Oleh: Atik Hermawati
Akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dalam siaran pers Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (PMD BNPT) pada Minggu (5/6), mengungkapkan perlunya regulasi yang mampu menindak tegas penyebaran paham radikal atau radikalisme dan terorisme di kampus. Menurutnya regulasi saat ini belum bisa memenuhi standar untuk penanggulangan paham-paham radikal. Hal ini terkait dengan terbatasnya ruang gerak aparat penegak hukum untuk menertibkan penyebar narasi radikalisme terutama di lingkungan kampus. (Merdeka.com, 5/6/2022)
Maraknya perbincangan akan perlunya regulasi lebih dalam mencegah paham "radikal" (khususnya tentang Khilafah) mencuat setelah viral konvoi Khilafatul Muslimin yang terjadi pada 29 Mei lalu di Cawang, Jakarta Timur. Dimana konvoi tersebut beratribut bendera tauhid berwarna hijau dan tulisan terkait kebangkitan Khilafah. Hal ini kemudian menjadi alasan pemerintah membuat aturan lebih keras terhadap ajaran Islam (Khilafah) atas nama perang melawan radikalisme. Namun di saat yang sama, pemerintah terkesan membiarkan promosi massif terhadap pemikiran rusak seperti kampanye L9BT, korupnya para pejabat, dan sebagainya.
Monsterisasi Khilafah semakin massif dilakukan seiring penderasan arus kapitalisasi potensi pemuda. Hal ini pun bertujuan untuk menghalangi pemuda muslim mengenal utuh ajaran agamanya sendiri. Padahal Khilafah ialah ajaran Islam yang harus diamalkan untuk menerapkan syariat lainnya dalam bentuk kenegaraan. Bukankah sistem demokrasi saat ini pun berasal dari asing?
Tidak berlebihan jika pemerintah saat ini dikatakan islamofobia akut. Pengikisan ajaran Islam (terutama jihad dan Khilafah) bahkan penuduhan sebagai hal yang berbahaya bagi bangsa dan negara, mengindikasikan hal itu. Isi yang digulirkan sejatinya pun untuk menutupi kegagalan penguasa dalam mengurus rakyatnya.
Ketakutan akan tegaknya Islam yang haq tak lain ialah perpanjangan dari program global WoT ataupun Wo yang diagendakan Barat. Melalui kampanye moderasi agama juga kebijakan yang mendiskriminasi Islam dan ajarannya bahkan pengembannya, bertujuan menjauhkan umat dari pemahaman Islam sebenarnya. Padahal Barat dan anteknya ialah musuh sesungguhnya yang telah lama melakukan imperialisme terhadap negeri ini.
Khilafah Ajaran Islam
Mengutip dari Al-Waie, menurut istilah para ulama, Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh umat dalam mengatur urusan agama dan urusan dunia. Meskipun dengan redaksi yang berbeda-beda, ulama Aswaja sepakat bahwa Khilafah adalah sistem pemerintahan yang tegak di atas akidah Islam. Islam memposisikan Khalifah sebagai pemimpin agung seluruh umat Islam yang menerapkan Islam secara menyeluruh dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Mereka juga sepakat bahwa Khilafah dan Imamah memiliki pengertian sama (sinonim).
Imamah itu diposisikan untuk Khilâfah an-Nubuwwah dalam menjaga agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 5)
Al-‘Allâmah asy-Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani rahimahulLâh juga menyatakan: Khilafah adalah kepemimpinan umum untuk seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh penjuru alam. Khilafah substansinya sama dengan Imamah. Dengan demikian Imamah dan Khilafah memiliki makna yang sama (An-Nabhani, Al-Khilâfah, hlm. 1).
Khilafah Islam adalah institusi politik yang berkewajiban menerapkan Islam secara menyeluruh di dalam negeri dan menyebarkan Islam ke luar negeri, ke seluruh penjuru dunia (Lihat, antara lain: Imam Ibn ‘Abidin, Radd al-Mukhtâr, 4/205).
Alhasil, substansi Khilafah ada tiga: (1) penerapan syariah Islam secara kâffah; (2) penyatuan kaum Muslim seluruh dunia di bawah satu kendali kepemimpinan dan dalam persaudaraan sejati yang didasarkan pada akidah Islam; (3) penyebaran dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Dengan demikian negeri mayoritas muslim ini tidak sepatutnya membenci kata Khilafah, sebab itu adalah bagian dari ajaran Islam. Seyogianya negara memahamkan pemahaman yang benar akan ajaran Islam, lalu menerapkan syariat Islam secara kaffah. Dengan izin-Nya negeri ini akan dipenuhi keberkahan dan kecukupan bagi masyarakatnya. Selanjutnya membenci apa yang bertentangan dari Islam seperti liberalisme, pluralisme, sekularisme, moderat, dan sebagainya. Hal itulah yang justru membahayakan umat.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini