Oleh: Ummu Edelweis
Belum lama ini, seorang influencer mengundang pasangan LGBT kedalam acara Podcast nya dengan judul podcast yang sangat sentimen. Akhirnya banyak pembicaraan di media sosial yang mengangkat isu LGBT untuk diperdebatkan, apakah mereka itu harus diterima ataukah ditolak?
Tentu akhirnya muncul orang-orang yang terlihat vokal memperjuangkan nasib kaum “pelangi” ini. Tak berselang lama, kedutaan besar Inggris di Jakarta mengibarkan bendera kaum LGBT dengan pernyataan bahwa setiap orang, di mana pun, harus bebas untuk mencintai orang yang mereka cintai dan mengekspresikan diri tanpa takut akan kekerasan atau diskriminasi. (Tribunnews, 25/5/2022)
Isu di atas bergulir dengan bersamaan munculnya outbreak dari virus cacar monyet yang menjangkiti komunitas gay dan biseksual di lebih dari 20 negara dengan 200 kasus terkonfrimasi dan 100 suspek. Berkaitan dengan outbreak virus cacar monyet, WHO dan pusat pencegahan dan pengendalian penyakit (CDC) Amerika memberikan peringatan tentang menyebarnya penyakit cacar monyet di komunitas gay dan biseksual. Walaupun penyakit ini bisa juga menjangkiti pasangan normal di luar komunitas LGBT melalui kontak dekat. (Cncb.com, 26/5/2022)
Perilaku LGBT tak dapat diterima secara fitrah maupun secara akal manusia. Secara fitrah, perilaku ini sudah jelas bertentangan dengan fitrah manusia berupa naluri melestarikan jenis. Cinta yang diagungkan oleh para pengusung kebebasan sejatinya sudah Allah atur dalam potensi kehidupan yang dimiliki oleh setiap manusia. Hal ini bisa diamati ketika seorang manusia yang beranjak dewasa mulai memiliki rasa ketertarikan pada lawan jenis bukan sesama jenis.
Adapun perilaku menyimpang ini muncul akibat sistem yang mengagungkan kebebasan dan menjadikan kenikmatan jasadiah sebagai puncak kebahagian tertinggi mereka. Akibatnya, ketika pemenuhan naluri dan potensi kehidupan ini tak sesuai dengan kehendak Sang Pencipta, maka muncullah kerusakan dalam tatanan kehidupan. Maka outbreak cacar monyet, bahkan sebelumnya terdapat HIV/AIDS, itu semata-mata caranya Allah menegur makhluk-Nya agar kembali pada fitrah yaitu menghambakan diri pada-Nya.
Sejatinya teguran Allah itu begitu jelas bagi kita yang mau menggunakan akalnya bahwa sudah saatnya kita meninggalkan sistem pengusung kebebasan ini. Teguran-teguran itu bukan hanya ditujukan bagi kaum pelangi yang jelas-jelas melanggar hukum Allah dan untuk menyadarkan mereka bahwa setiap dosa dan kemaksiatan yang dilakukan pasti akan membawa kerusakan. Tapi juga teguran bagi orang-orang yang beriman kepada Allah agar tak berdiam diri dengan kemaksiatan-kemaksiatan yang terjadi. Sehingga tergerak untuk mengubah kondisi ini dengan cara memerangi ide-ide kebebasan yang diusung oleh para liberalis. Yaitu dengan cara menyadarkan umat bahwa sudah saatnya kita bangkit dan kembali kepada aturan Sang Pencipta untuk diterapkan dalam segala aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini