Oleh : Wulansari Rahayu*
Setelah pengesahan UU TPKS dan Permendikbud PPKS no 30/2021, kewaspadaan kita semestinya semakin tinggi terhadap kampanye LGBT. Kedua regulasi tersebut membuka pintu legalisasi perilaku LGBT, karenanya kampanye LGBT di media sebagaimana dilakukan oleh selebritas semakin masif di lakukan. Mereka semakin berani unjuk gigi dan merasa perbuatan tersebut hal yang lumrah.
Beberapa hari yang lalu ramai podcast Deddy Corbuzier mengundang pasangan gay. Menjadi sorotan di tengah masyarakat karena di anggap mempromosikan LGBT.
Anggota Komisi X DPR RI, Illiza Sa'adudin Djamal menilai konten Podcast Deddy Corbuzier berjudul 'Tutorial jadi gay' tak layak. Lebih jauh beliau juga menyebut konten tersebut sangat berbahaya. Karena jelas-jelas LGBT dilarang menurut hukum agama (Islam) dan hukum positif, negara.
Majelis Ulama Indonesia Kota Tangerang Selatan (MUI Tangsel) juga angkat bicara terkait tayangan podcast Deddy Corbuzier yang menghadirkan pasangan gay. Sekretaris MUI Abdul Rojak menyayangkan Deddy Corbuzier mengundang pasangan gay. Rojak menyebut, program podcast Deddy Corbuzier yang sudah menjadi corong informasi masyarakat, jangan sampai turut menjadi ruang bagi pasangan LGBT di Indonesia untuk tampil ke publik.
Sebagai pelaku maupun pendukung LGBT harus ditentang keras. Terlebih, atas nama pengakuan terhadap kebebasan dan penciptaan lingkungan inklusif berbagai pihak (aktifis, korporasi/MNC, politisi dll) condong mendukung LGBT.
Derasnya dukungan kepada LGBT juga datang dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan bisnis dengan berbalut slogan kesetaraan dan HAM. Menyuarakan ketahanan keluarga, tapi para kapitalis yang meraup ‘untung’ lewat slogan kesetaraan dan HAM tetap bebas ‘berkeliaran’ dalam sistem kapitalistik.
Dalam Islam perilaku LGBT jelas dilarang dan merupakan kemaksiatan yang besar. Manusia berperilaku LGBT adalah manusia-manusia rapuh. Karena mereka jauh dari peringatan Allah Swt. Bisa dibuktikan, mereka bukanlah manusia-manusia taat syariat. Dan terlampau ironis jika mereka justru di katakan open minded.
Allah Taala pun berfirman tentang perilaku penyimpangan orientasi seksual, “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala ia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? [80]. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.'[81]” (QS Al-A’raf [7]: 80—81).
Sebagaimana ayat di atas, perbuatan kaum Nabi Luth ‘alaihis salam merupakan perbuatan fahisyah, yakni suatu perbuatan keji yang sangat hina dan mencakup berbagai macam kehinaan serta kerendahan. Pelakunya layak disebut penjahat seksual karena telah melakukan kejahatan (kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka di tempat yang terlarang.
Fenomena seperti ini hanya bisa dihentikan oleh peran tegas negara (khilafah) untuk menegaskan Islam sebagai standar benar dan salah bagi pemikiran, perilaku individu dan tatanan masyarakat.
Negara seperti ini dipastikan akan mampu mencegah kemungkaran dan menjaga kemandirian. Di dalam negara maupun di luar tidak akan mudah didikte apalagi dilecehkan. Rakyat akan tunduk dan taat. Musuh akan takut dan hormat.
Khilafah tegak di atas ketakwaan, baik rakyat maupun penguasanya. Ia hadir justru untuk memelihara fitrah kemanusiaan, baik sebagai hamba Allah maupun pemegang amanat kekhalifahan. Semua hal yang bertentangan dengan fitrah dan berpotensi merusak kehidupan akan dicegah melalui penerapan Islam kafah.
Tanpa Khilafah, kemaksiatan tidak akan mungkin bisa dicegah hingga ke akar. Terlebih jika kemaksiatan ini telah menjadi alat perang peradaban. Wallualam bi showab.
*(Anggota Revowriter dan Penggiat Dakwah)
Tags
Opini