Oleh Fitri Handayani
"Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal," kata Gus Yaqut di Instagram resminya, Sabtu (12/3).
Sebagian masyarakat mulai sadar bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Anehnya di tengah segudang masalah yang membelit negeri ini, yang selalu dipersoalkan adalah penganut agama(Islam). Seolah-olah permasalahan utama bangsa ini adalah para penganut agama (Islam). Indonesia yang mayoritas Muslim, mengapa seperti ini.
Padahal banyak masalah yang lebih penting untuk diurusi seperti kisruh minyak goreng yang mahal dan langka, korupsi yang merajalela, gas elpiji yg mahal, tahu tempe yang proses produksinya sempat berhenti, aturan pembuatan STNK harus pakai BPJS. Belum lagi soal suara azan yang disamakan dengan suara anjing, para penista agama semakin menjamur, isu baru radikalisme disematkan dalam nama beberapa ulama. Namun mengapa malah mengurusin logo halal yang tidak ada masalah apapun sebelumnya.
Walaupun memang tidak ada masalah kalau logo halal tersebut diganti. Tetapi harus tetap tampak dari logo baru ini tulisannya sangat tidak bisa diartikan oleh masyarakat awam. Banyak pihak yang mengkritisi logo halal yang mengatakan kalau bacaan tersemat dalam logo itu adalah bukan halal tapi haram. Kemudian logo ini mirip dengan pintu lakon wayang jawa, yang mana hanya mencerminkan satu budaya saja tidak mewakili semua budaya nusantara sehingga kesannya asal bukan Arab.
Sebelumnya Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham membeberkan alasan pergantian logo label halal ini. Menurut dia, hal tersebut merupakan amanat dari PP No 39 Tahun 2021 tentang Jaminan Produk Halal. Disebutkan bahwa yang berwenang mengeluarkan logo label halal adalah BPJPH.
Jadi seperti yang dilansir dalam kumparanNews kalau yang berhak mengeluarkan logo label halal adalah BPJH, disitu peran MUI tidak dipergunakan dan beredar isu MUI tidak disubsisdi pemerintah jadi harus membiayai dirinya sendiri karenanya untuk sertifikasi halal dibebankan pada pemohon jadi BPJH Ambil alih urusan sertifikasi, semua kembali it’s all about money menarik untung hingga justru membebani masyarakat/produsen.
Inilah ketika hidup di bawah sistem kapitalisme demokrasi dimana kekuasaan di tangan penguasa dan peraturan dibuat sendiri atas hawa nafsu semata. Peraturan ini adalah bukti bahwa negara ini tidak bersendikan pada agama dan syariah, melainkan pada sekulerisme-liberalisme.
Umat terus didorong untuk terjerumus dalam peradaban liberalisme. Padahal sudah nyata kerusakan paham liberalisme adalah bagian dari kerusakan yang sudah tampak didepan mata.
Tidak ada cara lain lagi kecuali menganti sistem sekular liberal yang saat ini diadopsi dengan syariah Islam yang diterapkan secara kafah. Dengan itu nicaya umat manusia akan terlindungi dan terjaga.
Wallahu a'lam bishawab.