Oleh : Mauli Azzura
Dalih toleransi kembali mencuat di bulan ramadhan. Dimana umat Islam menjalani ibadah puasa sebulan penuh dengan mengusik menghormati yang tidak puasa. Toleransi kembali menjadi permasalahan ketika muncul statmend bahwa masyarakat harus menghormati yang tidak puasa, dengan tidak melarang warung-warung makan tutup.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, warung makan tidak perlu tutup pada siang hari selama bulan Ramadan. Mereka tetap diizinkan beroperasi melayani pembeli, namun diminta tetap menghargai umat islam yang berpuasa. “Warung tak usah ditutup jualannya, tapi makannya jangan dipamerkan kepada orang yang sedang berpuasa,” kata Ketua MUI Cholil Nafis saat dihubungi JawaPos.com (grup Sumut Pos), Selasa (29/03/2022)
Di sisi lain, Cholil meminta kepada umat Islam untuk saling menghargai, termasuk kepada para pedagang yang tetap berjualan saat bulan Ramadan. Dengan begitu, akan terwujud kehidupan yang harmonis. “Yang puasa jangan menutup hajat orang lain tapi yang tak puasa jangan menodai bulan Ramadan. Ayo saling tenggang rasa dan saling menghormati,” tegasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Amirsyah Tambunan meminta tidak ada pihak yang melakukan razia atau sweeping di tempat makan selama Bulan Ramadan. (Sumut.co 30/03/2022)
Memang benar bila dalih toleransi di junjung oleh negri yg memiliki keanekaragaman keyakianan. Namun urusan menghargai sejak dulu sudah menjadi budaya yang kita alami dari waktu ke waktu.
Layaknya hari raya ibadah lain, maka tiap-tiap individu akan menghormati jalan nya ibadah masing-masing. Namun ketika bulan Ramadhan, hendaklah menghormati yang berpuasa seperti tahun-tahun sebelumnya.
Dalih menghormati yang tidak puasa, tentunya kaum muslimin sudah memahami sejak dulu. Sekalipun ada sebagian kaum muslim yang tidak berpuasa terkait hal yang syar'i, seperti wanita haid, nifas, non muslim dan lain-lain. Tapi sungguh di sayangkan bila dengan menggunakan alasan toleransi malah berbalik menghormati yang tidak berpuasa. Karena ini adalah bulan Ramadhan, bulan yang di nanti-nanti kaum muslimin dan mewajibkan kaum muslim untuk berpuasa.
Namun bila dalih mulai dibalik oleh penguasa sekuler, maka inilah yang muncul, yakni menghormati yang tidak puasa bagi yang berpuasa. Sistem yang membolak-balik menjadikan statmend seolah yg tidak berpuasa tidak memiliki ruang, padahal untuk tahun-tahun sebelumnya, ini tidak dipermasalahkan, karena masyarakat paham bahwa mereka menghormati bulan Ramadhan.
Inilah kehidupan sekuler yang apa-apa akan dibalik menjadi kebenaran dan seolah menyudutkan kaum muslim untuk tidak menghargai mereka yang tidak berpuasa. Berbeda di kepemimpinan Islam yang akan menjunjung tinggi toleransi dengan benar, sehingga tidak akan memunculkan statmend yang memberi kesan buruk pada tiap keyakinan. Islam akan mengatur dan memahamkan arti toleransi yang sebenarnya tanpa menjatuhkan keyakinan yang lain. Dan memunculkan motivasi bagi mereka-mereka yang saling menghormati antar beda Agama.
Wallahu a'lam bishowab.