Oelh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI resmi sahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS menjadi Undang-undang. Pengesahakn dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar Selasa (12/4). Puan Maharani selaku Ketua DPR hadir dan mengumumkan pengesahan RUU TPKS di hadapan anggota dewan. (www.kompastv, 22/4/2022)
Pengesahan RUU TP-KS menjadi UU sesungguhnya bukanlah solusi jitu menangani kekerasan seksual yang memang makin marak di Indonesia, lebih-lebih dalam kondisi darurat kekerasan seksual terhadap perempuan. Hal ini bukanlah tanpa dasara, karena ketika kita berkaca pada pengesahan UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang sudah 18 tahun, ternyata kekerasan dalam rumah tangga masih terus terjadi. Bahkan menjadi kekerasan terbanyak di ranah domestik di Indonesia dari tahun ke tahun.
Demikian halnya dengan kekerasan seksual pada anak. Meski sudah ada UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, bahkan sudah direvisi hingga dua kali, namun faktanya alih-alih kekerasan seksual terhadap anak bisa dicegah, justru malah terus meningkat. Bahkan dilakukan oleh orang dekat korban dan orang yang seharusnya memberi perlindungan keamanan.
Sistem sekuler kapitalis, yang menjunjung tinggi kebebasan, telah menjadikan kebebasan berperilaku menjadi tabiat hidup saat ini. Maka, tidak boleh dilupakan adanya berbagai kondisi yang memang membuat kejahatan dan kekerasan sangat mungkin terjadi, seperti maraknya pornoaksi dan pornografi, beredarnya miras dan keberadaan berbagai tempat maksiat. Maka selama tata kehidupan diatur dengan sistem rusak tersebut, kekerasan akan terus terjadi. Wallahu a’lam bi ash showab