Oleh : Ansharaullah
Sri Mulyani Indrawati menteri keuangan menetapkan kebijakan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN sebanyak 11% dari semula 10% akan berlaku pada 1 April 2022, menurut Mentri keuangan kenaikan PPN ini masih tergolong rendah mengingat rata-rata PPN di seluruh dunia sebesar 15% sementara di Indonesia sendiri hanya naik dari 10% menjadi 11% dan akan menjadi 12% pada 2025 (KONTAN.CO.ID/22/2/2022)
Aturan ini diklaim sebagai upaya menyehatkan kembali APBN yang telah bekerja keras selama pandemi, melalui kebijakan pajak fondasi negara akan semakin kuat selain itu kebijakan ini juga dapat mengakselerasi lokasi pemulihan ekonomi tanah air memang klaim ini begitu manis pajak selalu digambarkan sebagai bentuk gotong-royong dan iuran bersama.
Namun sejatinya pajak hanyalah alat pemadat penguasa yang mengisap pundi-pundi rapuh keuangan rakyatnya terutama rakyat miskin, pasalnya di saat penguasa berupaya menaikkan PPN menjadi 11% dari sebelumnya 10% namun di saat yang sama pajak penghasilan atau PPH badan perusahaan diturunkan dari 25% menjadi 22%.
Bukan hanya itu, dilansir dari CNN indonesia.com pada 10 Juni 2021 penguasa juga memberikan banyak relaksasi pajak bagi orang kaya seperti relaksasi PPNBM pajak properti hingga teks amnesti meskipun PPH berencana dinaikkan tetapi PPH naik hanya bagi orang super kaya yang penghasilannya diatas 5 miliar rupiah.
Alhasil rakyat kecil semakin tercekik dengan berbagai jenis pajak yang ditetapkan tak peduli apakah rakyat menjadi kesusahan atau tidak, selagi APBN butuh penguasa akan mengetok palu dan mengesahkan kebijakan tersebut sebab dalam sistem kapitalisme pajak adalah instrumen utama pemasukan negara.
Padahal pendapatan masyarakat Indonesia belum cukup tinggi sampai dibandingkan dengan negara maju Amerika serikat atau negara-negara maju lainnya di G20 bahkan dibandingkan dengan Malaysia saja masih tertinggal.
Faisal Basri ekonom senior turut berkomentar menolak kebijakan tersebut dijalankan. Faisal pun menjelaskan konsumsi masyarakat biasanya tumbuh 5% kini cuma 2% masyarakat masih berupaya untuk bangkit namun ditekan akibat kenaikan harga pangan ini bisa dilihat dari daya beli masyarakat yang begitu parah mereka rela antri berjam-jam untuk memperoleh minyak goreng jadi sedikit kenaikan itu sudah amblas konsumsi mereka, Faisal juga menambahkan memang benar pangan tidak akan terkena PPN namun kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, alat tulis, seragam sekolah, hingga mie instan akan berdampak jadi kebijakan tersebut kurang bijak karena menambah tekanan pada daya beli masyarakat yang masih lemah
Inilah wujud negara jibayah/negara pemalak yakni negara yang dilahirkan dari sistem kapitalisme, jadi tidak peduli mau sebanyak apapun sumber kekayaan alam yang dimiliki pajak akan selalu jadi instrumen utama pemasukan negara karena sumber daya alam dalam negara kapitalisme legal dikuasai oleh para korporat.
Sangat berbeda dengan Islam dengan sistem sohihnya yaitu khilafah. khilafah adalah negara riayah atau negara pengayom bukan negara jibayah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai orang-orang berperang di belakang dia dan berlindung kepada dia"
(HR. Al-bukhari dan Muslim)
Periayahan ini terlihat dari salah satu mekanisme bagaimana khilafah mendapatkan sumber pemasukan negara tanpa harus berhutang dan memalak rakyat dengan pajak. Keuangan khilafah diatur dalam lembaga Baitul mal yang memiliki beberapa pos yaitu :
1. Pos kepemilikan negara
Anggaran pos ini berasal dari harta pertama yakni Fa'i (Anfal, Ghanimah,Khumus) Jizyah, Kharaj, Usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara, khumus dan rinkaz, harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, harta orang murtad dan pos ini merupakan pendapatan tetap khilafah atau instrumental ada atau tidak banyaknya kebutuhan.
2. Pos kepemilikan umum
Anggaran pos ini berasal dari harta sumber daya alam yang dikelola secara mandiri tanpa intervensi asing oleh khilafah
3. Pos zakat
Anggaran zakat ini berasal dari zakat kaum muslimin baik zakat fitrah maupun zakat mal infak dan wakaf
Adapun pajak dalam khilafah disebut dengan Daribah termasuk ke dalam pos kepemilikan negara namun sifatnya insidental. Daribah hanya akan dipungut ketika Baitul mal tidak mampu mengcover atau bahkan tidak ada dana untuk membiayai kebutuhan kaum muslimin yang bersifat mendesak. sebab jika tidak segera dibiayai akan menimbulkan bahaya semisal untuk biaya bencana alam, jihad dan sebagainya.
Untuk penarikannya Daribah hanya wajib kepada kaum muslimin bukan muslim adapun ketetapannya Daribah akan ditarik dari kaum muslimin yang mereka memiliki kelebihan harta kelebihan ini dihitung setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekunder yang proporsional atau ma'ruf sesuai dengan standar hidup mereka di wilayah tersebut seperti inilah khilafah mendapat anggaran pendapatan dan bagaimana khilafah memungut pajak.
Wallahu'alam bishawab
Tags
Opini