Oleh: Hany Handayani, S.P.
.
.
.
Tersentak dada murtede alias Amaq Sinta saat di berlakukan status sebagai tersangka dalam kasus pembegalan yang dia alami. Bagaimana tidak kaget, dia yang awalnya dinyatakan sebagai korban pembegalan justru harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di kantor polisi.
.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itu pribahasa yang cocok disematkan pada kasus murtede. Pembelaan diri yang dilakukannya justru berujung pada tewasnya dua begal yang menyerangnya. Hal itu dinyatakan sebagai tindak kriminal oleh pihak kepolisian dan menggiringnya ke jeruji besi. Dikutip dari DetikNews.com
.
Menurut Wakapolres Lombok Tengah Kompol I Ketut Tamiana dalam konferensi pers di Lombok Tengah. Korban begal murtede dikenakan Pasal 338 KUHP. Menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun Pasal 351 KUHP ayat (3) melakukan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang.
.
Hukuman terhadap korban begal tadi mempengaruhi kondisi sosial. Betapa tidak, perlakuan hukum saat ini seakan lebih condong membela para tersangka ketimbang korban. Hal itu menjadi sebuah bukti bahwa hukum saat ini tak bisa diandalkan dan tak mampu memberikan keadilan serta keharmonisan dalam bermasyarakat.
.
Kepercayaan masyarakat terhadap pihak berwajib menjadi semakin luntur. Tak sedikit yang akhirnya menjadikan kasus pembegalan belakangan ini sebagai parodi. Masyarakat gencar membuat parodi berisi kritik sosial terhadap pihak kepolisian. Viralnya kasus murtede dan kasus serupa di media sosial yang diunggah masyarakat, akhirnya membuat pihak berwajib menghentikan masa penahanan kepada tersangka.
.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto pun angkat suara. Dia meminta kasus tersebut dihentikan. Dia ingin masyarakat tetap peduli dan melawan kejahatan. Amaq Sinta terbebas dari perkara tersebut setelah Polda NTB melakukan gelar perkara khusus. Polisi menyatakan Amaq Sinta melakukan pembelaan terpaksa hingga akhirnya membuat dua begal tewas.
.
Setelah kasus viral di media sosial akhirnya penegakan hukum di negeri ini bisa berjalan sesuai harapan. Sepertinya keadilan masyarakat bisa diraih saat ada penekanan khusus dari masyarakat. Namun beragamnya kasus di kepolisian tak mungkin bisa dibersamai oleh masyarakat semuanya. Fenomena pembunuhan terhadap begal menjadi bukti terbaliknya sistem hukum saat ini. Sistem hukum buatan manusia penjunjung HAM pada akhirnya gagal alias tak bisa selesaikan masalah.
.
Jika hukum saat ini menganggap bunuh begal dalam rangka membela diri termasuk kejahatan. Apa yang harus dilakukan masyarakat saat kejadian berlangsung. Diam sukarela diambil harta dan nyawanya? Membiarkan mereka mengeroyok korban tanpa ada perlawanan? Meski dengan alasan untuk melindungi diri, nyatanya membunuh begal tetap menjadi perdebatan yang panas antara penegak hukum dan warga sipil sejak dulu.
.
Jika sudah jelas kegagalan semakin hari ditampakkan, lantas demi alasan apalagi kita masih tetap bertahan di bawah sistem yang tak membuahkan keamanan dan kesejahteraan. Sudah selayaknya melirik sistem lain yang lebih baik dan sudah terjamin. Sebuah sistem yang manusiawi dan terbukti unggul. Sistem apalagi jika bukan syariat Islam. Salah satunya terlihat dari gambaran bagaimana Islam menyoroti kasus begal tersebut.
.
Kasus pembunuhan yang dilakukan murtede merupakan upaya pembelaan diri yang dibolehkan dalam pandangan Islam. Pada kejadian tersebut bukan hanya harta yang berupa sepeda motor saja yang terancam, tetapi nyawa yang bersangkutan pun terancam. Maka dibolehkan baginya melawan demi membela diri.
.
Justru hal demikian terkategori jihad dalam Islam. Jika pun ia akhirnya mati, ia bahkan dikatakan mati syahid. Sebagaimana sabda nabi, "Siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid.”. Adapun bila pembegal tersebut mati maka ialah yang kelak masuk neraka. "Ia yang di neraka”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 140)
.
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah: 33)
.
Wallahu alam bishowab.
Tags
Opini