Oleh: Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Pemuda adalah sosok yang selalu hangat dibicarakan. Karena merekalah ujung tombak masa depan bangsa bahkan umat manusia. Di tangan merekalah, estafet perjuangan dan mengisi peradaban diletakan. Sementara itu, Islam sebagai sebuah jalan hidup sempurna, sangat konsen dalam mempersiapkan pemuda dengan pembianaan yang paripurna.
Berbicara pemuda, tentu tidak lepas dari masa kecil atau usia dini. Di masa lalu, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Sejak sebelum lahir dan saat balita, orang tuanya telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk menghafal Alquran dengan cara memperdengarkan bacaannya. Rutinitas itu membuat mereka bisa hafal Alquran sebelum usia enam atau tujuh tahun. Di usia emas [golden age] seperti ini, anak-anak bisa dibentuk menjadi apapun, tergantung orang tuanya.
Setelah mereka bisa menghafal Alquran di usia enam atau tujuh tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadits. Saat usia sepuluh tahun, mereka pun bisa menguasai Alquran, hadits, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat, sekelas Alfiyah Ibn Malik. Karena itu, di era khilafah bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa. Iyash bin Mu’awiyah, Muhammad bin Idris as-Syafii, misalnya, sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun.
Selain penguasaan ilmu pengetahuan yang begitu luar biasa, mereka juga dibiasakan oleh orang tua-orang tua mereka untuk ke mengerjakan shalat, berpuasa, berzakat, infaq hingga berjihad. Sosok Abdullah bin Zubair, misalnya, yang dikenal sebagai ksatria pemberani tidak lepas dari didikan orang tuanya, Zubair bin al-Awwam dan Asma’ binti Abu Bakar. Abdullah bin Zubair sudah diajak berperang oleh ayahnya saat usianya masih 8 tahun. Dia dibonceng di belakang ayahnya di atas kuda yang sama.
Dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, kehidupan pemuda di era khilafah jauh dari hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Keimanan yang mantap menjauhkan mereka dari stres, apalagi menjamah miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.
Kehidupan pria dan wanita pun dipisah. Tidak ada ikhtilath, khalwat, menarik perhatian lawan jenis [tabarruj], apalagi pacaran hingga perzinaan. Selain berbagai pintu ke sana ditutup rapat, sanksi hukumnya pun tegas dan keras, sehingga membuat siapapun yang hendak melanggar akan berpikir ulang karenanya.
Tak heran jika kemudian produktivitas generasi muda di era khilafah ini pun luar biasa. Banyak karya ilmiah yang mereka hasilkan saat usia mereka masih muda. Begitu juga riset dan penemuan juga bisa mereka hasilkan ketika usia mereka masih sangat belia. Semuanya itu merupakan dampak dari kondusivitas kehidupan masyarakat di zamannya.
Peran negara, masyarakat dan keluarga begitu luar biasa dalam membentuk karakter dan kepribadian mereka. Selain kesadaran individunya sendiri.
Ada ungkapan bijak, “Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebenaran, pasti sibuk dalam keburukan.” Karena itu, selain kehidupan masyarakat yang bersih, berbagai tayangan atau acara yang bisa menyibukkan masyarakat dalam keburukan atau kerusakan harus dihentikan. Mungkin awalnya mubah, tetapi lama-lama kemubahan tersebut melalaikan, sia – sia, bahkan menyibukkannya dalam hal yang dilarang agama.
Sehingga agar masyarakat, khususnya generasi muda tidak terperosok dalam kesia-siaan, mereka harus disibukkan dengan ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Alquran, hadits, kitab-kitab tsaqafah para ulama’, atau berdakwah di tengah-tengah umat dengan mengajar di masjid, kantor, tempat keramaian, dan sebagainya. Mereka juga bisa menyibukkan diri dengan melakukan perjalanan mencari ilmu, berjihad, atau lainnya. Semua itu agar apapun yang mereka miliki menjadi berkah.
Dan semua itu hanya pernah ada dan hanya mungkin terjadi ketika negara ikut berperan serta. Seperti fakta sejarah ketika Islam berkuasa. Sehingga jika kita berharap, kondisi di atas bisa tercapai kembali, satu – satunya jalan adalah berjuang untuk diterapkannya Islam kembali dalam kehidupan ini. Penerapan Islam Kaffah yang hanya bisa diraih dalam sistem khilafah.
Wallahu a’lam bi ash showab.