Indonesia Tak Siap Menyongsong Endemi ?

 


Oleh Desi Anggraini

 Pendidik Palembang


Ahli kesehatan masyarakat Hermawan Saputra menyayangkan kebijakan pemerintah yang melonggarkan pembatasan di masa pandemi, terkait situasi kenaikan kasus Covid-19. Menurut Hermawan, walau niatnya untuk menggerakkan kembali roda perekonomian, tetapi pelonggaran itu membuat masyarakat cenderung mengabaikan protokol kesehatan seperti tidak mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.


Hermawan mengatakan, protokol kesehatan yang longgar ini justru akan tetap membuat risiko Covid-19 tetap tinggi di tengah masyarakat. Sebab, di tengah harapan penurunan kasus dan berharap akan segera masuk ke fase endemi, maka tidak ada satupun pihak yang ingin kembali terjadi lonjakan.


 Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada pekan lalu mengatakan, kenaikan kasus Covid-19 saat ini masih dalam taraf aman dan normal selepas peringatan hari raya.Menurut Budi, saat ini, angka positivity rate di tingkat nasional berada di angka 1,15 persen sehingga kondisi kasus masih terjaga. ( Kompas.com, 12/06/2022)


Pertanyaannya, apakah Indonesia mampu bebas dari Covid-19 dan beralih ke endemi dengan menganggap Covid-19 sebagai penyakit biasa? Bagaimana dengan persiapan pemerintah menghadapi tantangan varian baru Covid-19 yang terus bermunculan? 


Untuk melakukan transisi pandemi ke endemi, pemerintah mestinya melakukan persiapan lebih matang ketimbang sekadar rencana atau wacana. Jika tidak menyiapkan langkah strategis dengan baik, hal tersebut akan berdampak pada sebaran penyakit yang terus terjadi. Hal-hal yang mestinya disiapkan, terangkum dalam beberapa hal:


Pertama, memastikan edukasi protokol kesehatan tetap berjalan meski kasus Covid-19 menunjukkan penurunan. Negara tidak boleh latah dengan kebijakan negara lain. Hal ini mengingat infrastruktur, sistem kesehatan, dan kesiapan Indonesia tentu berbeda dengan negara lain.


Kedua, memastikan pelaksanaan vaksinasi merata hingga ke pelosok desa, baik vaksinasi dosis 1, 2, dan 3 (booster). Hingga hari ini, vaksinasi dosis ketiga baru mencapai 22,71%.


Ketiga, tidak gegabah “mengendemikan” pandemi. Jika dirasa Indonesia belum memenuhi indikator endemi, ya jangan memaksakan diri hanya karena alasan ekonomi sebab hal ini menyangkut keselamatan nyawa rakyat.


Keempat, tidak menerapkan kebijakan nanggung atau tarik ulur perihal penanganan pandemi Covid-19. Kebijakan tarik ulur hanya akan membuat kepercayaan publik kepada pemerintah makin menurun. Akibatnya, imbauan kesehatan yang pemerintah serukan tidak akan didengar dan diikuti masyarakat.


Kelima, melakukan pelayanan kesehatan secara optimal, baik pandemi maupun endemi. Selama pandemi, biaya penanganan dan pasien Covid-19 menjadi tanggungan negara. Namun, bila status pandemi berubah jadi endemi, ada kemungkinan biaya pengobatan pasien Covid-19 tidak lagi menjadi tanggungan negara. Ini akibat pengelolaan sistem kesehatan yang dikapitalisasi. Pemerintah pun pilih-pilih dalam menggratiskan biaya kesehatan masyarakat.


Sejatinya, negara bisa melakukan langkah strategis tersebut sepenuh hati apabila paradigma pelayanan kepada rakyat tidak berkiblat pada kapitalisme. Corak kepemimpinan kapitalisme terbukti banyak mengabaikan pemenuhan hajat publik, semisal sistem layanan kesehatan berbayar dengan dalih iuran sebagaimana BPJS Kesehatan.


Pandemi tidak akan berlarut-larut jika sejak awal ditangani tepat sesuai protokol Islam, yakni karantina wilayah dan vaksinasi secara menyeluruh. Sayangnya, pemerintah lebih menyukai kebijakan “jalan tengah” yang katanya meminimalisasi risiko resesi ekonomi dengan kebijakan tarik ulurnya. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Pandemi memasuki fase ketiga. 


Akan tetapi, belum terlambat untuk memperbaiki segalanya asalkan sistem tata kelola negeri ini diatur sesuai syariat Islam. Lagi pula, apa yang bisa kita harapkan dari kapitalisme yang banyak menimbulkan kerusakan dan pengabaian hak-hak rakyat? 


Hanya dengan menerapkan sistem Islam kafah, riayah suunil umah dapat berjalan, yakni mengatur dan mengurusi keperluan serta kemaslahatan rakyat dengan amanah dan berkah.


Wallahu a’lam bisshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak