Dramatisasi Upaya Framing Jahat Terhadap Khilafah





Oleh : Dinda Kusuma W T

Islam, tiada hentinya menjadi sasaran fitnah. Sebagai Agama ideologis yang memiliki aturan lengkap dan prinsip dasar yang kuat, Islam terus mendapat serangan dari ideologi lain yang tidak ingin tersingkirkan. Sebab Islam jelas agama yang lurus dan benar, sehingga ideologi lain seperti kapitalisme dan komunisme sangat mewaspadai berkembangnya ajaran Islam. Mereka sadar bahwa mereka akan terkalahkan jika setiap manusia menerima Islam dengan benar.

Indonesia, meskipun negara satu-satunya di dunia yang memiliki jumlah Muslim terbesar. Bukan berarti ajaran Islam bisa berkembang pesat dengan mudahnya disini. Justru, di Indonesia ajaran Islam "dicabik-cabik" sedemikian rupa dengan berbagai cara. Umat Islam tidak dipaksa meninggalkan agamanya, namun berbagai propaganda diembuskan agar umat Islam jauh dari ajaran Islam dan bahkan meninggalkannya. 

Belakangan, pemerintah memberikan respon "berlebihan" terhadap konvoi yang membawa spanduk "Kebangkitan Khilafah" di daerah Jawa Barat pada Minggu (29/5) lalu. Konvoi tersebut disebut sebagai upaya makar dan terorisme. Polisi dan pemerintah bertindak sangat cepat sembari memboncengkan isu-isu negatif tentang ajaran Islam. 

Polisi menangkap tiga tersangka dalam kasus ini, yakni GZ selaku Pimpinan Cabang Khilafatul Muslimin Brebes DS selaku Pimpinan Ranting Khilafatul Muslimin dan AS selaku Pimpinan Ranting Khilafatul Muslimin. Penangkapan itu dilakukan tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ketiganya terancam hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara karena diduga melakukan penyebaran hoaks atau percobaan makar lewat kampanye khilafah.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka itu dijerat Pasal 14 ayat 1 dan atau 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukuman Pidana dan atau 107 jo 53 KUHP. “Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” ujar Kabid Humas Polda Jateng (niaga.asia.com, 07/06/2022). Selanjutnya puluhan orang yang katanya anggota Khilafatul Muslimin menyusul dijadikan tersangka. Penggeledahan dan pembongkaran bangunan yang dianggap sebagai sekretariat atau pusat pergerakanpun dilakukan.

Kejadian ini sebenarnya tidak terlalu membuat masyarakat tertarik. Pasalnya, masyarakat Indonesia sudah sering disuguhi "drama" penanganan terorisme yang kadang terlihat lucu. Meski tidak bisa dipastikan benar salahnya, rekayasa atau bukan, namun yang pasti masyarakat bosan dengan tindakan deradikalisasi yang kian "nyeleneh". 

Masih segar di ingatan kita, kejadian penusukan Wiranto oleh pria dan wanita yang atributnya celana cingkrang dan wanitanya bercadar. Aksi penembakan oleh perempuan bercadar di Mabes Polri. Dibenarkannya penembakan dokter yang sudah tua renta yang katanya teroris. Ketika "pamer" barang buktipun, polisi memamerkan benda-benda aneh yang kaitannya dengan terorisme dibuat-buat. Seperti kaos bertuliskan kalimat tauhid, buku-buku islami, panah yang biasa dipakai para penggemar olahraga panahan, dan lain sebagainya.

Semuanya tak lain sekedar usaha putus asa untuk menjalankan proyek deradikalisasi yang entah apa maksudnya. Sungguh ajaran Islam telah sangat dinista dan didzalimi. Semua tindakan tersebut merupakan bagian dari proyek deradikalisasi. Proyek deradikalisasi di Indonesia sebenarnya kelanjutan dari proyek Global War On Terorrism (WOT). Karena isu terorisme sudah basi bagi masyarakat, dibuatlah narasi baru bernama deradikalisasi yang berarti deislamisasi.

Bila kita cermati, propaganda memerangi radikalisme makin disuarakan sejak kekalahan Ahok di Pilkada DKI 2017 lalu. Predikat radikal kerap ditempelkan pada umat Islam yang bersungguh-sungguh melaksanakan syariat  dan sunnah, menolak pemimpin kafir, memperjuangkan formalisasi syariah dalam negara, mendakwahkan Khilafah, dan segala simbol Islam semacam bendera tauhid. Tampak para pembenci Islam mulai menyadari kekuatan umat Islam yang mampu menggagalkan Ahok menjadi Gubernur DKI hanya melalui perang isu. Ada dendam tersembunyi terhadap umat dan ajaran Islam.

Selain tu, jelas pula ada maksud politis dibalik deradikalisasi. Sebab dilihat dari sisi manapun, ajaran Islam adalah ajaran yang lurus dan adil. Cara mendakwahkan islampun tidak melanggar hak-hak asasi manusia dan bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Islam sebagai ajaran yang benar karena bersumber dari Sang Khaliq, akan mudah diterima oleh hati dan akal yang terbuka. Karena semua ajarannya sesuai dengan fitrah manusia. Hal inilah yang justru ditakuti oleh musuh-musuh Islam. 

Mereka takut masyarakat akan sadar bahwa Islam adalah solusi atas terpuruknya negeri ini. Jika demikian, maka para "pencuri" dan "perampok" hak-hak rakyat tidak akan bisa lagi melanggengkan aksinya. Dan kaum Kapitalis tidak bisa lagi memperkaya diri sendiri diatas penderitaan rakyat.

Ajaran Islam khususnya khilafah diadu-dombakan dengan Pancasila. Fitnah bahwa Khilafah akan merusak tatanan Indonesia yang sudah baku dengan NKRI dan Pancasilanya pun semakin digencarkan. Perlu dipahami, Khilafah adalah sistem kepemimpinan tunggal bagi kaum muslim dunia yang dipimpin seorang Khalifah untuk menerapkan syariat Islam. Sementara, ideologi adalah pandangan dasar yang menghasilkan aturan-aturan cabang. 

Bila mau membandingkan, maka paling tepat adalah membandingkan Khilafah dengan demokrasi. Menstigma Khilafah sebagai ajaran terlarang dan radikal adalah propaganda jahat yang tengah dijalankan Barat, sekutu, dan loyalisnya. Fakta ini sekaligus memperlihatkan ketidak konsistenan demokrasi yang katanya terbuka terhadap pendapat rakyat dan menjunjung hak asasi manusia. 

Mengapa ajaran Islam dilarang untuk didakwahkan? Sedangkan penganut kapitalisme dan demokrasi dengan bebas "mendakwahkan" ide mereka. Padahal dakwah Islam adalah dakwah pemikiran, bukan dakwah kekerasan yang merugikan pihak lain. Jika sama-sama berpendapat, mengapa hanya pendapat Islam yang dibungkam? Sedangkan pendapat para Kapitalis diutamakan?

Sejatinya, segala upaya pemerintah adalah sekedar monsterisasi ajaran Islam. Masyarakat disuguhi berbagai narasi bahwa Islam itu menakutkan sehingga harus dicegah kebangkitannya. Dengan mengesampingkan asas demokrasi yang mereka agung-agungkan, mereka dengan mudah melabeli Khilafah sebagai ajaran terlarang meski tak memiliki dasar hukumnya. Mereka juga menggiring opini agar masyarakat takut mendakwahkan Khilafah. Dan pada akhirnya, ide Khilafah dianggap ide berbahaya bagi keutuhan NKRI.

Padahal fakta menunjukkan, justru yang membahayakan negeri ini adalah propaganda perang radikalisme dan penerapan sistem kapitalisme. Yang menjadi biang masalah di Indonesia sejatinya adalah sistem kapitalisme dan demokrasi. Dalam sistem ini, problematika yang dihadapi masyarakat tak pernah habis. Bahkan semakin parah. Bila memang ingin menyelamatkan negeri ini, maka yang seharusnya dilawan adalah kapitalisme.

Yang seharusnya diperangi adalah ide sekularisme dan liberalisme yang merusak generasi bangsa. Dalam kondisi terpuruk  inilah, rakyat khususnya kaum muslim harusnya kembali pada hakikat dirinya sebagai hamba. Yakni tunduk pada aturan Allah Subhanahu wa ta’ala. Satu-satunya solusi untuk melawan hegemoni kapitalisme ialah dengan tegaknya institusi Khilafah dengan jalan kenabian. Wallahu a’lam bishshawab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak