Sumber gambar: dictio.id
Oleh: Rinica M
Pemuda berani mengajukan aspirasi, patut diapresiasi. Terlebih jika aspirasi itu lahir dari kesadaran akan kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Aspirasi yang bermaksud menawarkan solusi agar apa yang tidak beres segera disudahi, kemudian digantikan dengan solusi yang menuntaskan persoalan.
Tak pandang bulu dalam hal apa aspirasi tersebut, apakah dalam urusan sosial, pendidikan, bahkan politik sekalipun. Selama aspirasi itu ditujukan untuk memperbaiki yang salah, mengokohkan yang sudah benar, disitulah peran penting pemuda untuk mengawal perubahan.
Hanya saja, disadari atau tidak, munculnya aspirasi mengawal perubahan menuju kebaikan ini menjadi hal yang langka. Betapa tidak, untuk memantik lahirnya aspirasi pada tahapan awal diperlukan adanya kesadaran. Yakni kesadaran membaca keadaan di sekitar, apakah berjalan normal ataukah justru sebaliknya.
Selanjutnya kesadaran yang memunculkan kepekaan ini perlu dipupuk dengan kecenderungan untuk peduli. Yakni peduli dengan cara turut memikirkan apa yang terjadi apabila kondisi abnormal terus terjadi. Peduli bukan hanya pada nasibnya sendiri, tapi juga memikirkan nasib lainnya untuk jangka panjang.
Kemudian kepedulian ini akan semakin kuat mendorong mencarikan solusi setelah sebelumnya dipikirkan dan direnungkan. Hingga mengkristal menghasilkan konsep penyelesaian yang perlu disampaikan, diaspirasikan agar diambil tindakan. Dan untuk rangkaian ini dibutuhkan pengorbanan pikiran, tenaga, waktu yang tidak ala kadarnya.
Sebuah pengorbanan yang berlawanan arus dengan kondisi kebanyakan. Sehingga aktor penyampai aspirasi adalah individu istimewa yang berani antimainstream. Keumuman pendidikan sekuler menganggap "education as long term investment", sehingga secara tidak langsung ada harapan mendapatkan "untung" setelah pendidikan diselesaikan.
Pada realitanya aktivitas belajar seringkali diisi dengan berbagai kegiatan yang mampu menginspirasi untuk menghasilkan income ataupun tema-tema yang berkaitan dengan finansial. Pada tahapan ini, sebenarnya fokus pengembangan nalar untuk peduli pada kondisi sekitar dan menyiapkan diri menjadi agen perubahan menjadi terbatas.
Padahal pemuda sejatinya adalah agen perubahan, bukan sekedar penerus estafet perekonomian. Sehingga kepekaan dan kepedulian terhadap problematika di masyarakat adalah hal penting yang harus dimasukkan dalam ruang nalar pemuda. Agar kelak ketika tiba masanya mereka menempati posisi di masyarakat, tidak kaget atau justru terseret arus.
Oleh karena itu untuk mengaktifkan kembali peran pemuda dan menyiapkan mereka menerima peran besar sebagai agen perubahan dibutuhkan banyak pengondisian. Pertama, mengedukasi bertahap bahwa perubahan yang baik itu penting. Dan perubahan hakiki adalah yang mendapatkan ridha Allah. Artinya perubahan harus diarahkan pada atmosfer yang menjalankan petunjuk dan larangan Allah. Bukan sekedar baik menurut pendapat manusia.
Kedua, pemuda perlu menempa diri menjadi generasi powerful. Untuk ini pemuda perlu dikondisikan terbina berkelanjutan imannya, ditumbuhkan pola pikir dan pola sikap Islam nya. Tujuannya agar setiap langkah wdibuat senantiasa disandarkan dan ditujukan mencari ridho-Nya. Sehingga ketika menggagas perubahan apapun, kemaslahatan lah yang menjadi fokusnya, bukan sebatas kepentingan diri dan kelompoknya saja.
Ketiga, pemuda dikenalkan dengan jalan perubahan yang benar. Teladan perubahan masyarakat riil yang pernah sukses merubah kondisi terpuruk menjadi mercusuar peradaban adalah Rasulullah. Beliau merubah jazirah Arab yang sebelum datangnya Islam identik dengan wilayah persaingan antar kabilah, menjadi satu pusat kekuatan peletak peradaban terbaik. Sehingga pemuda perlu dibina, dibimbing berinteraksi dengan cara yang pernah ditempuh Rasulullah.
Langkah selanjutnya, untuk memaksimalkan peran penting pemuda yang telah melalui pengondisian di atas adalah dengan menumbuhkan keseriusan dan kekonsistenan. Sehingga jiwa muda yang bergejolak senantiasa tersibukkan dalam kebaikan, terfokuskan pada upaya mengubah keadaan sesuai yang Allah gariskan. []
