Fenomena Kenaikan Harga, Bukti Ketidakmampuan Penguasa



Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga

Harga sejumlah kebutuhan pokok terus merangkak naik dalam beberapa hari terakhir. Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mencatat lima hari menjelang Ramadhan, harga beberapa komoditas bahan pokok mulai melejit, yakni bawang putih, telur ayam, daging sapi, gula pasir, dan minyak goreng. Sementara Badan Pusat Statistik juga menyatakan bahwa sejumlah komoditas seperti cabai merah, daging ayam, dan tempe menyumbang kenaikan yang tinggi untuk inflasi Maret 2022. Kebijakan pemerintah yang menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% ke 11% diduga akan kian mendorong kenaikan harga di bulan April 2022. (www.tribatanews.com, 2/4/2022)

Memang tidak bisa dinafikan bahwa sebelum ini telah terjadi pandemi yang mengganggu rantai pasok. Akibatnya, setelah pandemi akan terjadi lonjakan permintaan input dan bahan baku. Nah, ini mengakibatkan tingginya pengangkutan barang-barang tersebut yang menyebabkan naiknya harga transportasi. Belum lagi, untuk mengejar ketertinggalan produksi di masa pandemi kemarin, banyak pabrik bekerja cepat sehingga meningkatkan permintaan energi. Ditambah lagi, ada faktor kenaikan harga minyak global. 

Dari sisi pemerintah, mereka menyatakan bahwa kenaikan harga sebagai sesuatu yang wajar karena menyesuaikan harga keekonomian dengan harga global. Pernyataan ini tidaklah sepenuhnya benar, mengingat umat Islam di negeri muslim memiliki sumber daya alam dan elemen-elemen sumber daya yang sungguh sangat besar sehingga bisa menjadi basis industri dunia. Bahkan, lanjutnya, posisi strategisnya memudahkan untuk bisa mendistribusikan sumber daya alam ke berbagai wilayah dunia.

Hanya saja saat ini, Penguasa negeri muslim—termasuk di negeri ini— lemah kemampuannya. Tidak memiliki persiapan serta pengetahuan untuk mengantisipasi situasi krisis. Bahkan, yang lebih dasar lagi adalah tidak punya kedaulatan atas pangan dan kondisi bangsanya sehingga menyebabkan bangsa ini terbelakang secara ekonomi. Terlebih ketika mereka hanya mengandalkan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Sementara sumber daya alam yang melimpah, justru diberikan kepada swasta dan asing.

Dalam hubungan internasional, penguasa muslim hanya pembebek. Akibatnya, generasi muslim menjadi korban dolar dan manufaktur. Harga-harga komoditas negeri muslim pun ditentukan harga global yang ditetapkan pemimpin nonmuslim.

Dan lebih jauh, ada yang terburuk dari sifat penguasa negeri muslim. yakni, tegas menghalangi jalan penerapan Islam yang mulia. Hukum-hukum Islam diabaikan, sistemnya juga demikian. Padahal, Islam satu-satunya yang mampu menjamin kekuatan negeri-negeri muslim. Justru mereka malah bergandengan tangan dan memfasilitasi keserakahan para kapitalis. Dan turut andil mempertahankan sistem kapitalis yang nyata telah membawa kerusakan dan kesengsaraan bagi masyarakat.

Jadi, tegasnya, kenaikan harga-harga tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang wajar dengan berbagai alasan pembenar. Tetapi, ini karena sumber daya alam negeri muslim telah diserahkan pengelolaannya kepada orang kafir. Maka, jika kaum muslimin berharap bisa keluar dari krisis ini, satu – satunya yang harus dilakukan adalah berlepas dari sistem ini dan berjuang Bersama – sama mewujudkan sistem Islam, agar keberkahan dari langit dan bumi bisa kita temui. 

Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 96,
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
Wallahu a’lam bi ash showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak