Oleh: Tri S, S.Si
Ditengah kegembiraan merayakan hari raya, terjadi peristiwa yang memilukan. Kegembiraan menjalani lebaran selain dengan silaturahim, silahukhwah, reuni sekolah tidak lengkap tanpa wisata keluarga. Siapa dikira peristiwa Kenjeran Water Park di kawasan Kenpark Surabaya, Jawa Timur terjadi. Sebanyak 16 orang, 4 orang dewasa dan sisanya anak-anak, menjadi korban ambrolnya perosotan di wahana air Kenjeran. Pengelola mengatakan penyebab ambrol adalah overload (detik.com, 7/5/2022).
Kejadian ini sungguh mengejutkan pengunjung dan khalayak. Pasalnya korban berjatuhan dengan ketinggian 10 meter. Berdasarkan keterangan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Surabaya, sambungan seluncuran air di kolam renang Kenpark tiba-tiba ambrol jatuh ke bawah sekitar pukul 13.30 WIB. Dugaan sementara penyebab ambrol sambungan seluncuran tersebut dikarenakan lapuk. Wakil Wali Kota Surabaya Armuji meminta semua fasilitas hiburan dicek kelayakannya pascakejadian (Antara, 7/5/2022).
Pihak pengelola mengklaim bahwa sudah melakukan perawatan yang bersifat tahunan, 9 bulan yang lalu pengecekan dilakukan dan masih tersisa waktu menuju pengecekan selanjutnya. Lempar melempar dan mencari kambing hitam sesungguhnya tidak perlu dilakukan jika hanya untuk melimpahkan tanggung jawab. Akankah terulang kejadian di Waduk Kedungombo Lebaran 2021, dimana tanggung jawab dibebankan pada pemilik tempat?
Refreshing dan piknik pada dasarnya adalah kegiatan menghilangkan penat. Khusus saat lebaran agenda itu digunakan untuk ajang keluarga agar saling merekatkan rasa kekeluargaan. Terutama untuk kelurga yang anggotanya sudah mandiri baik sekolah dan bekerja jauh dari orang tua dan rumah. Sejalan dengan itu pemerintah dan pengusaha juga melihat peluang investasi yang besar pada ranah ini. Tentu saja opini piknik dan wisata juga diaruskan sehingga seolah menjadi kebutuhan tak terelakkan. Apalagi diiringi angka stres masyarakat yang tinggi.
Kapitalisme memandang bisnis wisata pastilah sangat prospektif. Sejak sebelum pandemi pembangunan, pengembangan dan pencarian lahan wisata menjadi prioritas yang menumbuhkan investor. Tidak heran pasti kenapa bisnis ini akhirnya dijadikan pemasukan pendapatan daerah. Mungkin untuk memudahkan pengurusan dan tanggung jawab. Tapi tidak etis jika pemerintah pusat terlihat tiada kepedulian sama sekali ketika musibah ini terjadi. Apalagi musibah ini seolah menjadi pengingat untuk semua terkait pengecekan, kelayakan alat dan tindakan kegawatdaruratan.
Lebaran 2022 terhitung sangat semarak setelah tahun sebelumnya dibatasi. Pengunjung tempat wisata pasti membludak tajam. Semangat aji mumpung dari pengelola, dan kendornya kehati-hatian wisatawan, sering fasilitas di tempat wisata digunakan hingga melebihi kapasitas. Lemahnya pengawasan dan peraturan Pemda tidak boleh diabaikan. Petugas pemda hanya memungut retribusi tapi lupa pengecekan tanggung jawabnya. Faktor terpenting adalah kelayakan alat, karena alat berada di tempat terbuka rentan pengaruh korosif cuaca. Pertanyaan penulis, Sudahkah alat-alat dicek dengan cara digunakan sendiri sebelumnya?? Jika belum maka bisa diduga terjadi peremehan tanggung jawab.
Islam memandang keselamatan dan jaminan kehidupan warga negaranya bukan perkara yang remeh. Bahkan jika itu adalah sebuah refreshing pernahkah seorang muslim bertanya bagaimana dalam pandangan Islam?? Wahana ekstrim penuh uji nyali yang mencekam banyak bertebaran saat ini. Dalih penakut dan menantang nyali biasanya menjadikan orang tidak berpikir ulang untuk mencoba wahana tersebut. Padahal manfaatnya belum tentu ada. Meski berenang juga merupakan salah satu bidang yang disunnahkan Rasulullah SAW untuk dipelajari, tapi adanya perosotan berbagai bentuk yang berliuk dan ekstrim ini hanyalah teknis dan sarana yang dikembangkan dalam bidang renang.
Wisata meskipun masalah cabang juga masuk dalam tanggung jawab negara. Ketika perijinan sudah disetujui pemerintah seharusnya yang dilakukan adalah riayah (pengurusan dan pengaturan) lalu tindakan yang dilakukan ketika terjadi masalah tak terduga seperti musibah Kenjeran. Pemilik dan pengelola tidak menjadi penanggung jawab lepas masalah wisata. Negara juga harus memastikan keamanan dan jaminan keselamatan pengunjung. Ketika terjadi masalah negara juga harus mengusut tuntas masalah ini. Sehingga hukum bisa ditegakkan dengan adil akan dijatuhkan pada siapa.
Islam memberikan perhatian sangat serius tentang persoalan nyawa manusia ini, bahkan perlindungan atas nyawa manusia merupakan salah satu dari maksud tujuan utama diturunkannya syariat (maqasid syar’iyah), yaitu hifdun nafs, menjaga dan melindungi jiwa, diri manusia. Hal ini menandakan bahwa penghargaan islam yang sangat tinggi dan serius atas nilai sebuah nyawa manusia.
Nilai nyawa dalam Islam sangat tinggi dan begitu berharga di hadapan Allah SWT dan Rasul-Nya, terlebih nyawa ummat Muhammad. Bahkan dalam ranah Ushul Fiqih , persoalan nyawa manusia masuk dalam kategori al Dharuriyat al khamsah (lima hal primer yang wajib dipelihara). Artinya, pada hukum asalnya, nyawa manusia tidak boleh dihilangkan begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Tak peduli, apakah nyawa orang muslim maupun kafir.
Demikianlah jika aturan Islam ditinggalkan maka yang akan terjadi adalah kekacauan dan penghargaan yang rendah terhadap harga diri dan jiwa manusia. Sementara sejatinya aturan Islam adalah untuk memuliakan manusia dan menjadikan kehidupannya tenang dan bahagia. Sehingga setiap jiwa dan nyawa manusia sangat berharga.