Kapitalisme Melahirkan Kebobrokokan



Oleh : Rohani Hani

Kapitalisme adalah ideologi yang meyakini bahwa modal milik perorangan ataupun sekelompok orang dalam masyarakat bisa mewujudkan kesejahteraan manusia. Dalam penerapan sistem ekonominya, setiap warga negara dimungkinkan untuk menguasai modal dan bisnis yang tak terbatas, dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Jadi dalam kehidupan kapitalis, materi yang akan mereka kejar tanpa peduli halal maupun haram. Sebut saja korupsi yang dilakukan pejabat atau anggota dewan.

Seperti halnya drama kasus hukum yang menerpa petinggi KPK dan berbagai instansi dengan menggeret para penegak hukum mulai Kepolisian, Kejaksaan, hingga Lembaga Pelindung Saksi. (detikNews, Senin 09 Nov 2009 )

Miris! Mungkin itulah kata tertepat untuk menggambarkan penegakan hukum di Indonesia saat ini. Dan lucunya sudah jelas korupsi serta dipidana beberapa tahun malah di pilih jadi Komisaris BUMN. Contohnya adalah Mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis ditunjuk sebagai salah satu komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). PIM merupakan anak usaha PT Pupuk Indonesia (BUMN). Ia diangkat menjadi komisaris sejak 18 Febuari 2021 dan ditunjuk oleh para pemegang saham PT PIM (Kompas.com, 5 Agustus 2021)

Itulah bentuk hukum yang dibuat manusia, jadi selalu akan mengedepankan kepentingan golongan tertentu yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan rakyat dan kekayaan negara. Permainan kotor, dosa bahkan kemaksiatan melenggang bebas seakan semua perbuatan tidak ada hisabnya kelak di yaumil akhir.

Dan tidak hanya di lembaga umum, bahkan korupsi sudah menjalar ke lembaga yang notabene membawa misi keagamaan. Taman Pendidikan Al Qur'an (TPQ), menjadi salah satu pos korupsi. Tidak sedikit fakta lapangan menunjukkan bahwa ada pihak yang kemudian mengambil dana dari Kemenag ini dan akhirnya tidak tersalurkan bagi santri - santri TPQ. Disini dapat dilihat bahwa kapitalis telah merasuk ke berbagai lini kehidupan. Menggerus idealitas, bahkna sampai ke orang religius sekalipun.

Banyak cela dalam sistem saat ini. Ibarat gunung es, kecacatan yang tidak terpublish, tidak tampak, jauh lebih banyak lagi. Sebaliknya dengan islam, segala sistem yang diterapkan adalah hukum yang berasal dari Allah SWT, yang sudah pasti akan mendatangkan kebaikan, keberkahan. 

Penguasa dalam Islam disyaratkan orang yang adil dan punya kemampuan menjalankan amanah kepemimpinan. Pemimpin atau penguasa adalah pelindung rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia pimpin, kelak pada hari kiamat ia akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah kepemimpinannya itu. Rasulullah saw. bersabda,
رَعِيَّتِهِ عَنْ وَمَسْئُولٌ رَاعٍ الإِمَامُ
Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari)
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Dari seluruh pemaparan ini, sesungguhnya jelas bahwa pada dasarnya seluruh kekuasaan dalam Islam ditujukan untuk menegakkan hukum Allah Ta'ala dan amar makruf nahi mungkar.
Sistem pemerintahan dalam Islam tidak hanya efektif dan efisien, melainkan juga menutup peluang lahirnya pemimpin diktator, sewenang-wenangan, dan dominasi kekuasaan oleh kelompok tertentu.  Rakyat maupun penguasa tidak punya hak untuk membuat hukum yang lazim digunakan untuk memaksa orang lain. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan, Islam pun memiliki mekanisme pengangkatan pejabat negara yang jitu. Sosok pemimpin ini yang berkuasa harus memiliki dua kriteria utama: kekuatan (al-quwwah) dan amanah (al-amanah). 

Yang dimaksud “al-quwwah” adalah kapabilitas dalam semua urusan, baik dalam urusan peperangan, pemerintahan—yang terwujud pada kapasitas ilmu dan keadilan—serta kemampuan dalam menerapkan syariat. Adapun “al-amanah”, direfleksikan pada takut kepada Allah Taala, tidak menjual ayat-ayat-Nya dengan harga murah, dan tidak pernah gentar terhadap manusia.

At-taqwa adalah salah satu sifat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin maupun penguasa. Pemimpin yang bertakwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin seperti ini cenderung untuk tidak menyimpang dari aturan Allah Taala. Ia selalu berjalan lurus sesuai dengan syariat Islam dan berusaha sekuat tenaga untuk menerapkan hukum-hukum-Nya. Ia sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Akhir kelak. Untuk itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya.

Ar-rifq, yakni lembut terhadap rakyatnya, akan menjadikan pemimpin makin dicintai dan tidak ditakuti rakyatnya. Ia tidak akan pernah menyusahkan rakyatnya dan tidak menimbulkan antipati. Sebaliknya, ia menjadi pemberi kabar gembira dan dicintai rakyatnya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Aisyah ra. berkata,
“Saya mendengar Rasulullah saw. berdoa di rumah ini, ‘Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia membebaninya, maka bebanilah dirinya. Siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurus urusan umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.’.” (HR Muslim) jadi struktur dalam tatanan negara pun juga jelas sehingga bila ada celah sedikit saja tentu akan dengan segera tertangani . 

Disini juga ada partai politik islam yang akan selalu mengawasi  negara bila kemungkinan salah dalam terjun kelapangankelapangan/ penyelewengan hingga semua bisa terkontrol. Nah itulah sistem khilafah yang sangat dirindukan oleh seluruh umat agar kesejahteraan serta keadilan dapat dirasakan semua makhluk dimuka bumi ini. Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak