Oleh: Hamnah B. Lin
Sebagai pendakwah, tentu setiap pernyataan yang keluar dari lisan beliau adalah bersumber dari Alquran dan Assunnah, bukan dari yang lain. Semestinya tidak ada satupun yang bertentangan dengan firman-firman Allah SWT yang mulia.
Beberapa hari yang lalu muncul pernyataan dari Habib Jafar. "Jadi gini, hukumnya tergantung, dalam Islam itu ada namanya taaruf dan taaruf itu bisa disebut juga pacaran. Artinya, keduanya itu saling mengenal dan saling berkomitmen untuk menikah.” Demikian jawaban Habib Jafar ketika ditanya hukum berpacaran dalam pandangan Islam di YouTube Rans Entertainment (23/4/2022).
Sungguh menyamakan ta'aruf dengan pacaran adalah kedangkalan berfikir dan telah lekatnya pemikiran sekulerisme dalam diri seseorang. Dari sisi definisi dan fakta di lapangan, dua aktivitas ini jauh berbeda. Meskipun taaruf dan berpacaran berangkat dari satu titik tolak yang sama, yaitu sama-sama saling mengenal, tetapi proses perkenalan dalam berpacaran tidaklah tersistem dengan benar seperti taaruf.
Dalam berpacaran, perkenalan dan proses mengetahui kepribadian masing-masing cenderung dilakukan dengan metode pencitraan. Kebanyakan orang berpacaran pun hanya bertujuan memperoleh kenikmatan sesaat sehingga kebanyakan dari proses tersebut menggiring sepasang manusia ke dalam lembah perzinaan dan maksiat. Padahal, mendekati dan berbuat zina tidak dibenarkan Islam.
Dalam QS Al-Isra: 32, Allah Taala. sudah menegaskan, “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Aktivitas mendekati zina bisa berupa berkhalwat (berduaan dengan yang bukan mahram). Berkhalwat saja sudah mengantarkan pada aktivitas mendekati zina, apalagi dalam berpacaran yang sering tatap-tatapan, berpegangan tangan, berpelukan, bahkan melakukan perzinaan. Na’udzubillah.
Sedangkan taaruf dari sisi definisi dijelaskan oleh Ustaz Abdul Somad (UAS) di salah satu laman YouTube, yakni diambil dari tiga huruf: huruf ‘a-ro-fa yang berarti ‘kenal’ sehingga kata taaruf berarti ‘saling kenal’.
Proses menyeleksi pasangan hidup ini dijalani secara serius melalui perantara, bisa jadi dari keluarga atau teman dekat si calon. Jadi, bukan melakukannya berdua-duaan sebagaimana yang banyak diterjemahkan oleh kalangan muda kita hari ini. Mereka saling chat atau telepon melalui WhatsApp.
Tak bisa dimungkiri, pemikiran rusak yang berasal dari luar Islam nyatanya telah makin membuat generasi hilang panduan. Pemikiran sekulerisme kian kental dan sudah terang-terangan dijajakan. Laris manis diambil kawula muda sebagai bentuk kemajuan zaman. Sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan telah menjadi trend perkembangan zaman yang sebenarnya adalah racun berbalut madu.
Islamfobia yang makin masif, membuat kaum muslim takut dan menjauh dari ajaran Islam yang membawa rahmat. Dengan melempar julukan-julukan yang menyudutkan, para sekuler liberalis mengatakan bahwa ta'aruf sama dengan pacaran, riba asal sedikit tidaklah mengapa, muslimah berkerudung seperti manusia gurun, pacaran syar'i, ta'aruf online, my body is mine, hijabin hati dulu dan seterusnya.
Ada beberapa pemicu yang membuat generasi kian hilang arah:
Pertama, rangsangan terhadap naluri seksual begitu besar. Dengan mudah, anak-anak bisa mengakses gambar dan tayangan mesum di internet. Ditambah lagi, masih banyak perempuan yang merasa biasa saja meski berpakaian seksi. Katanya itu seni. Astagfirullah. Mereka tidak malu mengumbar aurat di depan umum.
Kedua, nilai-nilai liberalisme telah merusak tatanan kehidupan, termasuk tata pergaulan manusia. Tidak ada interaksi terpisah dalam kehidupan lelaki dan perempuan. Lelaki boleh menjadi teman dekat perempuan, begitu pula sebaliknya. Bebas saja. Lelaki tidak menundukkan pandangan dan perempuan berdandan berlebih-lebihan demi mendapat perhatian. Seolah yang menjaga tata kelola pergaulannya dianggap manusia gurun, tidak gaul, dan ketinggalan zaman.
Ketiga, propaganda sekuler ini banyak dikampanyekan oleh mereka yang justru dilabeli “tokoh islami”, bahkan dengan polesan dan tampilan fisik sesuai sunah.
Inilah fakta kerusakan sistemis dalam konstelasi kapitalisme sekuler hari ini. Interaksi di setiap lini kehidupan manusia tidak mengambil standar halal dan haram, melainkan sesuai hawa nafsu manusia. Sistem ini hanya mementingkan aspek materi, untung atau rugi, bermanfaat atau tidak.
Manusia telah Allah SWT ciptakan padanya naluri, kebutuhan jasmani dan akal. Allah SWT pun telah menurunkan seperangkat aturan untuk mengatur naluri dan kebutuahn jasmani manusia. Dan sesungguhnya segala pangkal masalah manusia adalah dari 2 aspek ini. Jika nakuri dan kebutuhan jasmani ini diatur dengan syariat Islam maka kehidupan manusia akan berjalan teratur. Namun jika pengaturan naluri dan kebutuhan jasmaninya mengambil dari selain Islam, maka kerusakan pasti terjadi.
Mulai dari pemenuhan kebutuhan jasmani, makan, minum, tidur dan seterusnya harus diatur oleh aturan Islam bukan asal terpenuhi memperturut hawa nafsu hingga terjadi pencurian, bekerja dari yang haram dan seterusnya.
Demikian juga dengan pemenuhan naluri menyayangi, beragama dan mempertahankan diri juga butuh pengaturan Islam yang sempurna.
Maka ta'aruf adalah bentuk pengaturan naluri menyayangi lawan jenis yang berasal dari syariat Islam, yang akan meyeleksi calon pasangannya.Taaruf merupakan cara yang akan ditempuh ketika seseorang sudah siap untuk menikah. Sebelum melalui proses ini, yang terpenting adalah niat yang sangat kuat bahwa dirinya siap menikah, mengetahui hak dan kewajiban suami/istri, serta berniat menikah semata karena ingin beribadah dan mendapat rida Allah.
Adapun dari sisi definisi, taaruf artinya pengenalan secara mendalam sesuai rambu-rambu syariat untuk menuju jejang pernikahan. Ya, meski dikatakan pengenalan mendalam, tetap ada beberapa hal yang wajib diperhatikan.
Pertama, seseorang yang sudah siap menikah menyampaikan niat baiknya itu kepada keluarga atau teman dekat yang dia percayai bisa menjadi perantara. Selain niat, sampaikan pula kriteria calon pasangan.
Dalam hal ini, hendaknya kita mengikuti sabda Rasulullah saw., “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka perhatikanlah agamanya, niscaya kamu akan selamat.” (HR Bukhari & Muslim).
Kedua, nazhar (melihat). Jika sudah ada kandidat, seorang pria boleh melihat perempuan yang ingin dinikahinya secara langsung. Dengan catatan, perempuan itu wajib ditemani oleh mahramnya, seperti ayah kandung, saudara laki-laki kandung, atau paman dari ayah kandungnya.
Dalam proses melihat ini, pria dan wanita boleh saling bertanya satu sama lain, baik melalui mahram maupun secara langsung dengan ditemani/diketahui mahram si wanita. Pertanyaan yang boleh diberikan pun hanya yang menyangkut masalah visi, misi, kesepakatan keturunan, dan masalah-masalah yang memang menghantarkan pada keberkahan pernikahan dan rumah tangga. Bukan pertanyaan yang menuju pada unsur syahwat.
Ketiga, khitbah (mengikat). Seorang pria menyampaikan niatnya ingin menikah, baik diikrarkan secara terang-terangan maupun dengan kiasan. Khitbah ini sifatnya mengikat. Bila seorang perempuan telah dikhitbah seorang lelaki, ia tidak boleh lagi menerima khitbah dari laki-laki lain.
Meski demikian, walau sifatnya mengikat, tetap tidak boleh melakukan hal-hal yang mendekati zina semasa ada pada fase ini karena belum dikatakan mahram selama ijab kabul belum terucap.
Demikian tuntunan ta'aruf dalam Islam. Kenali agama Islam agar tidak tergelincir dengan pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani yang keliru. Dan hal ini membutuhkan peran negara guna memberikan pemahaman Islam kaffah kepada seluruh rakyatnya agar terwujud masyarakat bertakwa dan negara yang berkah.
Wallahu a'lam.