Oleh: Kholisatut Tahlia
Pada bulan Ramadhan ada beberapa golongan yang tidak diwajibakn berpuasa. Mereka diantaranya para musafir, orang sakit, wanita haid, wanita nifas, wanita hamil, wanita yang sedang menyusui dan orang-orang nonmuslim. Bagi mereka, sah-sah saja jika mereka makan di siang hari bulan Ramadhan. Menjadi persoalan, jika penguasa maupun pihak-pihak tertentu yang memiliki kewenangan menghimbau wajibnya bertoleransi terhadap kalangan yang tidak berpuasa ini.
Alasan toleransi terhadap kalangan yang tidak berpuasa sangat kental dengan ide liberalisme. Mestinya jika himbauan dimaksudkan untuk memudahkan kalangan yang tidak berpuasa untuk mendapatkan makanan, cukup menjelaskan bolehnya mereka berbuka dan mengatur para pedagang makanan sedemikian rupa agar bisa melayani mereka yang boleh tidak berpuasa dan tidak melayani selain mereka. Jika hanya dilontarkan alasan toleransi tentu akan menjadi ide liar yang bebas ditarik ulur dan menjadi alasan bagi siapapun yang tidak berpuasa meski sebenarnya ia memiliki kewajiban, leluasa menampakkannya dan merusak spirit bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan memiliki nuansa tersendiri di hati umat Islam. Bulan istimewa yang selalu didominasi dengan spirit keruhanian. Umat Islam berkeyakinan di bulan inilah Allah SWT memberikan berbagai keberkahan. Ganjaran amal baik dilipatgandakan sehingga umat Islam berlomba-lomba melakukan amalan kebaikan. Siang hari umat Islam berpuasa, malam hari dihiasi dengan shalat tarawih, dzikir dan tadarus. Selain itu, mereka berlomba melakukan sedekah, berbagai macam makanan dibagikan gratis menjelang buka puasa di berbagai tempat umum, masyarakat berpakaian lebih sopan, tak jarang mereka yang di hari-hari biasa tidak mengenakan kerudung, saat ramadhan mengenakan kerudung bahkan memakai gamis. Masyarakat kekinian yang seringkali lebih terlihat kebarat-baratan di hari biasa menjadi masyarakat yang Islami saat Ramadhan. Sungguh suasana yang menyejukkan bagi siapapun yang memiliki keimanan di dalam dada. Ini adalah hal positif yang diharapkan setiap muslim. Nuansa Islami yang menyejukkan tentu sayang jika harus tergerus dan hilang karena masifnya ide kebebasan yang membiarkan bebasnya orang-orang tidak berpuasa melakukannya secara terang-terangan.
Bagi penganut ide liberal, pergeseran budaya masyarakat ke arah Islam adalah hal negatif dan suatu kemunduran. Maka tak heran jika di berbagai kesempatan terus dimanfaatkan untuk menyebarkan ide-ide kebebasan, termasuk memasifkan pemikiran toleransi terhadap kalangan yang tidak berpuasa, yang faktanya justru menggiring masyarakat untuk bersikap biasa pada kemaksiatan, dengan alasan toleransi.
Normalnya orang akan malu untuk makan di tempat umum di bulan Ramadhan, namun dengan alasan toleransi, setiap orang akan berani berbuka di siang hari bulan Ramadhan meski mereka memiliki kewajiban berpuasa. Orang lain tidak akan berani menegur mereka. Negara pun tidak punya hak melarang mereka karena nilai-nilai HAM barat telah menjadi patokan dalam masyarakat. Jika kita biarkan terus menerus, pada tahun-tahun yang akan datang kita hanya melihat suasana Ramadhan di dalam rumah-rumah saja, dan mungkin kita hanya merasakan dalam diri pribadi kita saja. Lebih buruk dari itu, masyarakat akan kehilangan kepekaan terhadap kemaksiatan dan hilangnya kontrol sosial. Tentu ini musibah yang amat besar. Jika tidak ada upaya masif mendakwahkan nilai-nilai Islam agar menggerus dominasi nilai liberal, kerusakan masyarakat adalah kepastian di depan mata.