Oleh: Amallia Fitriani
Setelah pengesahan UU TPKS dan Permendikbud PPKS no 30/2021, kewaspadaan kita semestinya semakin tinggi terhadap kampanye LGBT. Kedua regulasi tersebut justru membuka pintu legalisasi perilaku LGBT. Dan benar saja, kaum LGBT kini mulai berani menampakkan keberadaan nya, dan mereka semakin intensif mengkampanyekan perilaku menyimpang mereka. Salah satu sarana jitu yang mereka gunakan untuk mengkampanyekan ide LGBT ini yakni lewat media sosial.
Dan yang tengah viral akhir-akhir ini yakni kontroversi podcast Daddy Corbuzier (DC) , Pasalnya, belum lama ini Deddy mengundang Ragil Mahardika dan Frederik Vollert ke dalam podcast YouTubenya. Ragil Mahardika dan Frederik Vollert adalah pasangan gay yang saat ini tinggal di Jerman. Dalam video yang berdurasi sekitar satu jam tersebut, Deddy Corbuzier banyak membahas seputar kehidupan dan hasrat seksual seorang gay (sindonews.com, 08/05/2022).
Dari podcast tersebut tentunya DC pun panen hujatan. Banyak netizen Indonesia kecewa. Wajar jika netizen mengkritik habis DC karena dianggap memberikan ruang berekspresi bagi pasangan LGBT. Dari realitas ini, kaum LGBT seolah sedang mendapatkan celah. Mungkin ini hanya salah satu cara yang telah mereka coba demi memproklamasikan dan terus mempropagandakan ide sesatnya.
Selain itu yang menambah geram masyarakat yakni “tamu” DC itu juga bukan hanya saja menyampikan soal gay dan pemikiran liberal nya. Lebih parah dan lebih aneh lagi adalah pengakuan Ragil yang meskipun gay ia seorang muslim yang juga taat syariat, misalnya dengan masih mengerjakan salat. Ia juga mengaku statusnya itu kontradiktif, yakni gay tetapi muslim karena sebagai manusia ia merasa tetap membutuhkan Tuhan. Mereka juga memiliki komunitas LGBT lintas agama dan tetap pada pendirian mereka untuk menjalankan kepercayaan mereka masing-masing. (VOA Indonesia, 4/5/2022).
Fakta semakin marak dan beraninya mereka tampil ke ranah publik di negeri ini sejatinya bukanlah masalah tunggal yang berdiri sendiri. Ia adalah penyimpangan sistematis yang terjadi bukan hanya karena adanya pelaku, tetapi disertai juga dengan faktor pendukung.
Sistem demokrasi yang diterapkan di negeri inilah yang telah melahirkan kebebasan berperilaku, berpendapat, beragama. Ide kebebasan berperilaku yang dilindungi dalam sistem demokrasi dengan mengatasnamakan HAM mencetuskan faktor-faktor pendorong gejolak seksual, bahkan kepada sesama jenis. Padahal Islam melarangnya, ”Rasulullah SAW melarang laki-laki yang meniru perempuan, dan perempuan yang meniru laki-laki” (HR. Bukhari).
Terlebih lagi, sistem demokrasi-liberalisme telah merusak keimanan masyarakat sampai dengan ke level individu sehingga membuat orang tidak merasa takut dan diawasi oleh Allah SWT. Pada akhirnya, mereka dengan bebas menyalurkan hasrat seks nya dengan cara-cara yang tidak semestinya.
Selain itu abainya negara terhadap segala faktor pendukung penyimpangan seksual semakin menambah banyaknya kasus yang terjadi. Tidak adanya sanksi yang diberlakukan, akan semakin menambah panjang deretan kasus ini. Terlebih lagi keberadaan kaum LGBT semakin mendapatkan angin segar karena mendapat dukungan dari berbagai pihak mulai dari beberapa LSM sampai dukungan dari beberapa fraksi partai.
Dikutip dari kumparannews.com, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengungkapkan ada lima fraksi di DPR RI yang dianggap "menyetujui perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT)". Dalam kegiatan Tanwir I Aisyiyah di Surabaya, Sabtu (20/1), Zulkifli mengungkapkan bahwa terdapat lima partai yang tengah membahas rancangan Undang-Undang mengenai LGBT.
"Saat ini di DPR sedang dibahas soal Undang-Undang LGBT atau pernikahan sesama jenis. Sudah ada lima partai politik menyetujui LGBT," kata Zulkifli seperti dilansir Antara.
Namun, Zulkifli bergeming saat ditanya fraksi mana saja yang menyetujui LGBT. Zulkifli sama sekali tidak menyebutkan siapa saja lima fraksi tersebut dan memastikan bahwa Fraksi PAN di DPR menolak (kumparannews.com, 20/01/2018).
Islam memandang bahwa prilaku LGBT ini merupakan perilaku yang diharamkan Allah SWT dan akan mendatangkan azab-Nya. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik.” (QS Al-Ankabut [29]: 34)
Sebagaimana ayat di atas, perbuatan LGBT ini merupakan perbuatan yang sama yang dilakukan kaum Nabi Luth ‘alaihis salam dan termasuk perbuatan fahisyah, yakni suatu perbuatan keji yang sangat hina dan mencakup berbagai macam kehinaan serta kerendahan. Pelakunya layak disebut penjahat seksual karena telah melakukan kejahatan (kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka di tempat yang terlarang.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. (Beliau sampaikan sampai tiga kali.)” (HR Ahmad)
Efek dari perbuatan ini juga akan menimbulkan kerusakan yang dahsyat di tatanan masyarakat, seperti penularan penyakit kelamin, rusaknya nilai moral masyarakat, kehancuran keluarga, dalam jangka panjang berpengaruh terhadap regenerasi keturunan, dan lain sebagainya.
Butuh solusi yang tegas untuk menyelesaikan perkara ini, karena lesbi/homo adalah tindakan penyimpangan seksual yang diharamkan dalam Islam. Dan hanya Islamlah satu-satunya solusi untuk mengakhiri prilaku tercela ini.
Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab dalam membina keimanan masyarakatnya. Pondasi keimanan yang kuat akan membuat seseorang takut akan berbuat maksiat karena merasa diawasi oleh Allah SWT. Selain itu negara dalam sistem Islam akan menghilangkan berbagai hal di tengah masyarakat yang dapat merangsang orang untuk mencoba-coba, misalnya, menghentikan peredaran pornografi terkait LGBT, baik dalam bentuk media cetak, elektronik dan sosial. Selain itu, negara dalam sistem Islam akan memberi sanksi tegas dan menjerakan bagi pengedar pornografi dan pelaku penyimpangan seksual. Kemudian, negara juga akan melarang dengan tegas keberadaan LSM yang mendukung LGBT. Jika tidak mau, maka LSM harus diberi sanksi bahkan dibubarkan.
Selanjutnya negara dalam sistem Islam akan menerapkan hukuman sesuai syariat Islam terhadap mereka. Bila pengadilan menemukan bukti dan diputuskan di pengadilan, hukuman bagi para pelakunya adalah hukuman mati. Hal ini didasarkan kepada sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda: ”Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya” (HR. Al-Khomsah kecuali an-Nasa’i).
Dengan hukuman seperti ini, pastilah akan menimbulkan efek jera kepada pelaku sehingga tidak akan berani untuk kembali melakukan tindakan penyimpangan, sekaligus menjadi pencegah bagi orang-orang lain yang akan berbuat. Mereka pasti akan berpikir beribu-ribu kali sebelum melakukan tindakan mengingat kerasnya sanksi.
Sudah jelas, hanya dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah permasalahan penyimpangan dapat dicabut hingga akarnya. Bahkan, ini juga akan mampu menyelesaikan permasalah lainnya secara tuntas. Maka sudah saatnya kita tinggalkan sistem demokrasi sekulerisme yang rusak serta memperjuangkan penerapan kembali hukum Islam secara kaffah di bumi milik Allah.
Wallahua’lam bi ash-shawab
Tags
Opini