Sumber gambar: tribunstyle.com
Oleh: UD Fafa
Kasus perubahan orientasi seksual semakin menjadi-jadi. Bahkan pelaku tidak sungkan menampakkan diri di depan publik. Melalui undangan wawancara atau dengan publikasi di akun pribadi mereka. Mirisnya pula, pengikut akun tersebut atau yang menyaksikan tayangan demikian tidaklah sedikit.
Kondisi seperti ini tentu menjadi perhatian besar bagi seorang ibu. Secara naluri ibu mana yang tega menyaksikan buah hatinya menyerah kalah pada orientasi seksual yang salah. Sebab bagaimanapun juga, ketika berkeputusan memiliki anak, salah satu tujuan dari orang tua adalah dalam rangka melestarikan keturunan berikutnya. Sebuah kondisi yang mustahil tercipta jika pasangan tidak laki-laki versus perempuan secara halal.
Sebagai muslim, tentu menjadi pemahaman bersama bahwa Islam melarang adanya perilaku menyimpang. Kisah kaum Nabi Luth yang diabadikan dalam Al-quran adalah sebuah pelajaran. Bahwa perbuatan menyimpang adalah keburukan yang dibenci Allah. Dalam hadits Rasulullah pun, disebutkan tegasnya hukuman terhadap mereka yang bebal melakukan penyimpangan.
Dengan demikian, penting mendekap anak agar mereka bangga dengan gendernya. Bukan dalam rangka saingan antara laki-laki dan perempuan, melainkan agar mereka paham peran dan fungsi masing-masing. Saling melengkapi menjalankan peran, tanpa harus bertukar orientasi seksual.
Adapun, hal yang dapat dilakukan agar anak lurus dalam menjaga masa depan pemenuhan naluri seksualnya antara lain:
1. Orang tua perlu menyadari bahwa penyimpangan orientasi seksual adalah dosa besar sekaligus membawa bahaya bagi kesehatan. Sehingga orang tua akan berupaya sebisa mungkin agar anaknya terhindar dari dampak buruk penyimpangan demikian. Orang tua akan selektif terhadap apapun yang mengandung unsur L687 tanpa terkecuali.
2. Orang tua perlu menanamkan dasar iman yang kuat kepada anak. Diantaranya adalah mensyukuri keadaan penciptaan saat ini dengan fokus menjadikan diri orang yang takwa. Tak masalah laki-laki atau perempuan, selama kondisi sehat sempurna, bisa dioptimalkan untuk meraih derajat takwa. Sebab dalam pandangan Allah, takwa bisa didapatkan siapa saja, baik laki-laki dan perempuan.
3. Menciptakan lingkungan pergaulan anak yang sehat. Anak bermain dengan sesamanya, menggunakan penutup aurat sempurna, membahas hal positif bukan apa saja yang dibawa media. Perempuan dibiasakan dengan unsur kefeminiman agar kelak siap menjalankan peran utamanya sebagai menejer rumah tangga. Laki-laki dikondisikan dengan ketangguhan dan sikap kesatria, agar kelak siap menjadi pemimpin bertanggungjawab bagi keluarga dan masyarakat.
4. Menghindarkan anak dan keluarga dari komunitas yang menyimpang. Sebab lingkungan juga turut memberikan andil bagi terciptanya kepribadian seseorang. Bila biasa di lingkungan salah, awalnya akan gerah, namun jika diteruskan lama-lama akan menganggap biasa, dan ujungnya menganggap yang salah menjadi tak masalah. Dan sikap seperti ini tentu tidak benar. Sebab meskipun yang salah punya hak dihormati, orang yang benar juga punya hak untuk tidak dicemari dengan keburukan.
5. Orang tua bersama masyarakat membangun kekuatan bersama untuk saling peduli dan menjaga. Bila ada gejala yang muncul di lingkungan, tak segan untuk membantu menyelesaikan, mencarikan solusi dan saling mendukung agar pelaku berkemauan serius untuk kembali normal. Karena pada dasarnya orientasi menyimpang bukan bawaan, tapi sebuah keputusan yang dipilih ketika terpengaruh keadaan. Sehingga mereka sebenarnya butuh uluran tangan, bukan pembenaran.
Yang tidak kalah penting, upaya individu dan masyarakat dalam rincian di atas memerlukan dukungan yang lebih kuat. Yang mampu melindungi jika ada gempuran arus lebih besar lagi di kemudian hari. Entitas negara lah yang memiliki kekuatan untuk itu. Dengan kerjasama simultan semua pihak, niscaya anak dapat bangga dengan gendernya. Berlaku alami dan wajar seperti ketika dilahirkan, sehingga kelangsungan eksistensi generasi dapat terus dipertahankan. []