Oleh : Amallia Fitriani
Pandemi Covid-19 telah membuat masyarakat mengalami berbagai macam kesulitan, salah satunya kesulitan ekonomi yang mengakibatkan masyarakat harus berupaya lebih keras untuk mencukupi berbagai kebutuhan sehari-hari.
Ditengah kesulitan ekonomi dalam kondisi pandemi yang menyesakkan dada, kini masyarakat tercekik dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Lengkap sudah penderitaan yang harus dialami oleh masyarakat.
Dalam kondisi seperti ini, lantas kepada siapakah masyarakat mengadukan keluh-kesah mereka? Tentu mereka berharap penguasa negeri ini bisa mendengarkan jeritan penderitaan mereka. Namun, mungkinkah harapan itu bisa terwujud?
Kondisi naiknya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari ini membuat anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin angkat bicara, dengan mengamati dampak kenaikan harga pangan dan energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, hal tersebut menjadi pukulan bagi daya beli mayoritas masyarakat dan berpotensi menaikkan angka kemiskinan.
Menurutnya juga, seharusnya pemerintah mampu mengendalikan minyak goreng subsidi mulai dari harga hingga ketersediaanya, termasuk distribusinya. Dia meyakini kenaikan harga komoditas strategis seperti pangan dan energi ini telah berdampak luas pada rakyat Indonesia terutama terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah.
Ada sekitar 115 juta kelas menengah dan masih ada ratusan juta rakyat menengah kebawah yang terguncang dengan persoalan kenaikan harga ini. Pemerintah harus cek, dan temukan solusi agar persoalan ini tidak terus berlanjut.(dpr.go.id, 4/4/2022).
Mengutip pula dari mediaindonesia.com, bahwa angka kemiskinan naik akibat lonjakan harga pangan dan energi. Kondisi saat ini, dapat dipastikan gini rasio meningkat tajam. Yang kekurangan semakin menderita, dan ada sebagian orang yang meningkat kekayaannya akibat pandemi. Perlu keterampilan tingkat tinggi untuk mengatasi persoalan mundurnya kualitas SDM negara akibat kemiskinan. (mediaindonesia.com, 04/04/2022)
Jika dicermati kemiskinan yang menimpa umat saat ini merupakan kemiskinan struktural/sistemik, yakni kemiskinan yang disebabkan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara/penguasa, yakni dampak dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati hanya pada segelintir orang.
Dalam penerapan sistem kapitalisme ini terlihat bahwa penguasa belum menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh atas rakyat dalam hal terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat baik kebutuhan dasar individu berupa sandang, pangan, papan maupun kebutuhan dasar masyarakat lainnya berupa pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain.
Kita pun menyaksikan di negeri ini telah lama terjadi privatisasi sektor publik seperti jalan tol, air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik mereka.
Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri. Penguasa/negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Rakyat harus mengupayakan sendiri agar semua kebutuhan hidup bisa dipenuhi. Meski terpenuhi sekedarnya atau bahkan tidak terpenuhi dengan baik karena kondisi kemiskinan. Kebutuhan strategis berupa pangan dan energi adalah kebutuhan dasar yang tidak bisa ditunda. Karena terganggunya kebutuhan tersebut tentu akan memberikan dampak pada kebutuhan lain, seperti pada kesehatan, keberlangsungan hidup dan kualitas hidup rakyat.
Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini melahirkan para penguasa yang abai terhadap rakyatnya. Hal ini nampak jelas dari setiap kebijakan yang dibuat dan diterapkannya. Kebijakan tersebut jauh dari harapan untuk mensejahterakan rakyat. Dalam kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi, penguasa punya akses yang besar mengupayakan setiap rakyat mengakses minyak goreng. Pertanyaannya, apakah penguasa mau atau tidak membuat kebijakan yang memudahkan hal tersebut? Hal ini tentu kembali pada paradigma yang menjadi dasar memimpin negeri ini. Karena asas dalam memimpin negeri ini berlandaskan kapitalisme maka negara berfungsi hanya sebagai regulator bagi para pengusaha dan melepaskan peran penguasa sebagai pengurus rakyat.
Masalah kemiskinan layaknya lingkaran setan. Masalah ini tidak akan selesai selama dalam rantai tata kelola sistem ekonomi kapitalisme, kecuali dengan mengkaji secara cemerlang akar masalah yang menyebabkan kerusakan hingga kemiskinan dan menetapkan solusi tuntas yang menyelesaikan persoalan. Semua itu hanya bisa jika syariat Islam diambil dan diterapkan oleh penguasa secara totalitas.
Menerapkan Islam secara totalitas merupakan sebuah kewajiban karena konsekuensi dari iman seorang muslim. Dia harus berhukum dengan hukum dari Allah Swt sekaligus sebagai solusi yang selama ini dibutuhkan manusia untuk keluar dari kemiskinan.
Inilah yang membedakan sistem kapitalisme dan sistem Islam. Islam sebagai sebuah sistem kehidupan telah menetapkan seorang penguasa sebagai pengurus hak-hak rakyat. Landasan penguasa dalam memimpin rakyatnya ialah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sehingga penguasa/pemimpin akan mengurus, menjaga, melindungi dan menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyat.
Diriwayatkan Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin umar r.a berkata : Saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan di minta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya.
Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan di tanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya. ( HR. Muslim)
Demikianlah kesempurnaan Islam saat diterapkan yang akan mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya bahkan akan mampu menghantarkan pada kebaikan bagi seluruh umat manusia.
Wallahua’alam bi shawab
Tags
Opini