Oleh : Ummu Fairuz
Sejak awal bulan April 2022 yang lalu, di beberapa beranda media sosial sudah banyak beredar info tentang aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai wilayah di Indonesia. Tidak terlewat pula, Bogor sebagai salah satu wilayah yang memiliki beberapa universitas swasta dan negeri. Jum’at, 8 April 2022 ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Bogor Raya melakukan unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, (republika.co.id, 8/4/2022).
Aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut menjadi harapan besar untuk perubahan yang baik untuk negeri ini oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini dikarenakan, mahasiswa dianggap sebagai agen perubahan. Pasalnya, selama ini mahasiswa mengalami kekosongan bersuara dari mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan rezim yang cenderung tidak berpihak kepada rakyat. Peristiwa ini bukan tidak berdasar, akan tetapi karena memang rezim ini cenderung represif terhadap rakyat yang kritis dan adanya pembungkaman aspirasi masyarakat.
Sebagaimana pernyataaan yang diutarakan oleh Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia dalam Merdeka.com (25/10/2020) menyatakan bahwa survei yang dilakukan oleh Lembaga Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa meningkatnya ancaman terhadap kebebasana sipil. Lanjutnya, mayoritas publik cenderung setuju atau sangat setuju bahwa saat ini warga makin takut menyuarakan pendapatnya sebesar 79,6 persen, makin sulit berdemonstrasi atau melakukan protes sebesar 73,8 persen, dan aparat dinilai semena-mena menangkap warga yang berbeda pandangan politiknya dengan penguasa sebesar 57,7 persen.
Tidak mengherankan, jika aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dipandang sebagai angin semilir perubahan untuk negeri ini. Bak seteguk air hadir pada saat kehausan di tengah padang pasir. Tuntutan mahasiswa dalam aksi unjuk rasa sebagaimana dilansir pada Republika.co.id (8/4/2022) adalah menuntut pemerintah untuk menurunkan harga BBM dan minyak goreng, menolak perpanjangan masa jabatan presiden dan kenaikan PPN, serta mengkaji ulang rencana perpindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Hanya saja, ada yang perlu kita ketahui bersama adalah apakah tuntutan yang disampaikan mahasiswa dapat mendorong perubahan yang mendasar sehingga dapat menyelesaikan seluruh permasalahan yang terjadi di negeri ini. Disinilah pentingya mahasiswa untuk dapat memahami masalah utama yang menjerat negeri ini dan melahirkan permasalahan-permasalahan baru yang tidak kunjung selesai.
Seperti yang telah kita pahami bahwa sistem demokrasi yang diterapkan oleh negeri ini mendudukkan pengusaha terikat erat dengan penguasa. Peran pengusaha sebagai pemilik modal sangatlah dominan dalam mengintervensi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bukanlah rahasia umum lagi bahwa untuk menjadi penguasa dalam sistem demokrasi membutuhkan modal yang sangat besar, sehingga perlu menggandeng pengusaha untuk memuluskan jalan menuju kekuasaan. Oleh karena itu slogan tidak ada makan siang gratis dalam sistem ini bukanlah isapan jempol belaka.
Tentunya, tuntutan untuk meminta Presiden menurunkan harga BBM dan minyak goreng sudah dipastikan tidak akan dapat dilakukan oleh penguasa. Pemerintah hanya mampu sebatas membuat kebijakan BLT minyak goreng dan hal ini juga masih diragukan sumber dananya. Ketika negara minus anggaran, maka akan melalukan pinjaman kembali dan pengembalian pinjaman tersebut tentu akan dibebankan kepada rakyat. Salah satu yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menaikkan PPN.
Tuntutan untuk menolak perpanjangan masa jabatan presiden yang disampaikan oleh mahasiswa sesungguhnya tidak akan berpengaruh secara signifikan dalam perubahan nasib rakyat. Buktinya sudah beberapa kali negeri ini berganti rezim, kenyataannya kondisi kehidupan rakyat semakin hari semakin sulit. Rakyat miskin bahkan semakin bertambah jumlahnya. Karena sejatinya dalam sistem demokrasi rakyat hanya dilibatkan dalam pendulangan suara saja. Namun pada peneluran kebijakan, penguasa tunduk pada pengusaha yang telah memberikan modal pada saat konstelasi politik menuju kekuasaan yang tidak murah. Sebagaimana yang dirilis pada Merdeka.com (20/10/2020), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri mengemukakan bahwa "untuk menjadi kepala daerah sekelas wali kota/bupati saja, minimal calon harus memiliki pegangan uang Rp65 miliar". Bisa dibayangkan bagaimana jika mau menjadi penguasa nomor satu negeri ini, tentu akan lebih besar lagi harus mengantongi modal.
Adapun, tuntutan mahasiswa selanjutnya adalah meminta Presiden untuk mengkaji ulang rencana perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang semakin senter di gaungkan. Undang-undang IKN ini dianggap sarat dengan masalah, baik dilihat dari sisi aspek hukum, lingkungan, sosial ekologi, sampai aspek kebencanaan. Undang-undang IKN ini juga dirasa penuh dengan kepentingan oligarki politik yang dipraktekkan oleh penguasa. Namun, jika melirik kembali perjalanan beberapa UU yang telah disyahkan dan menjadi polemik sebelumnya, seperti UU Omni Bus Law Cipta Kerja, tetap saja melenggang diterapkan dengan beberapa catatan, tanpa bisa dihapuskan sesuai dengan tuntutan rakyat.
Berdasarkan fakta di atas, bisa menjadi bukti bahwa dalam sistem demokrasi peraturan yang muncul hanyalah mengikuti pesanan pemilik modal tanpa melihat kepentingan rakyat. Sehingga jargon yang sering didengungkan oleh sistem demokrasi yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah lips belaka. Karena sejatinya dalam prakteknya justeru yang diperjuangkan oleh sistem demokrasi adalah kepentingan para pengusaha.
Untuk itu, pentingnya mahasiswa bergerak dan mendorong perubahan bukan hanya sekedar menuntut perubahan-perubahan parsial yang tidak menuntaskan permasalahan sampai ke akarnya. Namun lebih dari itu bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan harus mendorong perubahan yang mendasar yakni menyerukan untuk segera meninggalkan sistem demokrasi sebagai biang seluruh permasalahan yang timbul. Penerapan sistem demokrasi di negeri ini telah menepikan manusia menjadi sekuler, sehingga memisahkan agama dan pengaturan hajat hidup rakyat dalam bernegara.
Dengan demikian, perubahan mendasar tersebut akan sempurna jika melibatkan perubahan ideologi. Satu-satunya ideologi yang terbukti mampu menjamin kemaslahatan manusia dan sesuai dengan fitrah manusia hanyalah Islam. Ideologi yang sudah diterapkan 14 abad lamanya mampu menyelesaikan seluruh persoalan rakyat karena sumbernya langsung dari Allah SWT sebagai pencipta manusia beserta alam seisinya.
Sudah selayaknya, mahasiswa dan rakyat bersama-sama mendorong perubahan mendasar dengan menyerukan dengan lantang untuk tidak hanya sekedar mengganti rezim, namun sepaket dengan mengganti sistemnya, yakni Islam dengan sistem pemerintahan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan diikuti oleh para sahabat sesudahnya. Sehingga, sejuta rasa dan asa dari unjuk rasa mahasiswa dengan menuntut dan menyerukan perubahan mendasar dapat terealisir dengan nyata.
Kerusakan demi kerusakan telah nyata tampak di depan mata tatkala sistem kehidupan ini merujuk pada Kapitalisme-Sekularisme. Sehingga, hanya kembali kepada Islamlah keberkahan akan didapatkan.
Wallahu a'lam bishshowab.