Oleh : Ummu Fairuz
Beberapa waktu yang lalu mengemuka sebuah pernyataan kontroversi dari seorang pejabat negara. Hal ini tentunya menjadikan masyarakat terusik kembali. Padahal, pejabat negara semestinya mengajak rakyatnya menuju kebenaran bukan justru menyesatkan dengan pendangan yang salah.
Sebagaimana dilansir dari suara.com, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa mendirikan negara seperti sistem yang dibangun Nabi Muhammad itu haram dan dilarang. Menurutnya, ada beberapa alasan larangan atau haramnya mendirikan sistem yang dibangun Nabi. Salah satunya karena negara yg didirikan Nabi itu kepala negaranya (eksekutif) Nabi, Pembentuk aturan hukum (Legislatif) Allah dan Nabi, dan yang menghakimi atas kasus konkret (yudikatif) adalah Nabi sendiri. Menurutnya, tidak boleh lagi membentuk negara yang langsung dipimpin oleh Nabi dan hukumnya langsung dari Allah. Sudah tak akan ada lagi Nabi yang bisa memimpin negara.
Pernyataan di atas ditanggapi oleh Dr. M. Sjaiful, S.H., M.H. dari Indonesia Justice Monitor (IJM) mengatakan, bahwa itu merupakan pernyataan yang sekularistik dan pragmatis. Sjaiful menyebut sekularistik, karena seolah-olah ada ungkapan memisahkan antara kehidupan kenegaraan, kehidupan sosial dengan kehidupan agama. Ia juga menyebutkan pragmatis karena meminggirkan kehidupan agama dalam realitas sosial (mediaumat.id, 17/4/2022)
Jika dipahami secara seksama, pernyataan kontroversi pejabat pemerintah tersebut menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin menerapkan hukum yang bersumber dari Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Andaikan ada hukum Allah yang diambil, hal itu hanya berlaku untuk ibadah-ibadah mahdhoh saja. Ini menunjukkan bahwa pejabat pemerintah ingin mempertahankan sistem sekuler liberal yang sebenarnya telah nyata rusak dan merusak dari sejak kemunculannya.
Oleh karena itu, kaum muslim harus segera menyadari kesalahan mendasar pandangan ini. Karena negara yang dicontohkan Rasulullah sesuai wahyu dari-Nya. Tidak bisa dimungkiri, saat ini memang Rasulullah sudah wafat, tidak ada lagi wahyu yang turun. Akan tetapi, bukan berarti kita kehilangan bimbingan dari Allah karena wahyu sudah dibukukan dalam al-Qur'an dan hadits Rasulullah saw.
Seperti halnya hadits dari Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda :
”Sesungguhnya ke-Rasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada rasul dan nabi lagi setelah aku.”
Tidak cukup sampai di situ saja, Rasulullah saw telah berpesan pada umat Islam agar menjadikan al-Qur'an dan hadits sebagai pedoman kehidupan meskipun beliau telah wafat.
Dalam hadits riwayat Al Hakim dan Baihaqi, Rasulullah saw bersabda :
”Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kamu, wahai manusia, apa-apa yang jika kamu berpegang teguh dengannya, kamu tak akan pernah tersesat selama-lamanya; yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.”
Pernyataan yang telah disampaikan oleh pejabat pemerintah di atas juga terbantahkan oleh hadits Rasulullah saw,
"Sesungguhnya barang siapa yang hidup di antara kamu dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku, dan
juga sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi gerahammu…” (HR Abu Dawud).
Berdasarkan beberapa dalil di atas sudah sepantasnya kita kembalikan aturan kehidupan ini kepada Sang Maha Pencipta yang pastinya lebih mengetahui kelemahan pada makhluknya, terkhusus manusia. Sehingga, kita akan mendapati kehidupan yang penuh keberkahan.
Wallahu a'lam bishshowab.