DMO Migor, Nasib Petani Semakin Tekor




Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berharap, pasokan dan harga minyak goreng membaik dalam dua hingga tiga pekan ke depan menyusul penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) yang telah disempurnakan.

"Pemerintah memastikan, penerapan kebijakan DMO dan DPO ini konsisten hingga kondisi dirasa benar-benar stabil. Jadi kita melihat dalam dua sampai tiga pekan ke depan, situasi ini secara bertahap akan menjadi tambah baik," kata Luhut dalam konferensi pers daring di Jakarta, Ahad (5/6/2022).

Pemerintah secara resmi mengubah kebijakan minyak goreng curah yang tadinya berbasis subsidi menjadi pemenuhan kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO). Alokasi DMO nantinya dibagi tidak hanya berdasarkan kapasitas produksi tapi juga kepatuhan terhadap pemenuhannya. Mereka yang patuh akan lebih cepat untuk bisa melakukan ekspor daripada mereka yang tidak patuh dalam memenuhi DMO.

Kebijakan DMO bukanlah perkara baru, bahkan kebijakan ini diberlakukan sejak bulan Januari tahun lalu dan sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Muhamad Lutfi menjelaskan, bahwa kebijakan domestic price obligation (DPO) kepada CPO sebesar Rp 9.300 per kilogram, nyatanya kebijakan DMO ini justru memberikan dampak negatif terhadap pembelian TBS petani sawit. 
Dr. Ir Gulat Manurung MP. CIMA, Ketua Umum DPP APKASINDO mengatakan, semua pabrik sawit menggunakan harga patokan dari Kemendag sebagai rujukan yaitu 9.300 per kilogram "maka rontoklah harga TBS kami petani sawit sejak jumat (28/1), karena teorinya seperti itu, nendang ke bawah, ujarnya.

Meski demikian, fakta dilapangan berbeda setelah penetapan DMO per Januari lalu harga minyak goreng di pasaran masih cukup tinggi di kisaran Rp 40-50 ribuan per dua liter, sedangkan untuk ukuran satu liter dibanderol 23-25 ribu per pouch.
Mengutip laporan terakhir GAPKI, total produksi crude palm oil (CPO) sepanjang Januari-Maret 2022, sebanyak 11,15 juta ton. Adapun produksi crude palm kernel oil (CPKO) pada periode sama sebesar 1,06 juta ton sehingga  total produksi 12,2 juta ton.

Sementara total konsumsi CPO domestik sepanjang kuartal 1 2022 mencapai 4,38 juta ton. Sedangkan volume ekspor 6,2 juta ton, Mukti mengatakan dengan capaian produksi dan konsumsi tersebut, maka stok CPO pada akhir kuartal 1 sebanyak 5,6 juta ton.
Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi CPO domestik, Direktur Eksekutiv GAPKI (Gabungan Pengusaha, Kelapa Sawit) Mukti Sardjono menjelaskan, produksi crude palm oil bulan Januari 2022 diperkirakan akan ada dikisaran 3.863juta ton, atau sekitar 3% lebih rendah daripada produksi Desember 2021. Sementara itu, produksi Palm Kernel Oil (PKO) sekitar 365.000 ton atau sekitar 3,9% lebih rendah daripada produksi Desember 2021.

Konsumsi terbesar adalah untuk kebutuhan bio disel yakni mencapai 732.000 ton, diikuti industri pangan sebanyak 591.000 ton, dan oleokimia sebanyak 183.000 ton. Dari data tersebut seharusnya tidak terjadi polemik berkepanjangan terkait stok dan harga minyak goreng.
Namun seperti pernyataan Directur Center of Ekonomic and law studies Bima Yudistira mengatakan, kondisi tersebut tidak lepas dari masalah krusial persawitan di Indonesia yakni, perusahaan sawit dan distributor di level propinsi (D1), dan di level Kabupaten/Kota (D2) yang terintegrasi.

Produksi minyak goreng dikuasai empat pemain besar cenderung oligopoli dan terintegrasi hulu hilir termasuk distribusi.
"Pemerintah tidak mengelola produksi migor dan distibutor diserahkan penuh kepada swasta, jadi bulog tidak terlibat dalam pendistribusian minyak goreng, ujarnya.

Menyerahkan segala kepengurusan rakyat kepada swasta memang sudah menjadi ciri khas negara yang ménerapkan sistem kapitalisme yang melegalkan sektor apapun untuk dikomersialisasikan termasuk kebutuhan pangan. Negara tidak lebih dari sekedar regulator yang hanya mengotak-atik kebijakan, sebab dalam sistem kapitalisme negara tidak boleh berperan sebagamana fungsinya karena bisa menghambat kebebasan individu (kapital). Alhasil kebijakan pemerintah seputar minyak goreng hanya berputar pada otak-atik pola peraturan distribusi.
Hal itu pun diarahkan pada swasta tanpa menyentuh
aspek mendasar soal pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Oleh karena itu kebijakan DMO sebenarnya tidak akan menyelesaikan masalah selain hanya meredam gejolak sosial sesaat. 

Sangat berbeda ketika kebutuhan pangan diatur oleh sistem Islam yang disebut Khilafah. Khilafah merupakan institusi yang menerapkan hukum-hukum syariat dalam setiap lini kehidupan akan memastikan di setiap kebijakanya tidak akan menyusahkan rakyat. Maka untuk menyelesaikan polemik minyak goreng, ada beberapa langkah yang akan dilakukan oleh Khilafah. Pertama, Khilafah akan bertanggung jawab memetakan kebutuhan pangan seluruh warga negaranya, pemetaan ini berkaitan dengan pola distribusi, sehingga bisa dipastikan setiap wilayah tidak akan mengalami kekurangan stok minyak.

Khilafah juga akan mengkaji wilayah mana saja yang menjadi penopang kebutuhan, kemudian Khilafah menyediakan bibit, pupuk, hingga bantuan modal dan sarana pertanian yang memudahkan para petani dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Hadirnya peran negara dalam produksi, penyediaan sarana produksi, dan distribusi akan menjamin stok minyak mencukupi untuk kebutuhan domestik.

Kedua, Khilafah menerapkan pembagian kepemilikan umum. Di dalam Islam, perkebunan kelapa sawit termasuk ke dalam kekayaan milik umum yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Maksudnya rakyat bisa mengelola perkebunan kelapa sawit sesuai dengan batasan-batasan syariat. Oleh karenanya, Khilafah berperan mengendalikan produksi dan distribusinya agar kemaslahatannya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Konsep ini tidak akan memberi kesempatan pada swasta sebagaimana dalam sistem kapitalisme saat ini.

Ketiga, Khilafah melakukan pengawasan, menjaga mekanisme pasar, serta menerapkan sanksi bagi kejahatan ekonomi. Sistem ekonomi dalam Islam, mendorong perdagangan sesuai syariat dan mencegah terjadinya liberalisasi perdagangan maka aktivitas penimbunan, monopoli, penipuan, curang dan spekulasi merupakan perbuatan haram. Apabila ada yang melanggar, maka hukuman ta'zir akan dikenakan kepadanya.

Selain itu, khilafah akan memerintahkan qadhi hisbah untuk mengawasi, menjaga mekanisme pasar, mereka akan mengontrol pasar untuk memastikan ketersediaan kebutuhan pokok, menindak jika ada penimbunan atau spekulatif termasuk menindak perilaku curang dalam ukuran dan penimbangan. Khilafah juga tidak akan campur tangan dalam masalah harga, karena penetapan harga akan mengacaukan mekanisme pasar dan lebih dari itu, kebijakan penetapan harga dilarang oleh Rasulullah Saw.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak