Oleh: Sari Isna_Tulungagung
Deddy Corbuzier tengah ramai diperbincangkan netizen di media sosial. Pasalnya, belum lama ini Deddy mengundang Ragil Mahardika dan Frederik Vollert yang merupakan pasangan gay ke dalam podcast YouTubenya. Banyak netizen Indonesia yang justru kecewa dan mengolok-olok Deddy Corbuzier karena dianggap telah memberikan ruang ekspresi untuk pasangan L68T (sindonews.com, 8/5/2022). Sungguh sangat disayangkan, gaya hidup pasangan homoseksual ditampilkan seolah-olah normal tanpa dicekal di negara yang berketuhanan. Kemaksiatan dianggap wajar dan dengan bangga dipertontonkan, dianggap open minded dan modern, diberikan panggung terbuka, ingin terlihat toleran.
Setelah pengesahan UU TPKS dan Permendikbud PPKS no 30/2021, kewaspadaan kita semestinya semakin tinggi terhadap kampanye L68T. Kedua regulasi di atas membuka pintu legalisasi perilaku L68T, karenanya kampanye L68T di media sebagaimana dilakukan oleh selebritas sebagai pelaku maupun pendukung L68T harus ditentang keras. Sayangnya wakil rakyat yang duduk di anggota dewan jauh hari sebelum podcast viral ini sudah memberikan kode ‘mengiyakan’ terkait perilaku menyimpang tersebut. Hal ini disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan dalam kegiatan Tanwir I Aisyiyah di Surabaya. Zulkifli mengungkapkan bahwa terdapat lima partai yang tengah membahas rancangan Undang-Undang mengenai L68T. Saat ini di DPR sedang dibahas soal Undang-Undang L68T atau pernikahan sesama jenis dan sudah ada lima partai politik menyetujui L68T (kumparan.com, 20/1/2018).
Atas nama pengakuan terhadap kebebasan dan penciptaan lingkungan inklusif berbagai pihak (aktifis, korporasi/MNC, politisi, dan sebagaimya) pada akhirnya mereka condong mendukung L68T. Salah satu perusahaan terkemuka yang sudah sejak lama terang-terangan mendukung L68T adalah unilever Indonesia. Unilever, perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda, pada 19 Juni tahun 2020 lalu resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan L68TQ+. Hal tersebut disampaikan melalui akun Instagram (republika.co.id, 26/6/2020). Tentu saja ini menuai kecaman di dunia maya dan tak sedikit seruan untuk memboikot produk Unilever.
Meski sudah sejak lama terjadi pro kontra tentang keberadaan L68T, namun semakin ke sini fenomena penyimpangan seksual ini justru semakin mencuat ke permukaan. Tentu saja ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan wujud agenda serius yang tersistemasi untuk mendapatkan perwajaran dari masyarakat secara perlahan tapi pasti. Tidak hanya tingkat lokal maupun nasional tetapi sudah masuk ke tingkat global.
Dalang dari semuanya tak lain dan tak bukan adalah Barat melalui PBB sebagai corongnya. Atas nama HAM dan demokrasi, Barat terus menormalisasi kemaksiatan dan mengampanyekan nila-nilai hidup mereka yang membawa kerusakan pada dunia. Pada 2008 PBB secara resmi telah mengakui hak-hak kaum Luth modern melalui UN Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity. Tak tanggung-tanggung biaya yang digelontorkan tidak sedikit untuk menyebarkan misi L68T ini (IG @komunitasliterasiislam).
Barat menggunakan langkah politik yang serius untuk menyebarkan misi L68T ini secara global. Fenomena seperti ini hanya bisa dihentikan oleh peran tegas negara (khilafah) untuk menegaskan Islam sebagai standar benar dan salah bagi pemikiran, perilaku individu dan tatanan masyarakat. Dalam Islam, praktik L68T merupakan penyimpangan fitrah kemanusiaan dan Allah jelas melaknatnya dalam Al-Qur’an. Jika Al-Qur’an mengatakan haram, tidak penting berbagai pembelaan dikemukakan. Yang haram tetaplah haram. Secara individu kita bisa menyuarakan kebenaran Islam yang menentang keras perilaku L68T, tetapi dalam skala global kita butuh negara/daulah yang menerapkan Islam secara kaffah sehingga perilaku L68T dan pemikiran-pemikirannya tegas dimusnahkan.
Sebagai sesama manusia kita tidak dibenarkan membenci orangnya melainkan perilakunya. Ketika seseorang terjerat perilaku menyimpang lalu ingin kembali ke fitrahnya, maka kewajiban kita untuk membantu dan membimbingnya ke jalan yang benar. Tapi ketika seseorang yang menyimpang lalu memproklamirkan diri dan secara aktif mempromosikan, maka di sinilah dibutuhkan ketegasan.
Tags
Opini