Kenaikan BBM: Tata Kelola Keliru di Bawah Sistem Kapitalis

 



Oleh  Rifka Nurbaeti, S.Pd.
(Pegiat Literasi)

PT Pertamina (Persero) resmi menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 92 atau Pertamax menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter mulai 1 April. Pemerintah pun berencana akan mensubsidi penuh Pertalite. Melonjaknya harga Pertamax dikhawatirkan akan membuat masyarakat beralih menggunakan bahan bakar jenis Pertalite, yang direncanakan akan disubsidi penuh oleh pemerintah. Pada akhirnya dampak beban untuk menanggung subsidi tersebut dari APBN akan bengkak.

Menteri Keuangan Indonesia (periode 2014-2016), Bambang Brodjonegoro pun menyarankan agar subsidi untuk Pertalite berlangsung secara tertutup atau langsung menyasar kepada penerima manfaat. "Memungkinkan orang yang bisa pakai Pertamax pindah ke Pertalite. Sehingga betul sekali ada kemungkinan konsumsi Pertalite yang berlebih, ujungnya akan menimbulkan tambahan beban kepada subsidinya," kata Bambang kepada CNBC Indonesia, Jumat (1/4/2022).

Harga minyak dunia yang terus naik menjadi alasan pemerintah ikut menaikkan harga BBM. Menurut Pemerintah, jika kenaikan BBM tidak dilakukan, hal itu akan memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan asumsi harga minyak dalam APBN sudah sangat jauh dengan harga minyak di lapangan. Saat ini, harga minyak mentah dunia telah menembus 119 dolar AS per barel. Sedangkan, dalam asumsi APBN 2022, harga minyak dunia ditetapkan hanya sebesar 65 dolar AS per barel.

Penyesuaian harga Pertamax yang mengikuti harga keekonomian dunia makin menegaskan bahwa kebijakan pemerintah tunduk pada mekanisme pasar global. Negara hanya sebagai regulator yang mengikuti kepentingan kapitalisme global. Semua hajat publik terkapitalisasi dan terkelola dengan paradigma pasar bebas. Alhasil, pengelolaan BBM yang semestinya ada di tangan negara pun tergadai. Dari hulu ke hilir, pengelolaannya banyak diserahkan kepada swasta. Meski saat ini Pertamina masih terlihat mendominasi sektor hilir, pada faktanya, kilang-kilang minyak yang ada banyak dimiliki swasta.

Mahalnya BBM dan kelangkaannya sebenarnya bukan karena negeri ini miskin minyak. Akar masalahnya terletak pada paradigma dan visi misi tata kelola minyak yang sangat kapitalistik. Siapakah yang paling diuntungkan atas kenaikan BBM? Tentu saja swasta/asing.

Aturan saat ini yang kental dengan sistem demokrasi-kapitalisme tentunya tidak bisa melahirkan kemaslahatan apalagi mendatangkan keridloan Allah. Hal ini dikarenakan yang membuat aturan ini adalah manusia yang mempunyai kelemahan dan keterbatasan sehingga aturannya pun tidak jauh beda dari sifat manusia itu sendiri yakni lemah dan terbatas.

Berbeda dengan Islam. Dalam tinjauan syariat Islam, BBM adalah salah satu sumber daya alam milik umum karena jumlahnya yang terhitung masih melimpah dan masyarakat membutuhkannya. Dengan demikian, Islam melarang pengelolaannya diserahkan kepada swasta/asing. Nabi saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Rasulullah saw. pernah mengambil kebijakan untuk memberikan tambang kepada Abyadh bin Hammal al-Mazini. Namun kebijakan tersebut kemudian ditarik kembali oleh Rasulullah setelah mengetahui tambang yang diberikan Abyadh bin Hammal laksana air yang mengalir. Maka dari itu untuk barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas maka individu tidak boleh menguasainya, sebab barang tambang tersebut termasuk harta milik umum dan hasilnya masuk dalam kas Baitul Mal dan dipergunakan untuk kemashlahatan rakyat. SDA (termasuk migas) harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan lagi seluruhnya kepada rakyat.

Adapun adanya biaya yang dikeluarkan oleh rakyat itu hanya biaya operasional saja, sehingga rakyat akan bisa menikmati SDA (termasuk migas) dengan cuma-cuma bahkan gratis tanpa harus mengeluarkan biaya yang melambung tinggi seperti saat ini.

Namun tata kelola seperti ini hanya bisa didapatkan ketika sistem Islam diterapkan. Jadi, jika kita mau terlepas dari semua permasalahan yang ada hanya satu cara untuk menyelesaikannya yakni dengan penerapan Islam secara menyeluruh dalam bingkai khilafah.

Wallahu a'lam bishawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak