Oleh: Ummu Najah (Pegiat Literasi)
Di tengah kesulitan ekonomi yang dirasakan oleh sebagian besar rakyat akibat pandemi Covid 19 yang baru saja melanda negeri ini, pemerintah menuntaskan lelang penggantian Gorden rumah Dinas Jabatan DPR dengan nilai yang sangat fantastis. Lelang tender pengganti Gorden di rumah dinas jabatan DPR RI telah dimenangkan oleh PT Bertiga Mitra Solusi yang beralamat di Tangerang banten dengan harga Rp 43,5 milyar. Lelang diikuti 49 peserta, namun hanya harga penawaran dari tidak pelelang yang bisa terlihat. Pemenang tender Gorden DPR tersebut adalah perusahaan yang menawarkan harga tertinggi dibandingkan dua perusahaan lainnya. (detik.news.com, 08/05/22)
Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi) Boyamin Saiman mengatakan namanya tender harus kompetitif, harusnya pemenang tender dipilih dari perusahaan yang menawarkan harga terendah dan memenuhi persyaratan.
Ditengah keprihatinan kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat negeri ini, urgensitas penggantian gorden patut dipertanyakan, demikian pula besaran proyek yang sangat fantastis, tentu saja ini menyaliti hati rakyat.
Anggota Komisi II DPR Habiburrahman yang juga penghuni Gedung tersebut menegaskan tidak pernah setuju dengan pengadaan gorden Gedung DPR, Ia mengatakan rumah jabatan presiden tidak perlu gorden semahal itu atau tidak perlu gorden baru sama sekali, ia mengaku tidak pernah mengusulkan atau menyetujui pengadaan gorden tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyoroti tender penggantian gorden rumah dinas jabatan DPR RI yang dimenangi lelang dengan harga tertinggi tersebut, meminta Puan Maharani bertanggung jawab terhadap polemic ini. Menurutnya DPR seharusnya tidak mengurus masalah Gorden, melainkan membuat Undang-undang dan mengawasi pemerintah. (detik.news.com 07/05/22).
Meski sudah ditentang public, proyek ini tetap berlanjut dan kini aroma korupsi juga mengemuka. Karena justru pemenang tender adalah penyodor tawaran harga tertinggi, terbalik dengan normalnya pengadaan barang dengan sistem tender yang mencari kualitas tertinggi dengan harga paling ekonomis.
Ini adalah buah penerapan sistem Kapitalis Sekuler. Sistem Kapitalis di bidang politik melahirkan sistem politik demokrasi. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan ada ditangan rakyat, sehingga rakyat atau manusialah yang membuat hukum (yang diwakilkan kepada anggota legislatif atau DPR). Manusia yang memiliki sifat lemah dan terbatas, ketika membuat hukum tentu saja akan dipengaruhi dan dikendalikan oleh hawa nafsunya. Sehingga harta rakyat bisa menjadi ajang bancakan banyak pihak demi keuntungan segelintir elit dan penyokongnya.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam merupakan aturan sempurna yang bersumber dari Zat yang Maha Sempurna yakni Allah SWT. Hanya Allahlah yang berhak untuk membuat hukum. Sebagaimana firmanNya yang artinya “Sesungguhnya hak menetapkan hukum hanyalah milik Allah (TQS Al An’am :57).
Agar para pejabat negara tidak gila harta dan tahta sehingga berani mengambil uang rakyat sebagaimana saat ini, negara akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, mengontrol harta kekayaan pejabat negara dengan cara mengaudit harta kekayaan pejabat secara berkala, sehingga pejabat negara tidak ada yang menyalahgunakan uang negara untuk kepentingan pribadinya. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah kedua kaum Muslimin ini selalu mengaudit harta kekayaan pejabatnya sebelum dan sesudah menjabat. Jika terdapat peningkatan harta yang tidak wajar, mereka diminta membuktikan bahwa harta kekayaan yang mereka dapat bukan hasil korupsi atau harta ghulul lainnya. Kalau mereka tidak bisa membuktikan maka hartanya akan disita oleh negara, menjadi pemasukan Baitul Mal.
Kedua, membina keimanan para pejabat negara, sehingga para pejabat negara memahami bahwa harta dan jabatan adalah amanah yang nanti akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT. Para pejabat negara akan hidup sederhana meski mereka kaya. Mereka akan menyedekahkan harta kekayaannya untuk membantu rakyat. Bukan sebaliknya menggunakan harta rakyat untuk kepentingan pribadinya, sebagaimana dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini. Sebagian yang dilakukan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan istrinya, mereka rela mendermakan harta kekayaannya kepada rakyat. Mereka memilih hidup sederhana daripada menanggung hisab yang pedih di akhirat.
Ketiga, pemberian gaji yang layak. Para pejabat akan diberi gaji yang cukup, tunjangan dan fasilitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka. Gaji yang cukup ini akan meminimalisir terjadinya kecurangan dan penyalahgunaan jabatan. Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah akan disediakan rumah, jika tidak memiliki istri akan dinikahkan , jika tidak memiliki pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak memiliki kendaraan hendaknya diberi, dan barang siapa mengambil lainnya itulah kehancuran(HR Abu Dawud).
Keempat, pengawasan dan kontrol masyarakat. Dalam sistem Islam ada Majelis Umat yang bertugas untuk mengoreksi dan memberi masukan kepada khalifah dan struktur dibawahnya. Majelis Umat ini beranggotakan orang-orang yang dipercaya umat untuk menyampaikan pendapat, kritik dan saran kepada penguasa. Mereka dipilih berdasarkan integritas dan kepercayaan, bukan pencitraan sebagaimana wakil rakyat dalam sistem demokrasi saat ini.
Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah akan terwujud pemerintah yang bersih, pejabat-pejabat yang amanah, rakyat yang taat pada penguasa, maka Allahpun akan melimpahkan berkahnya dari langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Al A’raf ayat 96 yang artinya “Dan sekitanya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah darilangit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai apa yang mereka lakukan.” Wallahu a’lam bish-shawab.