Oleh Ummu Syifa
Keangkuhan intelektual mendominasi karena menilai prestasi unggul dari prestasi akademik bahkan menganggap semestinya manusia cerdas adalah para penolak ketaatan pada agama. Seperti halnya pernyataan yang kontoversi dari seorang Rektor ITK Balikpapan, Prof Budi Santosa Purwokartiko. Dalam potongan layar yang tengah viral di ragam media sosial tersebut, menunjukkan sebuah tulisan status di akun Facebook-nya.
Dalam postingan itu, Prof Budi menulis mengenai alat penutup kepala (hijab) seperti ala manusia gurun. Berikut status Facebook yang ditulis oleh Prof Budi Santoso Purwokartiko dengan menyebut mahasisiwa menutup kepala ala manusia gurun: “Mereka adalah anak-anak pintar yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5 persen sisi kanan populasi mahasiswa. Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8, dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5, bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa.
Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan, dan asisten lab atau asisten dosen. Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya.Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagaianya. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang.
Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada dua cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada dua tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti Korea, Eropa Barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.”( https://fajar.co.id/2022/05/01)
Pernyataan tersebut sejatinya merupakan bukti bahwa sekularisme telah merusak mentalitas kaum intelektual. Sekularisme, saat ini di dunia Islam bukanlah menjadi sesuatu yang asing lagi. Dapat dikatakan bahwa sekularisme telah menjadi bagian dari tubuhnya, atau bahkan menjadi tubuhnya itu sendiri. Ibarat sebuah virus yang menyerang tubuh manusia, dia sudah menyerang apa saja dari bagian tubuhnya itu. Bahkan yang lebih hebat, virus itu telah menghabisi seluruh tubuh inangnya dan menjelma menjadi wujud sosok baru, bak menjelma menjadi sebuah monster yang besar dan mengerikan, sehingga sudah sulit sekali dikenali wujud aslinya. Begitulah kondisi ummat Islam saat ini dengan sekularismenya.
Perkembangan sekularisme sudah seperti gurita yang telah menyebar dan membelit kemana-mana. Hampir tidak ada sisi kehidupan ummat ini yang terlepas dari cengkeramannya. Sehingga ummat sudah tidak menyadarinya lagi, atau bahkan mungkin sudah jenak dengan keberadaannya tersebut. Sekulerisme pun kini sudah terlihat menjangkiti kaum intelektual.
Dalam sistem demokrasi yang mengagungkan kebebasan hanya melahirkan intelektual pengidap islamofobic seperti ini. Berkebalikan dengan sistem islam yang melahirkan intelektual/ulama sebagai orang-orang yang paling besar ketundukan dan takut pada murka Rabb nya. Wallahu’alam…
Tags
Opini