Demokrasi, Mengusung Calon yang Benar? No Way!



Oleh: Hatori Tyra

Ajang pesta demokrasi 5 tahunan di negeri ini masih 2 tahun lagi.
Setiap kali pemilu diadakan, terselip harapan dari rakyat, pemimpin terpilih yang mereka sokong dengan hak suara, akan membawa perubahan , membawa kebaikan kepada negara ini, serta memberikan solusi atas segala problematika yg dihadapi oleh rakyat.

Jika kita ingat lagi, saat pelaksanaan pemilu sebelum nya, bagaimana  masing-masing peserta pemilu saling menjatuhkan dan saling unjuk taring demi meraih kekuasaan. Namun pada akhirnya, pihak yg awalnya berseteru malah bermesra-mesra dan menjadi bagian dari koalisi pemimpin terpilih.  Untuk pemilu mendatang calon-calon pemimpin yang akan dipilih, saat ini sudah mulai bermanuver saling sikut, meski dalam satu partai yg sama. Sesama pengusung partai, sibuk tebar pesona di medsos dan berusaha saling menjatuhkan dengan mempertanyakan kinerja dari yang telah berkuasa. Dikutip dari media Kompas (  bahwa Puan yang merupakan Ketua DPR dan juga Ketua DPP PDI-P, menyebut seseorang dengan istilah ganteng tapi tak bisa bekerja. Pernyataan tersebut disampaikan saat kunjungan nya ke DPC PDI-P Wonogiri, Jawa Tengah pada April lalu. https://nasional.kompas.com/read/2022/06/13/07450021/ganjar-dibuang-ganjar-disayang
Akankah cerita pemilu sebelumnya juga akan terulang dipemilu mendatang? mungkinkah rakyat tidak akan kembali menelan kekecewaan? Semua ini hanyalah sandiwara yang mereka buat untuk membodohi masyarakat.

Kenyataannya, jika kita telaah, setelah berkali-kali kita mengadakan pemilu dan berkali-kali pula pemimpin negeri ini berganti. Harapan dari rakyat selalu berakhir dengan kekecewaan, problematika yg dihadapi semakin kesini justru semakin berat dan semakin bertambah masalah pula. Pemimpin negeri menimbulkan masalah dengan kebijakan-kebijakan tetiba seakan amnesia dengan janji-janji nya semasa kampanye.

Fakta diatas semakin menguatkan demokrasi yang menyatakan bahwa "Dari rakyat Oleh rakyat untuk rakyat" hanyalah sekedar slogan belaka dari ilusi demokrasi yang terus didengungkan para pion kapitalis. Pergantian pemimpin dalam pesta demokrasi tidak lebih hanya sekedar berganti wajah pemimpin, bukan memperbaiki kondisi negeri ini menjadi lebih baik. Faktanya  pemenang pemilu  menunjukkan bahwa penguasa di sistem kapitalis dipilih atas kepentingan pemodal, alhasil korporatokrasilah hasil dari pemilu kita selama ini. Pemilu hanya akan mengokohkan para kapitalis dan antek-anteknya, sedangkan rakyat yang akhirnya tertipu berulang kali dan menjadi korban dagelan politik dinegeri ini ataupun di negara-negara lain.

Pengangkatan pemimpin atau Kholifah dalam Islam tidak harus dipilih oleh rakyat jika ditetapkan bahwa Majelis Umat yg akan memilih dan mengangkatnya. Maka Khalifah bisa dibai'at dengan bai'at in'iqad. Selanjutnya seluruh rakyat wajib membai'atnya dengan bai'at tha'ah.

Kondisi saat ini, ketika Negara Islam belum ada, maka solusi untuk mengangkat Khalifah tentu tidak melalui pemilu. Karena pemilu bukanlah metode baku dalam mendirikan Negara Islam, juga bukan metode untuk mengangkat Khalifah. Pemilu hanyalah uslub, yang bisa digunakan dan bisa juga tidak sesuai dengan situasi serta kondisi yg ada. Islam telah menetapkan bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah. Sedangkan metode baku untuk mengangkat Khalifah adalah bai'at. Meskipun bisa saja dengan menggunakan pemilu sebagai uslub yg bersifat mubah atau diperbolehkan tanpa meninggalkan metode baku yg bersifat wajib , yaitu thalab an-nushrah dan bai'at.

 Islam sangat mendorong agar para pemimpin /penguasa maupun pejabat negara, selalu bersikap adil dan  bertanggung jawab dengan menjadikan kepemimpinannya berlandaskan akidah Islam. Keimanan menjadi asas dalam kinerjanya memimpin rakyat dan sebagai wakil umat untuk menerapkan Islam secara Kaffah. Kepemimpinan dalam Islam memahami bahwa kepala negara adalah amanah yang akan  dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak. Pemilihan pemimpin dalam Islam pun tidak 

Rasulullah Saw bersabda, "Imam (Khalifah) adalah raa'in(pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyat nya".(HR Al Bukhari).

 Sayangnya pemimpin yg  adil dan bertanggung jawab tidak mungkin lahir dari rahim sistem demokrasi sekuler yang jauh dari tuntunan Islam. Sistem zalim ini hanya bisa menghasilkan para pemimpin zalim, tidak amanah dan jauh dari sifat adil. Pemimpin yang adil hanya mungkin lahir dari rahim sistem yang juga adil. Itulah sistem Islam yang diterapkan dalam institusi pemerintahan Islam (Khilafah).

Tidakkah umat merindukan kembali kehadiran sistem Islam di tengah-tengah kita yang bisa melahirkan para pemimpin yang beriman, adil ,amanah , dan bertanggung jawab??

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak