Oleh: Sri Idayani
Aktivis serdang bedagai
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah 2 : 183)
Seperti disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 183 tersebut diserukan untuk orang yang beriman agar berpuasa, nah disini yang tidak beriman mungkin tidak akan tergerak untuk mengerjakan ibadah puasa.
Dalam Islam sesungguhnya Allah telah memberi kelonggaran untuk orang-orang tertentu untuk tidak berpuasa seperti hamil, menyusui, sakit, sudah tua renta dan dalam perjalanan (safar). Orang-orang yang tidak berpuasa itu diwajibkan meng-qadha’ puasa sesuai dengan jumlah yang telah ditinggalkan pada hari lain atau membayar fidiyah sesuai dengan ketentuan Islam, bahkan wanita yang sedang haid atau nifas saat Ramadhan juga harus meng-qadha’ puasanya.
Sesuai dengan hadits penuturan Aisyah ra. yang menyatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda
“Karena haid, kami telah diperintahkan untuk meng-qadha’ shaum, tetapi kami tidak diperintahkan untuk meng-qadha’ shalat.” (HR Muslim, an-Nasa’I, Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad).
Namun dizaman yang semakin modern dan maju ini justru semakin banyak umat yang lalai dengan kewajibannya, salah satunya yaitu mengerjakan puasa Ramadhan dengan berbagai macam alasan. Bahkan ada yang dengan santainya memamerkan bahwasannya dia sedang tidak berpuasa dengan membeli makanan dan minuman di warung. Nilai puasa Ramadhan saat ini sudah bergeser yang dulu orang-orang yang tidak berpuasa akan sangat merasa malu jika ketahuan tidak berpuasa, namun sekarang justru dipamerkan. Semua ini tidak terlepas dari hukum ekonomi dimana ada permintaan pasti ada barang, tak heran jika masih banyak pedagang yang menjual sarapan pagi dan makan siang saat bulan Ramadhan karena memang ada peminatnya.
Keberanian pedagang untuk tetap berjualan di Bulan Ramadhan tak terlepas dari izin yang di berikan oleh MUI yang mengizinkan pada warung untuk tetap buka saat Ramadhan dengan alasan ada umat Islam yang membutuhkan makanan pada siang hari, namun jangan memamerkan saat makan dan minum didepan umum. Dan agar perekonamian harus tetap berjalan. (Dikutip dari sumutpos.jawapos.com)
Lantas bagaimana menurut ulama tentang hukum berjualan di Bulan Ramadhan?
Sebagian ulama ada yang mengharamkan berjualan di Bulan Ramadhan namun ada ulama yang membolehkan, sebab ada orang-orang yang tidak berpuasa sesuai dengan uzur syar’i atau pun non-muslim yang mutlak tidak berpuasa. Ulama hanya membolehkan untuk berjualan di terminal ataupun stasiun serta di tempat yang memang mayoritas orang non-muslim. Namun hukum berjualan akan menjadi haram jika sipenjual menjual dagangannya untuk umat Islam yang dengan sengaja tidak berpuasa.
Pendapat ulama tersebut sejalan dengan aturan Pemkab Pamekasan Jawa Timur yang melarang pedagang berjualan pada pagi dan siang hari, tapi memperbolehkan para pedagang berjualan dari sore sampai malam hari. Bahkan jika melanggar akan diberi sanksi dan teguran lisan sampai pencabutan izin usaha. (Dikutip dari solopos.com)
Dari kebijakan beberapa daerah yang melarang berjualan pada pagi hari menuai banyak pro dan kontra. Pihak yang setuju dengan kebijakan tersebut tentu tidak akan menjadi masalah. Tapi pihak yang tidak setuju tentu akan sangat keberatan dengan hal tersebut. Miris memang jika umat Islam sendirilah yang berjualan dan tidak menghargai bulan Ramadhan.
Namun ada saja pihak-pihak yang sengaja menunggangi kebijakan Pemerintah demi keuntungan pribadi dan paham liberal kapitalis dengan alasan kegiatan perekonomian . Bukankah kegiatan perekonomian masih tetap bisa berjalan hanya saja waktunya yang berkurang. Begitulah jika sistem yang dianut adalah sistem kapitalis yang mana semua di nilai dari materi, bukan halal dan haram serta mengharap pahala dari Allah.
Setiap makhluk sudah Allah jamin rezekinya sesuai dengan surat Hud ayat 6 :
“Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya di jamin Allah rezekinya.”
Lantas bagaimana kita yang mengaku beriman tapi tidak menyakini semua rezeki yang telah Allah jamin.
Dan kini bulan mulia itu sudah pergi. Hari raya umat islam sudah kita rayakan, namun jangan sampai kita abaikan kewajiban untuk menunaikan qadha puasa ramadhan yang tertinggal. Janganlah sampai hal buruk selama ramadhan terulang kembali di tahun depan.
Hari kemenangan yang sesungguhnya ialah bagi mereka yang mampu menahan hawa nafsu dari perbuatan yang dilarang Allah dan meningkatkan iman serta ketaqwaan pada Allah. Meraka inilah yang sebenarnya telah menang.