Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Viralnya nasi padang babi mengguncang dunia kuliner Nusantara. Pemiliknya pun sempat kaget karena disinyalir, usaha ini sudah lama tak beroperasi (10/6/2022). Usaha "Babiambo" milik Sergio ini baru beroperasi masa pandemi 2020. Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang, Andre Rosiade sangat menyayangkan tragedi tersebut. Pasalnya olahan restoran ini meresahkan masyarakat, karena makanan non halal yang dijualnya (detiknews.com, 10/6/2022).
Padahal, Minangkabau sangat kental dengan ketaatannya akan syariat Islam. Namun, mengapa fakta yang mencoreng nama Minangkabau ini terangkat di hadapan publik? Bahkan menjadi viral.
Wakil Gubernur DKI, AA Patria mengimbau agar pengusaha menghargai nilai-nilai yang berlaku di masyarakat (detiknews.com, 10/6/2022). Sehingga tetap harus dijaga segala nilai yang ada. Anggota DPR RI, dari dapil Sumatera Barat 2, Guspardi Gaus, mengatakan kaget dengan adanya jenis kuliner ini. Hingga ujungnya, karena berbagai sorotan dari berbagai pihak, akhirnya nasi padang "Babiambo" pun hilang dari dunia maya (detiknews.com, 11/6/2022).
Fenomena ini tak lepas dari aturan yang kini diterapkan dalam kehidupan. Sekulerisme kapitalistik mendorong setiap orang untuk berkreasi tanpa batas. Tanpa memikirkan halal haram. Yang penting menghasilkan "cuan".
Miris. Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, masih banyak beredar bahan makanan non halal di pasaran. Inilah pertanda bahwa negara minim pengawasan dalam siklus peredaran makanan.
Seharusnya negara memiliki peran dominan dalam mengatur peredaran makanan. Dengan menetapkan berbagai aturan dan kebijakan yang dapat menjaga rakyatnya. Termasuk menjamin peredaran makanan. Namun, dalam sistem kapitalistik seperti saat ini, mustahil pengawasan ini dilakukan. Karena setiap langkahnya dinilai dengan materi. Tanpa memperhatikan "nasib" kesehatan, akidah serta akhlak rakyatnya.
Sistem kapitalistik ini melahirkan pemikiran liberal dan membenarkan keberadaan Islam moderat. Dengan menganggap bahwa aturan Islam adalah aturan fanatik yang mengusik hak asasi dan kebebasan manusia. Tentu ini adalah pemikiran yang keliru.
Ustadzah Qisti Yetti Handayani, Pengamat Politik Islam, mengungkapkan bahwa moderasi beragama merusak mindset dan lifestyle generasi (ig Live @suaramubalighah, 21/6/2022). Mindset dan lifestyle generasi inilah yang membentuk pola perilaku yang menyimpang dari syariat Islam. Sebagai slaah satu dampak buruk sistem liberal kapitalistik.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. An-Nahl: 115)
Syariat (Islam) telah detil menjelaskan bahwa makanan yang haram harus dijauhkan dari kehidupan umat Islam. Demi menjaga kemurnian akidah Islam dalam tubuh umat. Aturan ini hanya dapat diterapkan sempurna dalam sistem Islam dalam institusi "khas" yaitu, Khilafah manhaj An Nubuwwah. Satu-satunya institusi yang menjamin kehidupan umat agar sejahtera dunia hingga akhirat .
Wallahu a'lam bisshowwab.
Tags
Opini