THR Bukan Jaminan Sejahtera



Oleh: Hamnah B. Lin

Memasuki bulan ramadhan, kebijakan pembagian THR yang dibuat pemerintah sangatlah ditunggu-tunggu oleh para karyawan, buruh dan seterusnya. Sedikit gambaran bahwa rakyat sangat membutuhkan uang, guna mencukupi kehidupan mereka sekeluarga.

Kami lansir dari tirto.id, bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI mewajibkan perusahaan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Idulfitri 2022 secara penuh kepada pekerja. Pemerintah tidak memberikan relaksasi kepada perusahaan dalam pembayaran THR karena alasan Pandemi COVID-19. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan tak ada alasan bagi perusahaan membayar sebagian atau menyicil THR tahun ini (tirto.id, 3/4/2022).

Indah menerangkan bahwa dasar hukum pembayaran THR keagamaan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Saat terjadi pelanggaran, pemerintah akan menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha.

Meski banyak yang meragukan keputusan pemerintah ini, namun setidaknya mampu  memberikan angin segar bagi masyarakat. Dalam teori, memang benar bahwa adanya suntikan dana semisal THR akan menaikkan daya beli masyarakat dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, hal tersebut bersifat temporer, tidak berkelanjutan. Ini karena hanya dalam sebulan saja mereka bisa sedikit melonggarkan ikat pinggangnya. Lantas, bagaimana dengan 11 bulan lainnya? Tentu dengan upah yang sangat minim mereka harus terus berhemat di tengah harga kebutuhan pokok yang terus melambung.

Selain THR, Pemerintah kembali menggelar program bantuan langsung tunai (BLT) berupa subsidi gaji/upah dengan nominal sebesar Rp1 juta. Program ini dikenal juga dengan nama Bantuan Subsidi Upah atau BSU. Berikut syarat penerima BSU 2022. Subbsidi gaji ini akan diberikan untuk 8,8 juta pekerj yang memenuhi syarat penerima BSU 2022 sesuai data di Kementerian Ketenagakerjaan.

Kabar mengenai BLT subsidi gaji ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto dalam konferensi pers pada Selasa (5/4). Selain BSU, pemerintah akan melanjutkan beberapa program bansos lain pada tahun ini. Di antaranya yaitu:
1. Kartu sembako yang akan diberikan kepada 18,8 juta penerima.
2. Menambah jumlah penerima BLT yang mengikuti Program Keluarga Harapan (PHK) sebanyak 2 juta.
3. BLT minyak goreng sebesar Rp100 ribu yang diberikan secara langsung untuk tiga bulan sebesar Rp300 ribu per penerima.
4. Bantuan usaha mikro sebesar Rp600 ribu per penerima yang menyasar 12 juta penerima.
Bantuan langsung tunai diharapkan dapat disalurkan di bulan Ramadan ini (CNNIndonesia, 9/4/2022).

Dengan sederet bantuan tunai yang dikeluarkan oleh pemerintah nyatanya tak pernah bisa menyelesaikan akar  persoalan masyarakat. Semua kebijakan ini hanya tambal sulam yang tidak bisa menutup bobroknya rezim hari ini. 

Sesungguhnya persoalan mendasar dari polemik THR, BLT, dan BS adalah dari kebijakan pemerintah yang berdiri di atas pijakan sistem ekonomi kapitalisme. Dari sinilah akan terbuka lebar lahirnya para mafia migor dan penguasa komprador yang menjadi perpanjangan tangan para pengusaha. Hal ini bisa terlihat dari ketakberdayaan pemerintah menindak tegas mafia migor. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pun selalu saja pro korporasi.

Selian itu, sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) hanya memosisikan manusia sebagai faktor produksi. Menurut sistem ini, manusia tidak lebih berharga dari faktor produksi lain, seperti tanah, modal, dan SDA. Agar satu perusahaan bisa menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya, biaya produksi harus diminimalkan.

Biaya produksi yang sangat mudah untuk ditekan adalah upah. Lahirlah konsep upah besi dalam sistem kapitalisme sebagai perhitungan terbaiknya. “Terbaik” di sini, tentu bukan terbaik bagi pekerja, melainkan bagi produksi. Walhasil, upah akan selalu bertengger pada batas minimum (UMP). Jika upah terlalu tinggi, dapat menurunkan keuntungan. Begitu pun jika upah terlalu rendah, akan menurunkan produktivitas sebab buruh tidak optimal bekerja.

Sungguh jauh berbeda jika Islam yang menjadi sistemnya. Dalam Islam ditetapkan dua jalan untuk memenuhi semua kebutuhan. Pertama, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan dibebankan kepada setiap individu masyarakat, baik dipenuhi langsung atau melalui ayah, wali dan ahli waris. Kedua, jika individu tersebut tidak mampu atau lemah maka negara akan berperan langsung. Negara bertanggungjawab menyediakan fasilitas yang memudahkan rakyat untuk berusaha atau bekerja. Mulai dari kemudahan permodalan, lapangan pekerjaan, hingga regulasi pendukung lainnya. 

Dana yang digunakan untuk memenuhi hajat rakyatnya adalah berasal dari baitul mall, yakni dana yang didapat dari perolehan fa'i, kharaj, harta warisan kaum musslim yaang tidak memiliki keturunan, dan seterusnya. Pos-pos dalam baitul mall benar-benar difungsikan secara tepat dan cepat. Tak ada harta yang lama dibawah bangunan baitul mall. 

Pajak yang dalam sistem demokrasi sekarang menjadi pilar ekonomi bangsa dan terus mengalami kenaikan, dalam Islam tak akan dipungut, kecuali dalam kondisi yang amat genting, yakni haabisnya dana dalam baitul malla, itupun tidak dipungut kepada seeluruh rakyat, namun hanya dipungut kepada orang kaya, laki-laki dan mampu.

Pemegang baitul mall pun adalah orang-orang amanah. Karena ketakwaan mereka yang diprakarsai oleh pemimpin utama mereka, yakni khalifah. Rasa takut mereka kepada Allah SWT telah menjadi modal utama dan pertama dalam meengemban amanah sebagai penguasa dan pejabat negara. Hingga tak terbesit sedikitpun untuk melakukan korupsi, penggelapan uang rakyat dan seterusnya. Karena mereka yakin, semua akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

Dan negara khilafah adalah negara yang bertanggungjawab penuh terhadap keberlangsungan kehidupan rakyatnya, ini sebagai bukti dari fungsinya negara khilafah yakni sebagai pelindung dan pelayan rakyatnya. Maka seperti THR, dalam Islam tidak ada. Karena negara setiap hari sudah memberikan pemenuhan kebutuhan secara murah, mudah dan efektif, bahkan gratis.

Betapa luar biasa bukan pengelolaan khilafah Islam dalam pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Maka jangan berhenti disini, mari pahamkan kepada khalayak, bahwa hanya Islam yang mampu memberikan kesejahteraan hakiki, yang lainnya imposible. Buang sistem kapitalis demokrasi, raih dan terapkan Islam kaffah dalaam naungan khilafah Islam. 
Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak