Harga Tinggi Gorden Rumah Dinas DPR Mengklarifikasi Nafsu Dunia Penguasa Demokrasi






Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd. 
 (Aktifis Muslimah)


Lelang tender penggantian gorden di rumah dinas jabatan anggota DPR RI telah tuntas dengan dimenangi peserta lelang yang menawarkan harga Rp 43,5 miliar. Perusahaan itu adalah PT Bertiga Mitra Solusi yang beralamat di Tangerang, Banten.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti perusahaan pemenang tender gorden DPR. MAKI heran lantaran perusahaan yang menang justru yang menyodorkan harga lebih tinggi dibandingkan dua perusahaan lainnya.

"Terus terang saja agak aneh jika pengumuman pemenang yang dijadikan pemenang adalah penawar tertinggi. Karena yang tidak memenuhi persyaratan itu sudah gugur di fase-fase sebelumnya, misalnya barangnya jelek, tidak dapat dukungan, atau tidak sesuai spesifikasi, itu nggak sampai dibuka penawaran," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Kamis (5/5).

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyoroti lelang tender penggantian gorden rumah dinas jabatan DPR RI yang dimenangi peserta dengan menawarkan harga tertinggi Rp 43,5 miliar. Fahri Hamzah meminta Ketua DPR RI Puan Maharani bertanggung jawab atas polemik ini.

"Suruh saja Ketua DPR yang bertanggung jawab. Jangan diam saja, dong," kata Fahri sambil menyertakan emoticon senyum saat dihubungi, Sabtu (7/5) (detiknews, 08/05/2022).

Hidup mewah sepertinya menjadi tujuan hidup dalam sistem kapitalis demokrasi. Sistem ini telah mengajarkan gaya hidup hedonis dan konsumtif. Tidak terkecuali para pejabat negara. Mereka merasa harus mendapat kemudahan sarana dan prasarana selama mengemban amanah sebagai wakil rakyat.

Tingginya pengeluaran uang negara untuk pembiayaan penggantian gorden juga tidak dibarengi dengan kinerja baik para penguasa tersebuat. Padahal, mereka selama ini sudah cukup menikmati segala fasilitas mewah, dari kendaraan, uang perjalanan, dan pembiayaan lainnya. Sementara rakyatnya hidup dalam kemelaratan, kelaparan, bahkan harus bertaruh nyawa untuk sekedar menyambung biaya hidup dari hari ke harinya. 

Slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sepertinya hanya sekedar bualan yang manis diucapkan ketika kampanye untuk meraup suara rakyat. 

Padahal, jika kita becermin pada gaya dan pola hidup para pemimpin dan pejabat pada masa sistem Islam, mereka lebih memilih hidup sederhana dan hemat. Terlebih jika kita mengetahui kehidupannya Rasulullah saw. dan para sahabat yang sangat jauh dari kemewahan.

Pejabat yang Bertakwa Pasti Sederhana 

Dalam sistem Islam, rakyat adalah pihak yang wajib dilayani, sedangkan pemimpin dan pejabat adalah pihak yang melayani. Berbeda dalam sistem demokrasi kapitalistik saat ini, jutru malah rakyat yang melayani penguasa dan pejabatnya. Pejabat hanya bisa membuat susah rakyat dengan kebijakan dan UU yang dihasilkan, bahkan hanya memihak pada kepentingan para kapitalis.

Sebagai contoh, Umar bin Khaththab sebagai seorang kholifah atau pemimpin negara, beliau hanya memiliki dua baju sederhana yang dipakai secara bergantian. Beliau bahkan tidak mau memakan makanan enak pada saat rakyatnya sedang kelaparan.

Begitu juga Ali bin Abi Thalib, beliau seorang pemimpin yang bijaksana, sederhana, dan adil dalam bertindak. Pada saat hari raya, makanan yang tersedia di rumahnya hanya makanan rakyat kecil berupa hidangan daging rebus bercampur tepung (al-khazirah). Khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau tidak mau menggunakan uang negara walaupun hanya sekadar untuk membeli makanan bagi dirinya sendiri. 

Itulah cermin pejabat yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan selalu berhati-hati dalam mengemban amanah. Sayangnya, sistem demokrasi kapitalistik telah jauh dari ketaatan, akibat dari penerapan akidah sekuler. 

Sementara pejabat yang amanah dan tidak gila akan dunia hanya lahir dari sistem pemerintahan Islam. Yakni negara yang menerapkan seluruh aturan Islam. 

Wallahu àlam bisshowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak