Oleh: Siti Maisaroh
(Ummu Mufidah)
Sebagai upaya merespon
podcast milik Deddy Corbuzier yang bertajuk “Close The Door” dengan judul "Tutorial Menjadi Gay di Indonesia", podcast yang langsung dipandu oleh pemiliknya itu menuai kritik dari para netizen karena mengundang pasangan gay yakni Ragil dan Frederik Vollert asal Jerman pada Sabtu (7/5/2022).
Sudah tak asing lagi, LGBT adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay", karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan (Wikipedia).
Kendati LGBT adalah perbuatan yang dilaknat, namun polemiknya semakin hari kian mengkhawatirkan. Pergerakannya terus menyebar, belum ada yang mampu menghentikan, sehingga semakin merusak tatanan dan sendi kehidupan.
LGBT yang awalnya muncul dan berkembang di negara-negara yang mengadopsi paham liberalisme (kebebasan), kini sudah melebarkan sayap ke berbagai penjuru dunia. Bahkan sampai ke negeri yang berpenduduk muslim terbesar sekalipun. Bukan hanya di kota-kota besar, tetapi hubungan seks sesama jenis ini sudah masuk di daerah terpencil Indonesia.
Misalnya, dilaporkan bulan Januari hingga Juli 2019, tercatat 24 orang pengidap HIV/AIDS didominasi lelaki seks lelaki (LSL) atau homoseksual, berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kelompok LSL adalah komponen penyebaran virus HIV. Selain LSL, ada kelompok waria dan wanita pekerja seks yang sama-sama berpotensi menularkan penyakit tersebut (www.sultra.antaranews.com 30/9/2019).
Jika kita melihat bahaya yang ditimbulkan dari aktifitas salah pergaulan ini, setidaknya ada dua hal yang perlu digaris bawahi. Pertama, bahaya kesehatan dan kedua bahaya prilaku.
Bahaya dari segi kesehatan yang ditimbulkan misalnya, berdasarkan data dari CDC (Center for Disease Control and Prevention) AS tahun 2010 menunjukan dari 50 ribu infeksi HIV baru, dua pertiganya adalah gay-MSM (Male Sex Male). Wanita Transgender resiko terinfeksi HIV 34 kali lebih tinggi dibanding wanita biasa (Republika, 12/02/2016).
Selanjutnya, jika melihat bahaya dari sisi prilaku, dengan semakin massifnya kampanye yang dilakukan oleh pengusung paham liberalisme ini, maka LGBT yang awalnya dianggap kotor dan menjijikan maka akan dianggap sebagai prilaku yang normal dan legal. Ditambah lagi, WHO telah menghapus LGBT dari daftar penyakit mental. Bahkan, kini ada peringatan hari gay sedunia, ada 14 negara yang membolehkan pernikahan sejenis, namun hanya tiga negara yang menganggap LGBT kriminal (Republika, 12/02/2016).
Kini LGBT bukan lagi prilaku individu, melainkan sudah menjadi gerakan global yang terorganisir. Para pengusungnya masuk melalui jalur akademik/intelektual, sosial budaya, komunitas-komunitas, politik, bisnis, serta lembaga global atau internasional.
1. Jalur akademik/intelektual
Misal, pada 6-9 November 2006 ada pertemuan 29 pakar HAM di UGM yang melahirkan "prinsip-prinsip Yogyakarta", salah satunya adalah mendukung LGBT. Contoh lain, muncul lembaga pro LGBT di UI. Tujuan jalur ini adalah memberi basis intelektual untuk justifikasi (pembenaran LGBT). Mereka akan memunculkan argumen-argumen pembenaran LGBT melalui gaya intelektual rasionalnya.
2. Jalur sosial budaya
LGBT mendapat ruang untuk dipropagandakan melalui advokasi, konsultasi, film, aksi lapangan, seni, media massa dan sebagainya sebagaimana yang dilakukan oleh DC. Dengan tujuan membentuk opini umum agar masyarakat menerima LGBT.
3. Jalur jaringan/komunitas
Saat ini di Indonesia ada 2 jaringan nasional pendukung LGBT, ada 119 kelompok LGBT di 28 provinsi (dari 34 provinsi) dengan jutaan pengikut, atas sponsor UNDP dan USAID milik AS pada 13-14 Juni 2013 di Nusa Dua Bali berlangsung dialog komunitas LGBT nasional Indonesia yang pesertanya 71 orang dari 49 lembaga pro LGBT di Indonesia (sumber: docplayer.info (diakses 15/02/2016 silam). Tujuan jalur ini adalah melakukan rekrutmen kader LGBT. Menggunakan sistem layaknya MLM gay dimana 1 orang merekrut 5 orang.
4. Jalur bisnis
LGBT mendapat dukungan opini dan juga dana dari dunia bisnis. Seperti, Facebook, Whatsapp, LINE, Starbucks. Tujuan jalur ini adalah memberi dukungan finansial dan opini terhadap LGBT.
5. Jalur politik/diplomasi dalam negeri maupun secara global
Misalnya, Komnas HAM telah mengakui komunitas LGBT lewat pernyataan sikap Komnas HAM pada 4 Februari 2016, LGBT dianggap legal dengan dalih HAM sesuai pasal 28 UUD 1945, peraturan Menteri Sosial tentang kelompok minoritas.
Dalam dokumen UNDP PBB ada program pro LGBT dengan sasaran programnya adalah Indonesia, Filipina, Thailand dan Cina. Tujuan jalur ini adalah memberi legitimasi LGBT dalam bentuk regulasi atau UU.
Lantas, Bagaimana Syariat Islam Memandang LGBT?
Islam menganggap LGBT adalah perbuatan kriminal. Islam mengharamkan perbuatan liwâth ini dan mengkategorikannya sebagai dosa besar. Allah SWT menyebutkan dalam kemarahan Nabi Luth as. kepada kaumnya—penduduk Sodom—karena kekejian mereka melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis. Bukan karena kemungkaran yang lain sebagaimana tudingan sekelompok tokoh pembela LGBT. Allah SWT berfirman:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ . إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji (liwâth) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sungguh kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita. Kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS al-A’raf [7]: 80-81).
Imam ath-Thabari menyebutkan bahwa Nabi Luth as. mencela kaumnya karena perbuatan mereka, yakni lelaki mendatangi lelaki pada dubur mereka (sodomi). Akibat perbuatan itulah Allah SWT melaknat dan menghancurkan kaum Luth as. (Lihat: QS Hud [11]: 82).
Alhasil, Islam sama sekali tidak mengakui keberadaan kaum LGBT ini. Bahkan Islam mencela perilaku LGBT dengan sangat keras.
Sebagai tindak preventif, Islam pun mengancam para pelaku homoseksual dengan sanksi keras berupa hukuman mati bagi kaum gay yang masih bujang ataupun yang sudah menikah. Tanpa sanksi yang keras atas para pelaku menyimpang ini, kekejian mereka tak akan surut. Dikecualikan dalam hal ini adalah para korban kekerasan seksual para gay tersebut. Para korban kekerasan seksual akan direhabilitasi fisik dan jiwanya agar mereka tidak menjadi gay di kemudian hari. Hanya para pelakunya, sesuai hadis di atas, yang dijatuhi hukuman mati. Nabi saw. bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya (HR Abu Dawud).
Adapun lesbianisme atau yang disebut dalam fikih as-sahâq atau musâhaqah dikenai sanksi ta’zîr, yakni jenis hukuman yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim). Mereka bisa dicambuk, dipenjara, atau bahkan dihukum mati jika sudah sangat keterlaluan.
Islam pun mengharamkan kampanye, propaganda atau apa saja yang berisi seruan terhadap perilaku busuk ini. Islam akan mengharamkan LSM, influencer, penulis buku, atau siapapun terlibat dalam gerakan mendukung dan menyebarkan paham LGBT. Mereka juga akan dijatuhi sanksi keras jika melakukan propaganda LGBT.
Mereka yang secara terang-terangan menghalalkan LGBT yang telah jelas diharamkan syariah sudah batal keimanannya. Pasalnya, keharaman LGBT ini telah jelas di dalam syariah. Haram bagi seorang Muslim menghalalkan atau mengharamkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah SWT (Lihat: QS an-Nahl [16]: 116).
Campakkan Liberalisme
Solusi terbaik dari Islam ini tak akan bisa diwujudkan tanpa penerapan syariah Islam secara kâffah dalam naungan Khilafah. Sistem demokrasi dan liberalisme yang berlaku di Tanah Air justru menyuburkan perilaku kaum Sodom ini. Atas nama kebebasan dan HAM warga diberi kebebasan orientasi seksual, termasuk menjadi gay dan lesbian.
Dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), misalnya, secara tersirat ada perlindungan terhadap kaum LGBT. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan: “Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang…”
Eksistensi LGBT ini juga merupakan bagian dari gerakan global yang didukung oleh banyak negara dan lembaga internasional seperti PBB. Dalam situs resmi PBB atau United Nations (UN) terang-terangan dinyatakan bahwa lembaga itu mendukung kesamaan hak bagi kaum LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer, dan lain-lain).
Kaum LGBT ini semakin berani menyatakan eksistensinya. Berbagai kampanye serta propaganda gerakan ini semakin gencar dilakukan dengan adanya payung hukum dan dukungan dunia internasional.
Karena itu untuk menghentikan arus LGBT ini tidak cukup hanya dengan seruan ataupun kecaman. Harus ada kekuatan politik dan hukum yang melindungi umat. Mengharapkan kehidupan sosial yang bersih dan sesuai fitrah sebagaimana tuntunan Allah SWT tak mungkin terwujud tanpa penerapan syariah secara kâffah dalam naungan Khilafah. Waallahu a'lam bishowab.