Oleh: Nur Afika Putri
Kedutaan Besar Inggris mengibarkan bendera LGBT di Jakarta dalam rangka peringatan International Day Against Homophobia, Biphobia, and Transphobia (IDAHOBIT) pada 17 Mei lalu. Aksi pengibaran bendera LGBT tersebut juga diunggah pada instagram resmi mereka (@ukinindoensia).
Dalam postingan tersebut, Inggris dengan jelas menunjukkan keberpihakannya terhadap hak-hak LGBT dan mendorong
semua negara di dunia untuk menghentikan diskriminasi terhadap LGBT.
Aksi pengibaran bendera LGBT oleh Kedubes Inggris tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak. Anggota Komisi VIII DPR, Bukhori Yusuf melayangkan protes keras karena aksi tersebut dianggap telah melecehkan Negara Indonesia. Politikus tersebut menegaskan bahwa setiap perwakilan asing di Indonesia tidak boleh melakukan tindakan provokatif dengan mengampanyekan nilai dan norma yang tidak sesuai dengan pandangan hidup warga di negara ini. Yusuf juga mendesak pemerintah agar bertindak tegas.
Sementara itu Menlu RI, Retno Marzuki memprotes pengibaran bendera LGBT tersebut dengan melakukan pemanggilan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins pada hari Senin 23/5/2022. Namun Pakar Hukum Internasional, Prof. Hikmawanto Juwana menuturkan bahwa Indonesia tidak dapat melakukan intervensi terhadap aksi kedubes Inggris tersebut karena mereka memiliki kekebalan diplomatik berdasarkan Konvensi Wina.
Sikap pemerintah Indonesia terhadap aksi pengibaran bendera LGBT dinilai kurang agresif. Ungguhan pengibaran bendera LGBT itupun masih bertengger di instagram mereka sampai saat ini.
Di sisi lain, tokoh ulama yang dihormati di Indonesia yakni Ustadz Abdul Somad (UAS) ditolak kedatangannya oleh imigrasi Singapura saat UAS dan keluarganya hendak berlibur ke negera tersebut. Kementerian Dalam Negeri Singapura beralasan bahwa penolakan ini dikarenakan UAS mendakwahkan ajaran ekstremis dan segregasionis yang tidak sesuai dengan negara Singapura yang multiras dan multireligious.
Tuduhan terhadap UAS itu jelas menggambarkan sikap islamophobia Negara Singapura. Sementara itu para pendukung UAS yang tergabung ke dalam Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (Perisai) melakukan demonstrasi hingga seruan boikot di kedubes Singapura sebagai buntut dari sikap pemerintah Singapura terhadap UAS. Massa pendukung UAS mengancam akan melakukan aksi demo dengan jumlah yang lebih besar.
Aksi demo yang dikabarkan akan terus berlanjut dan berbagai protes penolakan atas insiden pengibaran bendera LGBT ini terjadi karena pemerintah sendiri tidak menampakkan sikap tegas menentang LGBT dan menunjukkan penghormatan pada ulama.
Pemerintah sepatutnya mengevaluasi beragam kebijakannya agar kewibawaan Negara Indonesia di mata asing dapat menguat. Karena fakta penolakan UAS dan pengibaran bendera LGBT oleh asing merupakan sikap yang merendahkan negeri muslim terbesar ini. Wallahu a’lam bish-shawwab
Tags
Opini