya adalah menjadikan salah perbuatan yang sebetulnya sesuai syari'ah. MUI telah memutuskan bahwa memberi dan menerima risywah ialah haram. Putusan ini bersandar pada beberapa ayat Al-Qur'an juga hadist Rasulullah SAW, yang diantaranya:
سَمَّٰعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّٰلُونَ لِلسُّحْتِ ۚ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْـًٔا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِٱلْقِسْطِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya: "Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil." (QS. Al-Maidah :42)
Penggambaran dalam ayat ini merujuk pada perilaku haram menerima suap. Perkara diputuskan dengan dasar besarnya suap yang diterima hakim. Ada pula hadist Rasulullah SAW yang berbunyi:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.
Artinya: Dari Abdullah bin 'Amr, dia berkata, "Rasûlullâh melaknat pemberi suap dan penerima suap." (HR Ahmad).
Selain itu, Islam memiliki cara preventif untuk mencegah korupsi, yakni sebagai berikut:
Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme.
Kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya.
Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya.
Keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara.
Kelima, Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.
Keenam, adanya teladan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya.
Ketujuh, pengawasan oleh negara dan masyarakat.
Tindakan korupsi akan sulit diberantas jika kita masih menggunakan sistem pemerintahan yang sama. Para koruptor akan terus berkeliaran di mana-mana. Solusi untuk permasalahan ini ialah menerapkan kembali sistem Islam. Berharap pada penyempurnaan sistem rusak saat ini hanyalah perbuatan yang sia-sia karena itu tak akan pernah terjadi. Terapkan Islam secara kaffah, maka semua permasalahan kehidupan akan selesai.
Oleh karena itu, mencampakkan sistem Demokrasi adalah suatu keharusan agar kerusakan demi kerusakan tidak lagi menimpa masyarakat. Kemudian, menggantinya dengan sebuah sistem kehidupan yang beasal dari Sang Khaliq, yaitu syariat Islam.
Wallahu a'lam bishshawab.