Pawang Hujan jadi Budaya?!

Oleh : Nurfillah Rahayu
(Team Pejuang Pena Dakwah) 


Heboh pernyataan Kemdikbud tentang pawang hujan seperti yang dlansir oleh seputartangsel.com ( 25 Maret 2021 ) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI menyebutkan bahwa tradisi pawang hujan ada pada banyak budaya di dunia sejak berabad lalu.
Kemdikbud dalam postingan di akun resmi Instagram @kemdikbud.ri, menyebutkan bahwa pawang hujan bekerja menggunakan gelombang otak Teta untuk 'berkomunikasi' dengan semesta ketika sedang melaksanakan tugasnya.

Menanggapi hal itu, Ustadz kondang Felix Siauw memberikan komentar prihatin terhadap masa depan pendidikan Indonesia.Coba pikir, kalau selevel kementrian pendidikan aja udah posting begini, lalu mau diharap apa dari pendidikan Indonesia?," kata Felix Siauw dikutip SeputarTangsel.Com dari Instagram Felix Siauw @felixsiauw pada Jumat 25 Maret 2022.
Felix Siauw berpendapat jika Kemdikbud menganggap hal klenik sebagai bagian dari budaya yang perlu dilestarikan maka ilmu-ilmu sains tidak perlu dipelajari.

Pawang hujan yang bekerja menggunakan ilmu klenik diakui Kemdikbud bekerja menggunakan gelombang teta. Padahal secara fakta ilmiah, untuk mempelajari cuaca diperlukan ilmu meteorologi, fisika dan Geofisika. 
"Ya udah, ga usah belajar meteorologi, fisika, biologi, kimia, masabodo sains, cukup berkomunikasi dengan gelombang teta aja," ujar Felix Siauw. tidak setuju bahwa klenik dianggap bagian pendidikan. Karena menurutnya, klenik bukan bagian pendidikan yang menjadi urusan Kemdikbud.
"Klenik kok dianggap pendidikan, sepertinya memang kementrian pendidikan temannya Rara di langit, bareng pekerja dan para pembalap, yang ada AC besar dan remote-nya ada di Rara," ujarDia menyayangkan pernyataan Kemdikbud. Pengakuan Rara yang menyebutkan bahwa di langit, dia bekerja bareng pekerja dan para pembalap, dengan AC besar dan remote-nya ada di Rara, tidak bisa diterima secara ilmiah.
"Apa mereka yang masih mikir di kementrian pendidikan ga malu ada postingan official begini?," ujar Felix.

Subhanallah pernyataan yang jelas sekali bisa merusak akidah karena mendorong kesyirikan dan mematikan logika berpikir. Ini merupakan watak rezim neolib dan politis sekuler dalam Demokrasi yang memisahkan agama dari kehidupan. Merusak pola pikir dan mendorong umat melakukan pembiasaan yang jelas melanggar hukum Allah. 

Dalam Islam mencegah turunnya hujan bukan termasuk ke dalam kuasa manusia, melainkan kuasa Allah SWT semata. Hal ini juga tertuang dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini: Artinya: “Kunci ilmu ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala. [1] Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terjadi keesokan harinya. [2] Tidak ada seorang pun mengetahui apa yang terjadi dalam rahim. [3] Tidak ada satu jiwa pun yang mengetahui apa yang ia lakukan besok. [4] Tidak ada satu jiwa pun yang mengetahui di manakah ia akan mati. [5] Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan turunnya hujan. (HR.Bukhari no. 1039)

Terkait mengalihkan hujan, pernah dilakukan Rasulullah SAW semasa hidupnya sebagaimana diterangkan dalam Sahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Anas. Bahwa suatu ketika, Nabi pernah berdoa:
Allahumma hawalayna wa la ‘alayna, Allahumma alal akami wad thirobi, wa buthunil audiyyati wa manabitis ssyajar
Artinya: " Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami, dan jangan turunkan kepada kami untuk merusak kami. Ya Allah turunkanlah hujan di dataran tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan."

Wallahua'lam Bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak