Oleh: Atik Hermawati
Pernikahan antara Staf Khusus Jokowi Ayu Kartika Dewi yang muslim dengan Gerald Sebastian yang Katolik menjadi perbincangan setelah viralnya pernikahan beda agama yang lainnya. Akad nikah keduanya berlangsung secara Islam dan pemberkatan secara Katolik.
Nikah beda agama semakin mencuat dan seolah dianggap sebagai wujud toleransi yang baik dan butuh untuk dilegalisasi. Perbedaan agama tidak lagi menjadi penghalang untuk menyatukan dua insan menjadi sebuah keluarga. Padahal dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 dihubungkan dengan Surat Keputusan Menteri Agama nomor 154 tahun 1991 pun melarang pernikahan beda agama. Dituangkan dalam Pasal 44 KHI berbunyi "Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam." (cnnindonesia.com/nasional, 18/03/2022).
Moderasi Agama Semakin Masif
Upaya membiarkan dan mempertontonkan pernikahan beda agama pada masyarakat, tak lain bagian dari kampanye moderasi agama. Dimana "keberagaman dan toleransi" menjadi dalih untuk mencampuradukkan ajaran agama, terutama menyelewengkan syariat Islam. Pluralisme menganggap semua agama sama dengan toleransi yang tak ada batasan sama sekali. Hingga atas nama kebhinekaan, pernikahan beda agama harus dilegalisasi.
Melansir (populis.id, 11/03/2022), Ahmad Nurcholish sebagai konselor nikah beda agama yang terkenal, mengatakan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia sudah waktunya direvisi. Menurutnya UU tersebut menimbulkan multitafsir dan sudah waktunya Indonesia menerima pernikahan beda agama. Dia telah menikahkan sekitar 1.425 pasangan beda agama.
Islam Melarang dengan Tegas
Fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 yang menetapkan (1) Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. (2) Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu'tamad, adalah haram dan tidak sah. Disebabkan perkawinan beda agama tidak sesuai dengan maqashid syariah/ tujuan hukum Islam yaitu untuk menjaga agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.
Firman Allah SWT telah jelas melarang pernikahan beda agama,
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ
"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah: 221)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.(QS. Al-Mumtahanah: 10)
Pernikahan beda agama jelas haram. Tidak ada toleransi untuk menghancurkan akidah umat. Toleransi yang hakiki telah dicontohkan Rasulullah saw. di Madinah dengan masyarakatnya yang majemuk, yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah setelahnya. Negara tidak boleh membiarkan apalagi sampai melegalkan. Akidah umat ialah sesuatu yang penting dan harus dijaga.
Islam datang dengan seperangkat aturan yang akan menjamin keselamatan manusia. Apabila dilanggar maka kehancuran dan azab Allah yang akan diterima. Dengan demikian negara menjadi unsur penting untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah, di samping ketakwaan individu dan kontrol masyarakat.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini